Pages

Selasa, 07 Agustus 2012

Pertemuan Abu Bakar Ba'asyir dengan Ustadz Ja'far Umar Tholib



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار


“Kisah Lama” yang Menunjukkan Bagaimana Tidak Amanahnya Khowarij

Keterangan Mengenai Pertemuan Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz Ja’far Umar Thalib di Bandung pada tanggal 13 Februari 2007 yang diselenggarakan oleh FUUI (Forum Ulama Umat Islam) Jawa Barat.

Menyikapi gencarnya berita tentang perseteruan antara Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz Ja’far Umar Thalib di mass media, maka Ustadz Athian ‘Ali sebagai ketua FUUI Jawa Barat melalui sekretarisnya saudara Hedi Muhammad, menelpon Ustadz Ja’far Umar Thalib memintanya untuk bersedia dipertemukan dengan Abu Bakr Ba’asyir. Maka Ustadz Ja’far pun menyatakan kesediaannya untuk memenuhi undangan dari FUUI tersebut dan terjadilah pertemuan yang penuh kesialan itu.

Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Ustadz Athian ‘Ali, Hedi Muhammad, Abu Bakr Ba’asyir dan Ustadz Ja’far Umar Thalib. Ke-empat peserta pertemuan tersebut telah sepakat untuk menjadikan pertemuan itu tertutup dari publik dan sepakat pula untuk tidak memberitakan isi pertemuan tersebut kepada publik. Namun sebagaimana kebiasaan seorang Hizbiy, terlebih lagi Takfiri , mempunyai mental khianat setiap melakukan kesepakatan apapun. Dalam hal ini lakonnya hizbiy dan takfiri adalah Abu bakr Ba’asyir, dan muncul pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mempublikasikan berita tentang isi pertemuan tersebut di website http://swaramuslim.net (Kasus Poso: Ba’asyir Didzalimi Jakfar Umar Thalib) dengan berbagai manipulasi berita yang menjadi bumbu penyedap berita isi pertemuan tersebut.


Maka, dalam kesempatan ini kami berkewajiban untuk menyuguhkan kepada kaum muslimin isi pertemuan sial tersebut dengan sejujurnya, setelah dilansirnya berita kebohongan seputar pertemuan tersebut oleh Abu Bakr Ba’asyir dan CS-nya. Ustadz Ja’far Umar Thalib tidak mampu memberitakan secara lengkap isi pertemuan tersebut karena memang pertemuan itu off the record dan sudah lewat masanya, sehingga yang bisa diberitakan oleh beliau disini hanya sebatas apa yang sempat beliau ingat, dan kata-kata yang disampaikan disini tidak persis seperti apa yang diucapkan dalam pertemuan tersebut, namun maknanya kurang lebih demikian.


Pertemuan dimulai dengan pengantar pembahasan yang disampaikan oleh moderator pertemuan tersebut yaitu Ustadz Athian ‘Ali, dimana beliau menyatakan keresahan kaum muslimin dengan silang pendapat yang terjadi antara Abu Bakr Ba’asyir dengan Ustadz Ja’far Umar Thalib didepan publik. Ustadz Athian ‘Ali mengambil kesimpulan bahwa berbagai silang pendapat ini terjadi adalah karena majalah Risalah Mujahidin yang diterbitkan oleh para pimpinan MMI (Majlis Mujahidin Indonesia) edisi Desember 2006, yang memberitakan,
“...Ja’far Umar Thalib di rekrut oleh DENSUS 88 dan disuruh oleh Mabes POLRI untuk membentuk Laskar Jihad yang baru, untuk menjadi bemper segenap operasi keamanan yang dilakukan oleh polisi khususnya yang berkenaan dengan umat Islam. Ja’far Umar Thalib dan Laskar Jihadnya tidak pernah berperang membela kaum muslimin di Ambon ataupun di Poso yang dilakukannya hanyalah mejeng di kedua tempat tersebut dan menjadi kambing bego hitam bagi kepentingan politik pemerintah…”

Maka Ustadz Athian ‘Ali mengharapkan dalam pertemuan tersebut kiranya dapat di clear-kan pemberitaan yang bisa memancing kemarahan Ustadz Ja’far Umar Thalib itu, ini semua dilakukan demi menjaga kemaslahatan ummat dan menghindari kebimbangan ummat. Kemudian dilanjutkan oleh perkataan Abu Bakr Ba’asyir yang menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui kalau ternyata ada tulisan seperti itu yang dimuat dalam majalah Risalah Mujahidin tersebut, Abu Bakr Ba’asyir menyatakan “ ...siapapun orangnya yang dikatakan demikian pasti akan marah”. Abu Bakr Ba’asyir mengusulkan untuk dibuatnya klarifikasi dari Ustadz Ja’far Umar Thalib di Risalah Mujahidin sebagai hak jawab yang harus diberikan kepadanya untuk menetralisir sebab-sebab perseteruan antara umat Islam. Setelah Ustadz Athian ‘Ali dan Abu Bakr Ba’asyir berbicara dalam pertemuan tersebut, maka Ustadz Ja’far Umar Thalib dapat giliran untuk berbicara dan beliau menerangkan sebagai berikut,

“Tulisan yang ada di Risalah Mujahidin edisi desember 2006 itu sesungguhnya bukan pertama kali caci-makian dan tuduhan palsu semacam itu di alamatkan kepada saya dan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Pada tahun 2000 ketika saya mendeklarasikan berdirinya laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka Abu Bakr Ba’asyir dan JI (Jama’ah Islamiyah) nya menuduh Ja’far sebagai kaki tangan CIA yang melakukan operasi intelejen terhadap umat Islam. Pada tahun 2001 majalah Media Dakwah di Jakarta yang diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, melansir wawancara dengan Adnan Arsal yang memberitakan bahwa “..Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Poso bila ada serangan Nashoro terhadap kaum muslimin, maka LJ (Laskar Jihad) sembunyi, sedangkan Mujahidin bersama kaum muslimin berperang memukul mundur serangan Nashoro itu. Dan bila para Mujahidin menang, maka segera LJ muncul dari persembunyiaannya dan menulis huruf LJ di pohon-pohon (yakni di lokasi pertempuran) untuk mengesankan bahwa yang memenangkan pertempuran itu adalah LJ”


Dan masih banyak lagi omongan-omongan dusta yang mendiskreditkan Ja’far Umar Thalib dan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sebagaimana kedustaan MMI yang dimuat di Risalah Mujahidin tersebut. Semua bualan dan kedustaan gerombolan Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya itu tidak dianggap oleh Ja’far Umar Thalib sebagai pokok permasalahan. Semua itu tidak mempengaruhi gerakan dakwah Salafiyyah yang –alhamdulillah- terus dilancarkan oleh Ja’far umar Thalib dan Salafiyyin yang lainnya, bak kata pepatah “Biar anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”.

Yang justru jadi pokok permasalahan adalah pemahaman takfiriyah yang ditebarkan oleh Abu Bakr Ba’asyir dikalangan umat Islam di Indonesia, pemahaman ini sangat berbahaya karena sesat dan menyesatkan terhadap pemahaman agama umat Islam. Dimana dalam pemahaman ini memberikan doktrinasi bahwa orang yang menentang Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya dianggap kafir atau dianggap sebagai musuh Islam. Sehingga seorang muslim yang telah divonis kafir itu dihalalkan darahnya (yakni boleh dibunuh dan dilukai), dihalalkan hartanya (boleh dirampas atau dirusakkan hartanya), dihalalkan kehormatannya (boleh dilecehkan dan dijatuhkan kehormatannya).

Atas dasar pemahaman inilah, Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya melakukan berbagai kekacauan di Indonesia, termasuk yang paling akhir dan paling menyakitkan adalah apa yang mereka lakukan di Poso terhadap kaum muslimin. Dua orang muslim di Poso dibunuh oleh anak buah Abu Bakr Ba’asyir, hanya karena dinilai keduanya itu menentang gerakan JI, sehingga di cap sebagai Intel atau BANPOL (bantuan polisi) yang berarti harus dikafirkan dan dihalalkan darahnya. Kemudian Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya berusaha melindungi 29 orang yang termasuk dalam DPO (daftar pencarian orang) pihak POLRI dan membangkitkan semangat kaum muslimin di Poso untuk bersedia menjadi bemper bagi ke 29 DPO tersebut dalam melancarkan perlawanan terhadap aparat kepolisian.

Sehingga meletuslah pertempuran antara gerombolan Abu Bakr Ba’asyir beserta JI nya melawan polisi di Gebang Rejo Poso. Tentu kenyataan demikian ini sangat menyakitkan hati umat Islam yang mengerti permasalahan, dan termasuk dalam hal ini yang merasa sakit dengan kejahatan gerombolan Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya adalah Ustadz Ja’far Umar Thalib.

Mendengar penjelasan Ustadz Ja’far Umar Thalib tersebut di atas, Abu Bakr Ba’asyir langsung menyatakan,

“...Ja’far ini jangan hanya mengambil informasi tentang peristiwa Poso dari Jusuf Kalla atau Polisi saja, mestinya Ja’far mengambil informasi dari orang Poso asli seperti Adnan Arsal atau dari Fauzan Al Anshari, agar tidak keliru dalam menilai permasalahan di Poso..”.


Ustadz Ja’far Umar Thalib menjawab,
“Saya datang ke Jusuf Kalla ataupun Polisi bukanlah untuk mengambil informasi, tetapi untuk menyampaikan nasihat kepada mereka, karena mereka adalah Ulil ‘Amri dan saya adalah seorang guru agama harus menyampaikan nasehat kepada Ulil ‘Amri. Adapun informasi tentang kejadian di Poso, saya dapatkan langsung dari masyarakat muslimin Poso ketika saya dengan 73 murid saya tinggal di Poso sejak tanggal 11 Desember 2006 sampai 4 Januari 2007, selama 24 hari saya tinggal di Poso itu, saya datang ke rumah-rumah muslimin juga ke masjid-masjid dan pasar-pasar serta ke lorong-lorong untuk mendapatkan gambaran kejelasan tentang apa yang sedang terjadi di Poso selama ini. Dari hasil kunjungan tersebut saya menyimpulkan bahwa Abu Bakr Ba’asyir dan JI nya adalah pendusta dan penipu yang mendustai dan menipu kaum muslimin di Indonesia dan di Poso khususnya.”


Abu Bakr Ba’asyir menjawab,
“Apa buktinya kalau saya itu pendusta dan penipu?”


Ustadz Ja’far Umar Thalib menjawab,
“Agar kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir mengerti definisi dusta maka cobalah kamu baca dalam muqoddimah Shohih Muslim, bahwa disana Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wasallam (Ustadz Ja’far menyebutkan lafadz haditsnya)

..Cukup seseorang itu dikatakan telah berdusta bila dia memberitakan apa saja dari apa yang dia dengar..”

Dalam hadits ini Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wasallam mendefinisikan orang yang berdusta itu ialah orang yang suka memberitakan tentang apa yang dia dengar tanpa ada upaya meneliti berita itu apakah benar atau salah. Maka dalam konteks hadits ini kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir adalah pendusta karena kamu hanya memberitakan apa saja yang diceritakan oleh para dajjal (pendusta) semacam Adnan Arsal ataupun Fauzan Al-Anshari, dan berita itu kamu jadikan landasan untuk menghukumi suatu kejadian, bahkan kamu lemparkan kepada publik tanpa kamu teliti apakah berita itu benar atau salah.

Adapun bukti bahwa kamu penipu, yakni bahwa kamu baru berteriak tentang pelanggaran HAM di Poso ketika anak buahmu kalah dalam tembak-menembak dengan aparat kepolisian, dan kamu tidak sama sekali menyinggung tentang kejahatan anak buahmu terhadap kaum muslimin di Poso yang menjadi prolog peristiwa tembak-menembak itu. Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu membunuh seorang muslim yang akan sholat dimasjid di kota Poso, hanya karena dugaan bahwa orang tersebut adalah intel polisi.!?? Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu membunuh seorang muslim yang tengah bercengkrama dengan keluarganya hanya karena orang tersebut dicurigai sebagai intel polisi…!?? Apakah tidak melanggar HAM ketika anak buahmu menteror Ustadz Lili di Poso, dengan mencoba untuk membakar mobil beliau digarasi rumahnya, hanya karena anggapanmu bahwa Ustadz tersebut adalah BANPOL..!??

Maka sungguh kamu penipu, karena kamu menutupi kebusukan perbuatan anak buahmu terhadap kaum muslimin di Poso dan kemudian meneriakkan dihadapan publik bahwa anak buahmu di aniaya oleh polisi, dan bahkan kamu menyerukan jihad melawan polisi. Seruan jihad kamu itu juga membuktikan bahwa kamu seorang takfiri, karena tidak mungkin kamu menyerukan jihad melawan polisi, kalau kamu tidak menganggap bahwa polisi itu adalah kafir musuh Islam.”


Mendengar penjelasan Ustadz Ja’far tersebut di atas, Abu Bakr Ba’asyir kemudian mengatakan,
“Saya tidak pernah menyerukan jihad, yang saya lakukan adalah memberi peringatan kepada pemerintah bahwa jika DENSUS 88 terus-menerus menembaki kaum muslimin di Poso, maka bisa jadi kaum muslimin akan menyerukan jihad melawan DENSUS 88, dan saya mengutuk DENSUS 88 atas tindakannya.”


Ustadz Ja’far menjawab,
“Apapun perkataanmu, sesungguhnya kamu telah menyerukan jihad melawan polisi, padahal kalau kamu tidak mengkafirkan mereka dan berpegang dengan prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama’ah maka kamu akan melihat bahwa mayoritas bahwa polisi itu adalah muslimin sebagaimana mayoritas bangsa indonesia. Namun karena kamu bermanhaj takfiri, maka kamu menilai bahwa muslimin yang tergabung dalam DENSUS 88 itu adalah kuffar yang harus dilawan dengan jihad. Juga kalau kamu bermanhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah niscaya kamu tidak akan mengutuk pemerintah dan DENSUS 88 (aparat pemerintah) meskipun berbuat dzolim sedzolim-dzolimnya. Cobalah kamu baca bagaimana perbuatan Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bernama Ahmad Bin Hambal Asy-Syaibani yang terkenal dengan sebutan Imam Hambali, dimana beliau dipenjara dan disiksa dengan sadis oleh pemerintahan Al Ma’mun dan Al Mu’tashim serta Al Mutawakkil berturut-turut, karena dipaksa untuk menyatakan keyakinan bahwa Al Qur’an itu adalah makhluk, padahal keyakinan itu adalah keyakinan kufur. Imam Ahmad didalam penjara selama 2 tahun 7 bulan dan ketika dibebaskan dari penjara Imam Ahmad selalu berdoa kepada Allah Ta’ala disetiap Qiyamul Lail untuk memintakan ampunan bagi Al Ma’mun dan Al Mu’tashim serta Al Mutawakkil, yang sangat mendzolimi beliau.

Sempat putra Imam Ahmad menanyakan kepada beliau; “Wahai ayah, mengapa ayah mendoakan ampunan bagi orang-orang yang sangat mendzolimi ayah..?” Imam Ahmad menjawab: “Wahai anakku, seandainya Allah memberitahu aku, bahwa Allah memberi satu doa untukku yang pasti dikabulkan olehNya, niscaya aku akan menggunakan satu doa itu untuk mendoakan agar para penguasa itu dapat petunjuk dari Allah. Karena bila mereka mendapatkan petunjuk dari Allah niscaya kebaikannya untuk segenap kaum muslimin dan bila mereka dikutuk oleh Allah niscaya kejelekkannya adalah untuk segenap kaum muslimin.

Demikianlah mestinya manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam menyikapi kedzoliman pemerintah. Tidak seperti kamu wahai Abu Bakr Ba’asyir, hanya karena kamu menduga bahwa pemerintah telah mendzolimi engkau, maka engkaupun mengutuknya. Dan kebiasaan mengutuk pemerintah itu adalah kebiasaan takfiri khowarij yang sesat dan menyesatkan.”


Ustadz Athian ‘Ali ketika melihat perdebatan antara Ustadz Ja’far Umar Thalib dengan Abu bakr Ba’asyir, akhirnya beliau menyimpulkan: “ternyata perbedaan antara Ustadz Ja’far Umar Thalib dengan Abu Bakr Ba’asyir sangatlah mendasar. Dan berarti kami telah keliru dalam memahami permasalahan antara kedua beliau, yang kami duga permasalahannya itu hanya diseputar tulisan yang dilansir oleh majalah Risalah Mujahidin itu”. Dan pertemuan pun ditutup dengan harapan kiranya ada pertemuan lanjutan antara keduanya.


Sumber :
http://alghuroba.org/front/node/r/87
Top of Form

3 komentar:

  1. sungguh perbuatan anak2 asuh abu bakr baasyir ini pun t tampak dr prilakunya sebagai org2 yg menegakkan sunnah, mereka cuma teriak2 JIHAD tp yg saya lihat berangkat pun tidak, contoh kecilnya sebagian dr mereka masih merokok lha ini jihad melawan hawa nafsu aja g bisa,apa iya bisa melawan musuh sesungguhnya
    sungguh dihati mereka ada penyakit,bahkan ada yg mengucap salam aja mrk tdk menjawab
    dan sy lihat mrk lebih suka bergaul dgn org2 sekuler dr pd org yg bermanhaj salaf

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju. kebanyakan dari mereka cuma Mujahidin Facebook (orang yang suka teriak Jihad, tapi cuma di facebook)

      sekalinya jihad, yang dilawan malah polisi yang masih sama-sama Muslim, tapi baru-baru ini ada foto yang memperlihatkan mereka (murid ba'asyir) duduk-duduk bareng sama polisi, padahal sebelumnya mereka bilang kalu polisi itu anshorut thoghut.

      ada sebuah pesantren milik anak ba'asyir yang selalu mengatakan bahwa pemerintah indonesia itu pemerintahan kafir, tapi ketika pesantrennya mau digrebek polisi, dia malah minta perlindungan sama pemerintah. *glek*

      apalagi ba'asyir, katanya berhukum dg selain hukum Alloh itu (langsung divonis) kafir, tapi ketika di penjara, dia minta dibebasin dg nyewa pengacara. hahaha

      Hapus
  2. Allohu yahdiihim...

    BalasHapus