إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
“Kisah Lama” yang Menunjukkan Bagaimana Tidak Amanahnya Khowarij
Keterangan Mengenai
Pertemuan Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz Ja’far Umar Thalib di Bandung pada
tanggal 13 Februari 2007 yang diselenggarakan oleh FUUI (Forum Ulama Umat
Islam) Jawa Barat.
Menyikapi gencarnya
berita tentang perseteruan antara Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz Ja’far Umar
Thalib di mass media, maka Ustadz Athian ‘Ali sebagai ketua FUUI Jawa Barat
melalui sekretarisnya saudara Hedi Muhammad, menelpon Ustadz Ja’far Umar Thalib
memintanya untuk bersedia dipertemukan dengan Abu Bakr Ba’asyir. Maka Ustadz
Ja’far pun menyatakan kesediaannya untuk memenuhi undangan dari FUUI tersebut
dan terjadilah pertemuan yang penuh kesialan itu.
Dalam pertemuan
tersebut dihadiri oleh Ustadz Athian ‘Ali, Hedi Muhammad, Abu Bakr Ba’asyir dan
Ustadz Ja’far Umar Thalib. Ke-empat peserta pertemuan tersebut telah sepakat
untuk menjadikan pertemuan itu tertutup dari publik dan sepakat pula untuk
tidak memberitakan isi pertemuan tersebut kepada publik. Namun sebagaimana
kebiasaan seorang Hizbiy, terlebih lagi Takfiri , mempunyai mental khianat
setiap melakukan kesepakatan apapun. Dalam hal ini lakonnya hizbiy dan takfiri
adalah Abu bakr Ba’asyir, dan muncul pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
mempublikasikan berita tentang isi pertemuan tersebut di website http://swaramuslim.net
(Kasus Poso: Ba’asyir Didzalimi Jakfar Umar Thalib) dengan berbagai manipulasi
berita yang menjadi bumbu penyedap berita isi pertemuan tersebut.
Maka, dalam kesempatan
ini kami berkewajiban untuk menyuguhkan kepada kaum muslimin isi pertemuan sial
tersebut dengan sejujurnya, setelah dilansirnya berita kebohongan seputar
pertemuan tersebut oleh Abu Bakr Ba’asyir dan CS-nya. Ustadz Ja’far Umar Thalib
tidak mampu memberitakan secara lengkap isi pertemuan tersebut karena memang
pertemuan itu off the record dan sudah lewat masanya, sehingga yang bisa
diberitakan oleh beliau disini hanya sebatas apa yang sempat beliau ingat, dan
kata-kata yang disampaikan disini tidak persis seperti apa yang diucapkan dalam
pertemuan tersebut, namun maknanya kurang lebih demikian.
Pertemuan dimulai
dengan pengantar pembahasan yang disampaikan oleh moderator pertemuan tersebut
yaitu Ustadz Athian ‘Ali, dimana beliau menyatakan keresahan kaum muslimin
dengan silang pendapat yang terjadi antara Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz
Ja’far Umar Thalib didepan publik. Ustadz Athian ‘Ali mengambil kesimpulan
bahwa berbagai silang pendapat ini terjadi adalah karena majalah Risalah Mujahidin
yang diterbitkan oleh para pimpinan MMI (Majlis Mujahidin Indonesia) edisi Desember
2006, yang memberitakan,
“...Ja’far Umar Thalib di rekrut oleh DENSUS 88 dan disuruh oleh Mabes
POLRI untuk membentuk Laskar Jihad yang baru, untuk menjadi bemper segenap
operasi keamanan yang dilakukan oleh polisi khususnya yang berkenaan dengan
umat Islam. Ja’far Umar Thalib dan Laskar Jihadnya tidak pernah berperang
membela kaum muslimin di Ambon ataupun di Poso yang dilakukannya hanyalah
mejeng di kedua tempat tersebut dan menjadi kambing bego hitam bagi kepentingan
politik pemerintah…”
Maka Ustadz Athian ‘Ali
mengharapkan dalam pertemuan tersebut kiranya dapat di clear-kan pemberitaan
yang bisa memancing kemarahan Ustadz Ja’far Umar Thalib itu, ini semua
dilakukan demi menjaga kemaslahatan ummat dan menghindari kebimbangan ummat.
Kemudian dilanjutkan oleh perkataan Abu Bakr Ba’asyir yang menegaskan bahwa
dirinya tidak mengetahui kalau ternyata ada tulisan seperti itu yang dimuat
dalam majalah Risalah Mujahidin tersebut, Abu Bakr Ba’asyir menyatakan “ ...siapapun
orangnya yang dikatakan demikian pasti akan marah”. Abu Bakr Ba’asyir
mengusulkan untuk dibuatnya klarifikasi dari Ustadz Ja’far Umar Thalib di
Risalah Mujahidin sebagai hak jawab yang harus diberikan kepadanya untuk
menetralisir sebab-sebab perseteruan antara umat Islam. Setelah Ustadz Athian
‘Ali dan Abu Bakr Ba’asyir berbicara dalam pertemuan tersebut, maka Ustadz
Ja’far Umar Thalib dapat giliran untuk berbicara dan beliau menerangkan sebagai
berikut,
“Tulisan yang ada di Risalah Mujahidin edisi desember 2006 itu sesungguhnya bukan pertama kali caci-makian dan tuduhan palsu semacam itu di alamatkan kepada saya dan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Pada tahun 2000 ketika saya mendeklarasikan berdirinya laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka Abu Bakr Ba’asyir dan JI (Jama’ah Islamiyah) nya menuduh Ja’far sebagai kaki tangan CIA yang melakukan operasi intelejen terhadap umat Islam. Pada tahun 2001 majalah Media Dakwah di Jakarta yang diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, melansir wawancara dengan Adnan Arsal yang memberitakan bahwa “..Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Poso bila ada serangan Nashoro terhadap kaum muslimin, maka LJ (Laskar Jihad) sembunyi, sedangkan Mujahidin bersama kaum muslimin berperang memukul mundur serangan Nashoro itu. Dan bila para Mujahidin menang, maka segera LJ muncul dari persembunyiaannya dan menulis huruf LJ di pohon-pohon (yakni di lokasi pertempuran) untuk mengesankan bahwa yang memenangkan pertempuran itu adalah LJ”
Dan masih banyak lagi
omongan-omongan dusta yang mendiskreditkan Ja’far Umar Thalib dan Laskar Jihad
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sebagaimana kedustaan MMI yang dimuat di Risalah
Mujahidin tersebut. Semua bualan dan kedustaan gerombolan Abu Bakr Ba’asyir dan
JI nya itu tidak dianggap oleh Ja’far Umar Thalib sebagai pokok permasalahan.
Semua itu tidak mempengaruhi gerakan dakwah Salafiyyah yang –alhamdulillah-
terus dilancarkan oleh Ja’far umar Thalib dan Salafiyyin yang lainnya, bak kata
pepatah “Biar anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”.
Yang justru jadi pokok
permasalahan adalah pemahaman takfiriyah yang ditebarkan oleh Abu Bakr Ba’asyir
dikalangan umat Islam di Indonesia, pemahaman ini sangat berbahaya karena sesat
dan menyesatkan terhadap pemahaman agama umat Islam. Dimana dalam pemahaman ini
memberikan doktrinasi bahwa orang yang menentang Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya
dianggap kafir atau dianggap sebagai musuh Islam. Sehingga seorang muslim yang
telah divonis kafir itu dihalalkan darahnya (yakni boleh dibunuh dan dilukai),
dihalalkan hartanya (boleh dirampas atau dirusakkan hartanya), dihalalkan
kehormatannya (boleh dilecehkan dan dijatuhkan kehormatannya).
Atas dasar pemahaman
inilah, Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya melakukan berbagai kekacauan di Indonesia,
termasuk yang paling akhir dan paling menyakitkan adalah apa yang mereka
lakukan di Poso terhadap kaum muslimin. Dua orang muslim di Poso dibunuh oleh
anak buah Abu Bakr Ba’asyir, hanya karena dinilai keduanya itu menentang
gerakan JI, sehingga di cap sebagai Intel atau BANPOL (bantuan polisi) yang
berarti harus dikafirkan dan dihalalkan darahnya. Kemudian Abu Bakr Ba’asyir
dan JI nya berusaha melindungi 29 orang yang termasuk dalam DPO (daftar
pencarian orang) pihak POLRI dan membangkitkan semangat kaum muslimin di Poso
untuk bersedia menjadi bemper bagi ke 29 DPO tersebut dalam melancarkan
perlawanan terhadap aparat kepolisian.
Sehingga meletuslah
pertempuran antara gerombolan Abu Bakr Ba’asyir beserta JI nya melawan polisi
di Gebang Rejo Poso. Tentu kenyataan demikian ini sangat menyakitkan hati umat
Islam yang mengerti permasalahan, dan termasuk dalam hal ini yang merasa sakit
dengan kejahatan gerombolan Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya adalah Ustadz Ja’far
Umar Thalib.
Mendengar penjelasan Ustadz Ja’far Umar Thalib tersebut di atas, Abu Bakr
Ba’asyir langsung menyatakan,
“...Ja’far ini jangan hanya mengambil informasi tentang peristiwa Poso dari Jusuf Kalla atau Polisi saja, mestinya Ja’far mengambil informasi dari orang Poso asli seperti Adnan Arsal atau dari Fauzan Al Anshari, agar tidak keliru dalam menilai permasalahan di Poso..”.
Ustadz Ja’far Umar Thalib menjawab,
“Saya datang ke Jusuf Kalla ataupun Polisi bukanlah untuk mengambil
informasi, tetapi untuk menyampaikan nasihat kepada mereka, karena mereka
adalah Ulil ‘Amri dan saya adalah seorang guru agama harus menyampaikan nasehat
kepada Ulil ‘Amri. Adapun informasi tentang kejadian di Poso, saya dapatkan
langsung dari masyarakat muslimin Poso ketika saya dengan 73 murid saya tinggal
di Poso sejak tanggal 11 Desember 2006 sampai 4 Januari 2007, selama 24 hari saya
tinggal di Poso itu, saya datang ke rumah-rumah muslimin juga ke masjid-masjid
dan pasar-pasar serta ke lorong-lorong untuk mendapatkan gambaran kejelasan
tentang apa yang sedang terjadi di Poso selama ini. Dari hasil kunjungan
tersebut saya menyimpulkan bahwa Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya adalah pendusta
dan penipu yang mendustai dan menipu kaum muslimin di Indonesia dan di Poso
khususnya.”
Abu Bakr Ba’asyir menjawab,
“Apa buktinya kalau saya itu pendusta dan penipu?”
Ustadz Ja’far Umar Thalib menjawab,
“Agar kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir mengerti definisi dusta maka cobalah
kamu baca dalam muqoddimah Shohih Muslim, bahwa disana Imam Muslim meriwayatkan
bahwa Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wasallam (Ustadz Ja’far
menyebutkan lafadz haditsnya)
..Cukup seseorang itu dikatakan telah berdusta bila dia memberitakan apa saja dari apa yang dia dengar..”
..Cukup seseorang itu dikatakan telah berdusta bila dia memberitakan apa saja dari apa yang dia dengar..”
Dalam hadits ini Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wasallam mendefinisikan
orang yang berdusta itu ialah orang yang suka memberitakan tentang apa yang dia
dengar tanpa ada upaya meneliti berita itu apakah benar atau salah. Maka dalam
konteks hadits ini kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir adalah pendusta karena kamu
hanya memberitakan apa saja yang diceritakan oleh para dajjal (pendusta)
semacam Adnan Arsal ataupun Fauzan Al-Anshari, dan berita itu kamu jadikan
landasan untuk menghukumi suatu kejadian, bahkan kamu lemparkan kepada publik
tanpa kamu teliti apakah berita itu benar atau salah.
Adapun bukti bahwa kamu penipu, yakni bahwa kamu baru berteriak tentang pelanggaran HAM di Poso ketika anak buahmu kalah dalam tembak-menembak dengan aparat kepolisian, dan kamu tidak sama sekali menyinggung tentang kejahatan anak buahmu terhadap kaum muslimin di Poso yang menjadi prolog peristiwa tembak-menembak itu. Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu membunuh seorang muslim yang akan sholat dimasjid di kota Poso, hanya karena dugaan bahwa orang tersebut adalah intel polisi.!?? Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu membunuh seorang muslim yang tengah bercengkrama dengan keluarganya hanya karena orang tersebut dicurigai sebagai intel polisi…!?? Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu menteror Ustadz Lili di Poso, dengan mencoba untuk membakar mobil beliau digarasi rumahnya, hanya karena anggapanmu bahwa Ustadz tersebut adalah BANPOL..!??
Maka sungguh kamu penipu, karena kamu menutupi kebusukan perbuatan anak buahmu terhadap kaum muslimin di Poso dan kemudian meneriakkan dihadapan publik bahwa anak buahmu di aniaya oleh polisi, dan bahkan kamu menyerukan jihad melawan polisi. Seruan jihad kamu itu juga membuktikan bahwa kamu seorang takfiri, karena tidak mungkin kamu menyerukan jihad melawan polisi, kalau kamu tidak menganggap bahwa polisi itu adalah kafir musuh Islam.”
Mendengar penjelasan Ustadz Ja’far tersebut di atas, Abu Bakr Ba’asyir kemudian mengatakan,
“Saya tidak pernah menyerukan jihad, yang saya lakukan adalah memberi
peringatan kepada pemerintah bahwa jika DENSUS 88 terus-menerus menembaki kaum
muslimin di Poso, maka bisa jadi kaum muslimin akan menyerukan jihad melawan
DENSUS 88, dan saya mengutuk DENSUS 88 atas tindakannya.”
Ustadz Ja’far menjawab,
“Apapun perkataanmu, sesungguhnya kamu telah menyerukan jihad melawan
polisi, padahal kalau kamu tidak mengkafirkan mereka dan berpegang dengan
prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama’ah maka kamu akan melihat bahwa mayoritas bahwa
polisi itu adalah muslimin sebagaimana mayoritas bangsa indonesia. Namun karena
kamu bermanhaj takfiri, maka kamu menilai bahwa muslimin yang tergabung dalam
DENSUS 88 itu adalah kuffar yang harus dilawan dengan jihad. Juga kalau kamu
bermanhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah niscaya kamu tidak akan mengutuk pemerintah
dan DENSUS 88 (aparat pemerintah) meskipun berbuat dzolim sedzolim-dzolimnya.
Cobalah kamu baca bagaimana perbuatan Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang
bernama Ahmad Bin Hambal Asy-Syaibani yang terkenal dengan sebutan Imam
Hambali, dimana beliau dipenjara dan disiksa dengan sadis oleh pemerintahan Al
Ma’mun dan Al Mu’tashim serta Al Mutawakkil berturut-turut, karena dipaksa
untuk menyatakan keyakinan bahwa Al Qur’an itu adalah makhluk, padahal
keyakinan itu adalah keyakinan kufur. Imam Ahmad didalam penjara selama 2 tahun
7 bulan dan ketika dibebaskan dari penjara Imam Ahmad selalu berdoa kepada
Allah Ta’ala disetiap Qiyamul Lail untuk memintakan ampunan bagi Al Ma’mun dan
Al Mu’tashim serta Al Mutawakkil, yang sangat mendzolimi beliau.
Sempat putra Imam Ahmad menanyakan kepada beliau; “Wahai ayah, mengapa ayah mendoakan ampunan bagi orang-orang yang sangat mendzolimi ayah..?” Imam Ahmad menjawab: “Wahai anakku, seandainya Allah memberitahu aku, bahwa Allah memberi satu doa untukku yang pasti dikabulkan olehNya, niscaya aku akan menggunakan satu doa itu untuk mendoakan agar para penguasa itu dapat petunjuk dari Allah. Karena bila mereka mendapatkan petunjuk dari Allah niscaya kebaikannya untuk segenap kaum muslimin dan bila mereka dikutuk oleh Allah niscaya kejelekkannya adalah untuk segenap kaum muslimin.
Demikianlah mestinya manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam menyikapi kedzoliman pemerintah. Tidak seperti kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir, hanya karena kamu menduga bahwa pemerintah telah mendzolimi engkau, maka engkaupun mengutuknya. Dan kebiasaan mengutuk pemerintah itu adalah kebiasaan takfiri khowarij yang sesat dan menyesatkan.”
Ustadz Athian ‘Ali
ketika melihat perdebatan antara Ustadz Ja’far Umar Thalib dengan Abu bakr
Ba’asyir, akhirnya beliau menyimpulkan: “ternyata perbedaan antara Ustadz
Ja’far Umar Thalib dengan Abu Bakr Ba’asyir sangatlah mendasar. Dan berarti
kami telah keliru dalam memahami permasalahan antara kedua beliau, yang kami
duga permasalahannya itu hanya diseputar tulisan yang dilansir oleh majalah
Risalah Mujahidin itu”. Dan pertemuan pun ditutup dengan harapan kiranya
ada pertemuan lanjutan antara keduanya.
Sumber : http://alghuroba.org/front/node/r/87
Sumber : http://alghuroba.org/front/node/r/87
sungguh perbuatan anak2 asuh abu bakr baasyir ini pun t tampak dr prilakunya sebagai org2 yg menegakkan sunnah, mereka cuma teriak2 JIHAD tp yg saya lihat berangkat pun tidak, contoh kecilnya sebagian dr mereka masih merokok lha ini jihad melawan hawa nafsu aja g bisa,apa iya bisa melawan musuh sesungguhnya
BalasHapussungguh dihati mereka ada penyakit,bahkan ada yg mengucap salam aja mrk tdk menjawab
dan sy lihat mrk lebih suka bergaul dgn org2 sekuler dr pd org yg bermanhaj salaf
setuju. kebanyakan dari mereka cuma Mujahidin Facebook (orang yang suka teriak Jihad, tapi cuma di facebook)
Hapussekalinya jihad, yang dilawan malah polisi yang masih sama-sama Muslim, tapi baru-baru ini ada foto yang memperlihatkan mereka (murid ba'asyir) duduk-duduk bareng sama polisi, padahal sebelumnya mereka bilang kalu polisi itu anshorut thoghut.
ada sebuah pesantren milik anak ba'asyir yang selalu mengatakan bahwa pemerintah indonesia itu pemerintahan kafir, tapi ketika pesantrennya mau digrebek polisi, dia malah minta perlindungan sama pemerintah. *glek*
apalagi ba'asyir, katanya berhukum dg selain hukum Alloh itu (langsung divonis) kafir, tapi ketika di penjara, dia minta dibebasin dg nyewa pengacara. hahaha
Allohu yahdiihim...
BalasHapus