إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
KEDUSTAAN DAN KESESATAN
BUKU :
“Membongkar Kedok
Salafiyyun Sempalan”
Oleh : Al-Ustadz Abu
Ahmad as-Salafi -hafidzohulloh-
Di antara karakteristik ahli bid’ah dari masa ke masa, mereka selalu mencela
dan mencoreng citra Ahli Sunnah wal Jama’ah untuk menjauhkan umat dari al-haq.
Al-Imam Abu Hatim ar-Rozi rohimahulloh berkata, “Ciri ahli bid’ah adalah
mencela ahli atsar.” [1]. Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuni rohimahulloh
berkata, “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya
permusuhan mereka terhadap pembawa sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa
sallam. Mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah dan menamakan ahli Sunnah
dengan Hasyawiyyah (orang-orang pinggiran yang tidak faham agama dengan
sebenarnya), Jahalah (orang-orang bodoh), Dhahiriyyah (orang-orang
fundamentalis), dan Musyabbihah (orang-orang yang menyerupakan Alloh dengan
makhluk-Nya).”[2]
Di antara deretan buku-buku ‘hitam’ yang mencela Salafiyyun dan Dakwah
Salafiyyah ialah buku Membongkar Kedok Salafiyyun Sempalan yang beredar
baru-baru ini. Isi buku ini tidak jauh berbeda dari buku para pendahulunya
seperti Salafiyyah Marhalah Zamaniyyah oleh Sa’id Romadhon al-Buthi(!)
atau Salaf wa Salafiyyun Ru’yah minad Dakhil oleh Ibrahim As’as(!). Buku
kecil ini sarat dengan syubhat yang menyesatkan serta kedustaan atas Salafiyyin
dan Dakwah Salafiyyah.
Untuk menunaikan kewajiban kami dalam nasehat kepada kaum muslimin dan
membela dakwah yang haq, dengan memohon pertolongan kepada Alloh akan kami
paparkan sebagian kesesatan dan kedustaan buku ini agar menjadi kewaspadaan dan
peringatan bagi kita semua.
Penerbit dan Pengedar
Buku Ini
Buku ini disusun oleh Tim Studi Kelompok Sunniyyah dan diterbitkan oleh
Pustaka MIM pada bulan Robi’ul Awwal 1427 H/April 2006 M. Pengedar buku ini
adalah HASMI yang berada di bawah naungan Yayasan Al-Huda, Bogor.
Sebagai catatan, beberapa bulan lalu telah datang pertanyaan dari sebagian
pembaca Majalah AL FURQON kepada kami yang belum sempat kami jawab, yaitu: “Apakah
HASMI termasuk kelompok Sururi?” Insya Alloh dengan menelaah buku yang
mereka sebarkan ini jatidiri mereka bisa diraba.
Menyebarkan Keraguan
Terhadap Istilah Salafiyyah dan Salafiyyun
TimStudiKelompokSunniyyah (TSKS) berkata di hal. 7-8 buku mereka ini: “Manhaj
Ahli Sunnah terkadang pula disebut atau dinamakan dengan istilah Salafiyyah,
walaupun sebenarnya nama Salafiyyah tidak mendapatkan legitimasi resmi sebagai
nama lain dari manhaj Ahlus Sunnah. Salafiyyah hanyalah merupakan kata atau
istilah bantu untuk memastikan bahwa As-Salaf Ash-Shalih (tiga generasi
pertama) berjalan di atas manhaj tersebut!”
Bandingkan perkataan mereka ini dengan perkataan Sa’id Romadhon al-Buthi
dalam judul kitabnya: “Salafiyyah adalah fase kurun waktu yang penuh berkah
dan bukan madzhab Islami”(!)
Perkataan al-Buthi ini telah dibantah oleh Syaikh Sholih al-Fauzan[3] di
dalam kitab beliau Nazhorot wa Ta’qibat ‘ala Ma fi Kitabi Salafiyyah li
Muhammad Sa’id Romadhon minal Hafawat, kata beliau: “Penafsiran
bahwasanya Salafiyyah hanyalah suatu kurun waktu dan bukan jama’ah adalah
penafsiran yang ghorib (asing) dan batil, apakah dikatakan bahwa kurun waktu
adalah Salafiyyah? Ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun. Yang benar,
istilah Salafiyyah ditujukan pada jama’ah orang-orang yang beriman yang hidup
di kurun pertama dari masa Islam yang berpegang teguh pada Kitabulloh dan
Sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam! dari orang-orang Muhajirin dan
Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, mereka ini disifati
oleh Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dalam sabdanya,
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia
adalah genenasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang
sesudah mereka.” (Muttafaq’Alaih)
Ini adalah sifat bagi suatu jama’ah dan bukan sifat bagi suatu kurun waktu, ketika menyebut tentang perpecahan umat, sesudahnya Nabi shollallohu alaihi wa sallam mengatakan sifat semua kelompok ini “Semuanya di neraka kecuali satu” dan beliau menyifati satu kelompok yang selamat ini adalah yang mengikuti manhaj salaf dan berjalan di atasnya, beliau bersabda: “Mereka adalah yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku tempuh hari ini.” Hal ini menunjukkan adanya jama’ah salafiyyah yang terdahulu dan jama’ah salafiyyah belakangan yang mengikuti manhaj jama’ah salafiyyah yang terdahulu. Di lain pihak ada kelompok-kelompok yang menyelisih jama’ah salafiyyah, dan (mereka) diancam dengan neraka.”
TSKS berkata dalam buku mereka ini hal. 11: “Pada dekade terakhir, muncul
suatu arus pengajian atau pemahaman yang menamakan diri mereka sebagai
Salafiyyun … penamaan ini merupakan hal baru (bid’ah)!”
Perkataan TSKS ini
telah dibantah oleh Syaikh Bakar bin Abdulloh Abu Zaid[4] yang menjelaskan
tentang disyari’atkannya penamaan Salafiyyun, beliau berkata: “Jika disebut
salaf atau salafiyyun atau salafiyyah, maka dia adalah nisbah kepada Salafush
Sholih: para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan,
bukan orang-orang yang cenderung kepada hawa nafsu dari generasi sesudah
sahabat dan menyempal dari jalan para sahabat dengan nama atau simbol -mereka
inilah yang disebut kholafi, nisbah kepada kholaf-. Adapun orang-orang yang
teguh di atas manhaj kenabian menisbahkan diri kepada Salafush-sholih sehingga
mereka disebut salaf dan salafiyyun, dan nisbah kepada mereka adalah salafi.”
(Hukmul Intima’ [hal.90])
Melecehkan Para Ulama
TimStudiKelompokSunniyyah (TSKS) berkata dalam hal. 13 buku mereka ini: “Ketika
pada tahun 1990 terjadi perang Kuwait, muncullah beberapa bentuk pertentangan
di antara masyayikh yang ada di Saudi Arabia …. Yang dimaksud para masyayikh
adalah beberapa masyayikh di Najd dan Madinah. Dari segi ilmu, mereka semua di
bawah level Lajnah Daimah atau Hay’ah Kibar al-Ulama.”
Kami katakan: TSKS
hendak menyamakan level (taraf) antara para ulama Madinah seperti Syaikh Abdul
Muhsin al-Abbad, Syaikh Muhammad Aman al-Jami, Syaikh Robi’ bin Hadi
al-Madkholi, Syaikh Sholih bin Sa’ad as-Suhaimi, dan yang lainnya dengan para
tokoh khotbah muda dari Najd seperti Salman al-Audah, Safar Hawali, Aidh
al-Qorni, dan yang lainnya! Setiap orang yang jujur dan obyektif akan
mengatakan bahwa mereka tidaklah selevel dengan para ulama Madinah dari segi
usia, apalagi dari segi ilmu! Realita yang sesungguhnya, perbandingan antara
dua kelompok ini adalah perbandingan antara para ulama dengan para tokoh
khotbah, seperti yang dikatakan oleh Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu
tentang zaman ini,
إِنَّكُمْ
فِيْ زَمَانٍ كَثِيْرٌ عُلَمَاؤُهُ قَلِيلٌ خُطَبَاؤُهُ وَإنَّ بَعْدَكُمْ
زَمَانًا كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ وَالعُلَمَاءُ فِيهِ قَلِيلٌ
“Sesungguhnya kalian
sekarang ini berada di zaman yang banyak ulamanya dan sedikit juru khotbahnya,
dan sesungguhnya akan datang sesudah kalian suatu zaman yang banyak juru
khotbahnya dan sedikit ulamanya.” (Diriwayatkan oleh Abu
Khoitsamah dalam Kitabul Ilm hal. 109 dan dishohihkan oleh Syaikh
al-Albani dalam takhrijnya)
Ketika para juru-juru khotbah ini menampakkan bid’ah dan fitnah, para ulama
Ma-dinah seperti Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhohulloh, Syaikh
Muhammad Aman al-Jami rohimahulloh, dan Syaikh Robi’ bin Hadi
al-Madkholi hafizhohulloh memperingatkan umat dari kesesatan mereka.
Bantahan para ulama Madinah terhadap mereka ini didukung dan direkomendasi oleh
Ketua Lajnah Da’imah dan Hafah Kibar al-Ulama Syaikh Abdul Aziz bin Baz rohimahulloh,
anggota Lajnah Da’imah dan Hai’ah Kibar al-Ulama Syaikh Sholih al-Fauzan hafizhohulloh,
dan yang lainnya.
TSKS berkata dalam hal. 13 dari buku mereka ini: “Pada waktu yang sama
di Yaman pun terdapat pula seorang tokoh ahli hadits[5] yang sangat terkenal
dalam hal menjarh (menilai negatif) para dai, sehingga pada saat itu mulai
terlahirlah arus porak-poranda.”
Kami katakan: Pelecehan
ahli bid’ah kepada Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i [6] ini bukanlah yang kali
pertama. Orang yang melecehkan Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rohimahulloh
dikatakan oleh Syaikh al-Albani rohimahulloh sebagai seorang yang jahil
atau pengikut hawa nafsu (simak kaset Silsilatul Huda wan Nur no. 851).
TSKS berkata pada hal. 19 buku mereka ini: “Pemimpin-pemimpin asli mereka,
walaupun sangat sedikit, tetapi berpencar di beberapa negeri di Timur Tengah.
Di antara para pemimpin tersebut ada yang gemar mengaku sebagai murid[7] dari
salah seorang ulama hadits terkenal yang sangat kita hormati. Pengakuan ini
masih harus dibuktikan.”
Kami katakan: Sindiran
para penulis buku ini kepada Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhohulloh tidaklah
berarti, karena setiap penulis biografi Syaikh al-Albani rohimahulloh
selalu mencantumkan nama Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhohulloh.
dalam deretan nama murid-murid Syaikh al-Albani rohimahulloh. Dan tidak
satu pun dari Salafiyyin yang menganggap beliau sebagai pemimpin sebuah jama’ah
yang dibai’at dan ditaati sebagaimana dilakukan oleh para hizbiyyin terhadap
amir-amir jama’ah mereka!
Menyamakan Para Ulama
Salafiyyin Dengan Murjifun
TSKS berkata pada hal. 21 buku mereka ini: “Ulah kaum sempalan tersebut
memang cukup ganjil dan mungkin yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.
Kalaupun ada yang mendahului mereka dalam meniti manhaj pemorak-porandaan
seperti ini maka tidak lain adalah kaum Murjifun (perusak) yang ada di Madinah
pada zaman Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam’
Kami katakan: Perkataan
mereka ini hanyalah daur ulang dari perkataan gembong mereka, Salman al-Audah,
dalam kasetnya Tahrirul Ardhi Am Tahrirul Insan yang menyebut para ulama
Salafiyyin di Madinah sebagai Murjifin di Madinah. (Lihat al-Quthbiyyah
cet. kedua [hal.150])
Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh telah membantah
perkataan Salman ini dengan mengatakan: “Para saudara kita masyayikh yang
dikenal, yang berada di Madinah, kami sama sekali tidak meragukan tentang
mereka. Mereka adalah para pemilik aqidah thoyyibah (yang bagus). Mereka adalah
Ahli Sunnah wal Jama’ah, seperti Syaikh Muhammad Aman bin Ali al-Jami, Syaikh
Robi’ bin Hadi, Syaikh Sholih bin Sa’ad as-Suhaimi, Syaikh Falih bin Nafi’, dan
Syaikh Muhammad bin Hadi; semuanya kami kenal dengan istiqomah, ilmu, dan aqidah
thoyyibah.” (Bayan Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz tertanggal
28/7/1412 H di Makkah, sebagaimana dalam al-Quthbiyyah cet. kedua hal.
151)
Membela Ahli Bid’ah
TSKS berkata dalam hal. 17 buku mereka ini: “6. Menuduh tanpa bukti dan
memutarbalikkan fakta tanpa malu, khususnya tuduhan kepada para ulama yang
tertulis dalam daftar musuh-musuh Zionis Internasional, seperti Sayyid Quthb
-Rahimahullah- yang dihukum gantung oleh antek-antek Zionis di Mesir.”
Kami katakan: Sayyid
Quthb bukanlah seorang ulama sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Sholih
al-Fauzan hafizhohulloh, Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhohulloh,
dan Syaikh Sholih al-Luhaidan hafizhohulloh. Bahkan banyak sekali
perkataan Sayyid Quthb yang merupakan bid’ah dan sesat, seperti: mencela Nabi
Musa alaihissalam, mencela para sahabat rodhiyallohu anhum,
mengatakan bahwa al-Qur’an makhluk, menganut paham hulul (Alloh menyatu dengan
makhluk) dan jabriyyah (Manusia tidak memiliki kekuatan dalam melakukan
kehendak dan perbuatannya seperti bulu yang tertiup angin), menolak sifat-sifat
Alloh dengan menempuh cara-cara Jahmiyyah (pengikut Jahm bin Shofwan), menolak
hadits-hadits yang shohih dalam masalah aqidah, mengimani paham sosialisme, dan
yang lainnya.[8]
Pembelaan kelompok Quthbiyyah Sururiyyah terhadap Sayyid bukanlah hal baru.
Tokoh mereka, Muhammad Surur, berkata dalam kitabnya Dirosat fi Siroh
Nabawiyyah (hal. 321-323): “Sayyid Quthb dizholimi oleh dua kelompok
manusia: Dizhalimi oleh sebagian murid-murid dan pengagumnya, karena mereka
sangat kagum kepadanya, kagum kepada keteguhannya di atas kebenaran dan
kesabarannya menerima ujian di jalan Alloh, kagum kepada keluasan wawasannya,
kebersihan fithrohnya, dan kedalaman pengetahuannya … dan kami menyertai mereka
dalam hal ini semua….”
Pembelaan senada juga datang dari Muhammad Sholih al-Munajjid dalam
risalahnya Arba’una Nashihatan li Ishlahil Buyut hal. 23-25, Aidh
al-Qorni dalam kitabnya Lahnul Khulud hal. 20, Salman al-Audah dalam
kasetnya Taqwimur Rijal, dan masih banyak lagi dari kalangan mereka.
Mencomot Fatwa Lajnah Da imah yang Sejalan Dengan Kepentingan Mereka
Akhir-akhir ini banyak kelompok bid’ah di tanah air beramai-ramai mencomot Fatwa Lajnah Da’imah yang mengkritik sebagian tulisan dari Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafizhohulloh. Di antara kelompok-kelompok bid’ah tersebut adalah HASMI [9]di dalam akhir dari buku yang mereka edarkan: Membongkar Kedok Salafiyyun Sempalan -yang sedang kita bahas sekarang ini-, dan MMI di dalam selebaran mereka yang berjudul Aqidah Jama’ah Salafiyyah Dalam Tinjauan Syar’i.
Sikap para hizbiyyun ini sangat mengherankan, karena sepanjang sejarah
perjalanan mereka baru kali ini mereka begitu antusias menukil sebuah fatwa
dari para ulama Saudi Arabia. Tempo hari, mereka menuding para ulama Saudi
hanyalah ulama haid dan nifas, tidak paham waqi’ (realita), antek-antek CIA,
ulama penguasa, dan sederet tuduhan-tuduhan keji yang lainnya(!), lalu hari ini
secara serempak mereka menukil sebuah fatwa dari para ulama Saudi Arabia dan
menyebarluaskannya.(?!)
Sehubungan dengan Fatwa Lajnah Da’imah ini, kami nukilkan tanggapan Syaikh
DR. Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh -Imam Masjid Nabawi
dan Qodhi di Pengadilan Tinggi Madinah Nabawiyyah- di dalam ceramah beliau yang
berjudul ‘Ala Thoriqi Sunnah pada tanggal 5 Rabi’ul Awwal l422H:
Penanya berkata: “Fadhilatusy
Syaikh, bagaimana pendapat Syaikh tentang fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah
Da’imah tentang kedua kitab Syaikh Ali al-Halabi: at-Tahdzir dan Sho’ihatu
Nadzir, bahwasanya kedua kitab ini mengajak kepada pemikiran Irja’ yaitu
bahwasanya amalan bukanlah syarat sahnya iman, padahal kedua kitab ini tidak
membahas masalah syarat sahnya iman atau syarat kesempurnaan iman?!”
Syaikh DR. Husain bin
Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh menjawab,
“Yang pertama, wahai
saudara-saudaraku! Syaikh Ali dan Masyayikh lainnya satu jalan. Syaikh Ali
adalah saudara tua sebagaimana para Masyayikh yang mengeluarkan fatwa ini.
Syaikh Ali mengenal mereka, dan mereka pun mengenal Syaikh Ali. Mereka memiliki
hubungan baik dengan Syaikh Ali. Syaikh Ali telah
diberi Alloh ilmu dan bashiroh untuk mengatasi masalah ilmiah antara dia dan
Masyayikh, dan masalah ilmiah ini untuk menjelaskan al-haq. Adapun Syaikh Ali
dan gurunya -Syaikh al-Albani-, setiap orang yang di atas jalan Sunnah tidak
ada satu pun yang meragukan bahwasanya mereka di atas manhaj yang diridhai -wa
lillahil hamdu-. Syaikh Ali -wa lillahil hamdu-termasuk pembela manhaj Ahli
Sunnah wal Jama’ah. Fatwa tersebut tidak me-nash-kan bahwa Syaikh Ali Murji’ah
-tidak akan beliau mengucapkan ini!!- khilaf antara fatwa ini dengan Syaikh Ali
pada masalah kitab dan diskusi bersamanya pada perkara ini.
Keberadaan orang-orang
lain yang hendak memaksakan kandungan fatwa ini, bahwasanya fatwa ini
mewajibkan hukum atas Syaikh Ali bahwa beliau Murji’, maka ini tidak saya
pahami, dan aku menyangka bahwa saudara-saudara di sini juga tidak memahami
ini. Fatwa ini -wa lillahil hamdu- tidak menyelisihi hubungan antara Syaikh Ali
dan Masyayikh, mereka menghormati dan menghargai Syaikh Ali. Syaikh Ali telah
menjelaskan dengan penjelasan ilmiah -sebagaimana dilakukan oleh Salaful
Ummah-; tidak ada seorang pun dari kita melainkan mengambil dan memberi, setiap
orang diambil perkataannya dan juga dibantah; kecuali pemilik kubur ini, yaitu
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh al-Imam
Malik rohimahulloh : “Setiap ucapan diterima dan ditolak, kecuali perkataan
Rosul.” Demikianlah umat ini, berselisih pada awalnya antara yang mengambil dan
yang menolak. Tetapi manusia -dari segi asalnya- kadang-kadang di tengah
ucapan-ucapannya ada ucapan-ucapan yang lain -yaitu yang dinamakan dengan
perkataan-perkataan spontan disebabkan adanya perdebatan, dan sebab tabiat asli
manusia-, yang terdapat di dalamnya sedikit keras; bahkan juga di antara para
sahabat rodhiyallohu anhum sebagaimana terjadi antara Abu Bakar dan Umar, dan
antara yang lainnya dari kalangan sahabat -seperti antara Aisyah dan Ali-.
Kesimpulannya, fatwa
ini -dalam pandanganku- tidak menghukumi, dan tidak me-nashkan dengan nash yang
shorih bahwa Syaikh Ali di atas manhaj (Irja’) ini, sesung-guhnya fatwa ini
adalah munaqasyah (pembicaraan) tentang sebuah kitab yang ditulis oleh Syaikh.
Syaikh Ali telah menulis kitab (Ajwibah Mutalaimah) sesudah keluarnya fatwa, bukan dalam rangka membantah, tetapi menjelaskan manhajnya dan manhaj gurunya -Syaikh al-Albani-. Yang kami yakini dan yang kami pertanggungjawabkan di hadapan Alloh, bahwasanya Syaikh Ali dan gurunya -Syaikh al-Albani- paling jauh di antara manusia dari madzhab Murji’ah -sebagaimana telah kami katakan sebelumnya-.
Syaikh Ali telah menulis kitab (Ajwibah Mutalaimah) sesudah keluarnya fatwa, bukan dalam rangka membantah, tetapi menjelaskan manhajnya dan manhaj gurunya -Syaikh al-Albani-. Yang kami yakini dan yang kami pertanggungjawabkan di hadapan Alloh, bahwasanya Syaikh Ali dan gurunya -Syaikh al-Albani- paling jauh di antara manusia dari madzhab Murji’ah -sebagaimana telah kami katakan sebelumnya-.
Syaikh Ali -demikian
juga Syaikh al-Albani-, jika ditanyakan kepadanya: ‘Apakah definisi Iman?’
Tidak akan kita dapati dalam ucapannya perkataan Murji’ah yang mengatakan bahwa
amalan tidak masuk dalam keimanan. Bahkan nash-nash Syaikh al-Albani menashkan
bahwa definisi iman adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan
amalan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan
kemaksiatan.” (Tanbihat Mutawaimah [hal.553-557])
Inilah yang bisa kami sampaikan kepada para pembaca tentang buku ini.
Sebetulnya masih banyak hal lain dari kesesatan dan kedustaan buku ini yang
perlu dijelaskan, tetapi Insya Alloh apa yang telah kami paparkan sudah bisa
memberikan peringatan kepada kita tentang bahaya buku ini. Semoga Alloh selalu
menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan
mengikutinya. Amin.
Catatan Kaki
(1) Ashlu Sunnah [hal.24].
(2) Aqidah Salaf Ashabul Hadits [hal.116].
(3) TSKS menyebut beliau sebagai “ulama terkenal” di dalam hal. 19 dari buku
mereka ini. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah mereka mau mengoreksi buku
mereka ini setelah mendengar perkataan Syaikh Sholih Fauzan ini? Ataukah mereka
menggunakan kaidah intifa’ bi ghoiri intima’ (mengambil manfa’at tanpa harus
mengikuti) sebagaimana dilakukan oleh sebagian tokoh-tokoh mereka terhadap
Daulah Su’udiyyah Salafiyyah!
(4) TSKS juga menyebut beliau sebagai “ulama terkenal” di dalam hal. 19 buku
mereka ini(?!)
(5) Maksud mereka ialah Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rohimahulloh
(red.)
(6) Untuk mengenal lebih lanjut Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rohimahulloh
lihat Majalah AL FURQON Th. 5 Edisi 1 rubrik Tokoh.
(7) Maksud mereka ialah Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari murid
al-Allamah al-Muhaddits Nashiruddin al-Al hafizhohulloh bani
rohimahulloh (red.)
(8) Di antara ulama yang menjelaskan aqidah, manhaj, dan pemikiran-pemikiran
Sayyid Quthb ialah Syaikh Abdulloh ad-Duwaisy, Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, Syaikh Sholih al-Fauzan, Syaikh Abdul
Muhsin al-Abbad, dan Syaikh Sholih al-Luhaidan, dan Syaikh Robi’ bin Hadi
al-Madkholi. (Lihat Majalah AL FURQON Th. 6 Edisi Spesial Romadhon-Syawwal
rubrik Kitab)
(9) HASMI singkatan dari Harokah Sunniyyah Muslim Indonesia, sebuah organisasi
di bawah naungan Yayasan Al-Huda Ciomas – Bogor. Mereka memiliki cara-cara
licik. Di antaranya, mengundang sebagian du’at salafiyyin dalam acara-acara
mereka untuk mengelabui umat, lantas setelah sebagian du’at salafiyyin ini
pergi maka mereka yang melanjutkan acara dengan menyampaikan
kesesatan-kesesatan mereka.
Dalam kitabnya yang berjudul Ajwibah Mutalaimah ‘ala Fatwa Lajnah Daimah.
Sumber : Majalah
al-FurQon Edisi 05 Tahun VI // Dzul-Hijjah 1427 [Januari 2007]
sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS Al Hujarat :10)
BalasHapus“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur’an supaya tampak jalan orang-orang yang salah.” (QS. al An'am : 55)
Hapus“Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran : 110)
*senyum*
Bismillah..
BalasHapusDemi Alloh, menurut saya buku tersebut [MKSS] sangat ilmiyyah..
Silakan bagi yang belum memilikinya kami harap agar berkunjung ke kantor HASMI (Harakah Sunniyyah untuk Masyarakat Islami) di Bogor untuk mendapatkan kebenaran haqiki dari sumber hukum kemurnian Islam yang insya Allohu ta'ala nantinya akan dipaparkan dengan sangat jelas dan gablang oleh tim penyusun buku [MKSS] tersebut..!!
Semoga Alloh ta'ala menunjukan kepada kita semuanya jalan-Nya yang Lurus, sirotulmustaqim..!! Aamiin