إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Pada kesempatan kali ini kita ingin membahas
tentang penyebab dominan timbulnya kesyirikan di tengah-tengah umat manusia. Di
antaranya yaitu pengkultusan terhadap kuburan nenek moyang dan orang sholih dan
yang di anggap sholih. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma ketika menafsirkan firman Allah azza wa jalla,
وَقَالُوا لَا
تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ
وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.”
(QS. Nuh : 23)
Ini adalah nama orang-orang sholih dari kaum
nabi Nuh ‘alaihis salam. Tatkala mereka meninggal, setan mewahyukan
kepada kaum mereka untuk membuat patung di tempat-tempat duduk mereka. Lalu
mereka menamai patung-patung tersebut sesuai dengan nama-nama mereka. Pada
awalnya patung-patung itu masih belum disembah, sampai ketika mereka
(orang-orang yang membuatnya) meninggal dan disertai dengan terhapusnya ilmu,
lalu kaum yang datang kemudian menyembahnya. [1]
Diantara sebab yang membawa kaum yang kita
sebutkan di atas kepada pengkultusan kuburan:
1.
Meninggikan kuburan lebih dari satu jengkal
Sebagian kaum muslimin meninggikan kubur
melebihi dari hal yang dibolehkan agama. Hal ini mungkin disebabkan karena
mereka belum memahami tuntunan agama atau karena ada unsur lain seperti ingin
menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.
Dari Abu Hayyaaj al-Asady, ia berkata, Berkata
kepadaku Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, “Maukah engkau aku
utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah
patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan
kecuali engkau datarkan.” (HR. Muslim)
Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata: Aku
pernah bersama Fudholah bin Ubaid di negeri Romawi ‘Barudis’. Lalu meninggal
salah seorang teman kami. Maka Fudholah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya.
Kemudian ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyuruh untuk mendatarkannya.” (HR. Muslim)
2.
Menembok dan mencat kuburan
Di antara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada
sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan. Di samping hal
tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu
yang tidak ada manfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya
orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka menganggap kuburan tersebut
memiliki berkah dan sakti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah melarang dengan tegas menembok dan mencat kuburan dalam sabda beliau,
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencat kubur,
duduk diatasnya dan membangun di atasnya.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits
tersebut adalah umum, sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan
rumah untuk kuburan dengan biaya banyak sebagaimana telah dilakukan sebagian
orang-orang yang jahil.
Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullah: “Aku
melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut.”[2]
Al-Manawy berkata: “Kebanyakan ulama Syafi’iyyah
berfatwa tentang wajibnya menghancurkan segala bangunan di Qorofah (tanah
pekuburan) sekali pun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh
sebagian penguasa.”[3]
3.
Membangun rumah untuk kuburan.
Sebagian orang ada pula yang mambangunkan rumah
untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. Ini adalah salah satu
bentuk penyia-nyiaan dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal
tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan nyaman dalam kuburnya.
Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali
amalan sendiri, walau seindah apa pun kuburan seseorang tersebut.
Ibnu Umar melihat sebuah tenda di atas kubur
Abdurrahman. Maka ia berkata: “Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak
muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya.”[4]
4.
Duduk dan makan di kuburan.
Bentuk lain yang merupakan jalan membawa kepada
pengkultusan kuburan adalah kebiasaan sebagian orang mendatangi kuburan pada
momen-momen tertentu. Seperti mau masuk bulan suci Ramadhan, Lebaran atau masa
setelah panen. Mereka berbondong-bondong ke kuburan dengan membawa tikar dan
makanan. Lalu sesampai di kuburan membentangkan tikar dan duduk bersama-sama.
Dilanjutkan dengan rangkaian acara tahlilan dan do’a setelah itu ditutup acara
makan bersama. Jika hal tersebut kita timbang dengan ajaran Islam yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh sangat
bertolak belakang sama sekali.
Jangankan untuk tahlilan dan makan bersama,
duduk saja tidak diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berikut ini,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh
salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus
ke kulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim)
Kiranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam di atas amat jelas bagi orang yang hatinya mau menerima nasihat.
Adapun orang yang mata hatinya sudah tertutup oleh Allah azza wa jalla dari
menerima petunjuk, niscaya ia akan berupaya mencari-cari alasan untuk
menolaknya.
5.
Membaca al-Qur’an di kuburan
Sebagian orang ada yang berpandangan adanya keutamaan
membaca al Qur’an ketika berziarah kubur seperti membaca al-Fatihah, al-Ikhlas
atau Yaasiin, dan yang lain-lain. Bahkan ada yang menyewa orang lain khusus
untuk membaca dan mengkhatamkan al Qur’an di kuburan keluarganya pada hari-hari
tertentu. Hal tersebut tidak pernah dianjurkan dalam agama ini.
Yang dianjurkan ketika berziarah kubur hanyalah
membaca do’a ziarah kubur. Berbeda dengan orang yang suka melakukan hal-hal
yang baik menurut pikiran dan perkiraan mereka semata. Tetapi tidak baik
menurut Allah azza wa jalla karena hal tersebut merupakan perkara ibadah yang
tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama. Kalau seandainya hal tersebut baik,
pastilah Allah azza wa jalla memerintahkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para sahabat untuk melakukannya. Apakah kita lebih
tahu dari Allah azza wa jalla tentang hal yang baik?!
قُلْ أَأَنتُمْ
أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ
“Katakanlah apakah kamu yang lebih mengetahui
ataukah Allah.” (QS. Al-Baqarah : 140)
Adapun hadits-hadits yang dijadikan pegangan
oleh sebagian orang dalam hal ini seperti hadits,
“Barangsiapa yang mendatangi kuburan lalu
membaca surat Yasin, niscaya Allah akan meringankan adzab terhadap mereka pada
waktu dan akan menjadikan dengan bilangan hurufnya kebaikan.”[5]
Ketahuilah bahwa ini adalah hadits Maudhu’
(palsu).
Demikian pula hadits: “Barangsiapa yang
melewati kuburan maka ia membaca surat al Ikhlas sebelas kali…”[6]
6.
Shalat dan berdo’a di kuburannya
Keyakinan lainnya yang amat aneh adalah
pendapat yang mengatakan bahwa shalat dan berdo’a di kuburan jauh lebih baik
daripada di masjid, bahkan berasumsi lebih cepat dikabulkan. Yang lebih celaka
lagi adalah meminta kepada si penghuni kubur. Ini sudah merupakan kesyirikan
yang serupa dan telah diperbuat oleh umat jahiliyyah dahulu. Jangankan untuk
shalat di kuburan, shalat mengarah ke kuburan saja sudah haram hukumnya.
Maksudnya, syari’at Islam tidak membolehkan
sholat di tempat yang pada arah kiblatnya terdapat kuburan, lebih-lebih shalat
di tempat yang sekelilingnya kuburan. Di antara perbuatan dalam shalat adalah
duduk, maka duduk pun dilarang di kuburan. Maksudnya di tempat tanah pekuburan,
meskipun tidak persis di atas kuburan. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
Dari Abu Martsid al-Ghanawy radhiyallahu
‘anhu berkata: “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Janganlah
kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadapnya.” (HR. Muslim)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Setan
memiliki cara yang amat halus dalam menyesatkan manusa. Pertama ia mengajak
untuk berdoa di kuburan. Maka orang tersebut berdoa dengan khusyuk dan tunduk
sepenuh hati serta merasa lemah tidak berdaya. Maka Allah mengabulkan
permintaannya lantaran apa yang terdapat dalam hatinya bukan karena kuburan.
Seandainya dia berdoa seperti itu ditempat-tempat yang kotor sekalipun tentu
Allah akan mengabulkan doanya. Lalu orang bodoh mengira bahwa itu adalah karena
kuburan. Ketahuilah Allah azza wa jalla mengabulkan doa orang yang dalam
kesulitan sekalipun orang kafir. Dan bukanlah setiap orang yang dikabulkan
doanya berarti ia diridhoi dan dicintai Allah azza wa jalla atas perbuatannya.
Sesungguhnya Allah azza wa jalla mengabulkan doa orang yang baik dan orang yang
berdosa, orang mukmin dan orang kafir. Sebagian manusia berdoa dengan hal yang
melampaui batas dan sesuatu yang dilarang, namun hal tersebut terkabul, maka ia
mengira bahwa perbuatannya tersebut baik.” [7]
Tatkala setan berhasil mempengaruhi manusia
dengan berasumsi bahwa berdoa di kuburan lebih baik daripada berdoa di kuburan
di masjid dan di rumahnya. Setan memindahkannya kepada tingkat yang berikutnya
yaitu bertawassul dengan orang mati, hal ini lebih berbahaya daripada hal yang
sebelumnya.[8]
Tatkala setan berhasil pula mempengaruhi
manusia bahwa bertawassul dengan orang mati lebih cepat terkabulkan
permintaannya. Setelah itu, setan memindahkannya pada tingkat berikutnya, yaitu
meminta kepada orang mati itu sendiri. Kemudian menjadikan kuburannya sebagai
sesembahan dan tempat yang meminta. Lalu dinyalakan lampu disekelilingnya dan
diberi kelambu, kemudian dilanjutkan membangun masjid diatasnya. Lalu sholawat,
thowaf, menciumnya serta berhaji dan menyembelih hewan di sisinya. Kemudian
berlanjut lagi pada tingkat berikutnya yaitu dengan mengajak manusia untuk
menyembahnya dan menjadikan sebagai tempat perayaan dan manasik. Mereka
meyakini bahwa hal itu lebih bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka.”[9]
7.
Membangun masjid dekat kuburan atau mengubur mayat di
pekarangan masjid
Sebagian orang telah terjerumus ke dalam
kebiasaan Ahli Kitab, mereka membangun masjid dekat kuburan orang-orang yang
mereka anggap sholih. Atau menguburkannya di pekarangan masjid. Padahal
larangan terhadap perkara tersebut dengan tegas telah dijelaskan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam,
Dari Jundub ia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lima hari sebelum
beliau wafat, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan
para nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Janganlah
kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari
hal itu.” (HR. Muslim)
Dalam sabda beliau yang lain,
Dari Aisyah radhiyallohu ‘anha bahwa
Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habasyah, yang diberi nama gereja Maria.
Ia menceritakan bahwa ia melihat lukisan di dalamnya. Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Mereka adalah kaum yang bila meninggal
seorang yang sholih di kalangan mereka, mereka membangun masjid di atas
kuburannya dan membuat lukisan-lukisan tersebut di dalamnya. Mereka adalah
makhluk yang paling jelek di sisi Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari kedua hadits diatas sangat jelas menegaskan
tentang haramnya membangun masjid di atas tanah pekuburan. Barangsiapa
melakukannya maka ia telah melanggar larangan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Jundub radhiyallahu
‘anhu.
Orang yang melakukannya adalah makhluk yang
paling jelek disisi Allah azza wa jalla sebagaimana dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha. Bahkan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melaknat orang yang membangun masjid di atas tanah
kuburan. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu
‘anha dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma saat detik-detik terakhir
dari kehidupan beliau,
Dari Aisyah dan Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhum, keduanya berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
semakin merasakan sakit, beliau menutup mukanya dengan bajunya. Apabila
sakitnya agak berkurang beliau membuka mukanya. Dalam kondisi seperti itu
beliau bersabda: “Laknat Allah lah di atas orang Yahudi dan Nasrani yang
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memperingatkan terhadap apa yang mereka perbuat. Di antara
hikmahnya kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal
tersebut saat beliau akan wafat ialah agar umat ini jangan meniru apa yang
dilakukan orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Kuburan para nabi saja tidak boleh
dijadikan masjid, apalagi kuburan selainnya!!
Dalam riwayat lain Aisyah radhiyallahu ‘anha
menyebutkan,
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam waktu sakit yang beliau
yang wafat padanya: “Allah melaknat orang Yahudi dan Nasrani karena
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid. Berkata Aisyah radhiyallahu
‘anha, kalau bukan karena itu tentulah mereka (para sahabat) menjadikan di
tempat kuburannya, melainkan aku takut akan dijadikan masjid.” (HR.
Al-Bukhari)
Hadits ini adalah diantara hadits-hadits yang
terakhir yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hidup
beliau. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang suka berkelit bahwa hadits
tersebut mansukh. Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan di
antara hikmah dikuburnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
rumah beliau yaitu agar orang tidak mengkultuskan kuburan beliau.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya
larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan kuburannya dan kuburannya
lainnya sebagai masjid karena khawatir timbulnya fitnah. Karena hal tersebut
bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana telah terjadi pada kebanyakan
umat-umat yang lalu.”[10]
8.
Bertawasul dan beristighotsah dengan orang yang sudah mati
Ketika sebagian kaum muslimin tidak
mengindahkan berbagai nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang
telah dijelaskan di atas, lalu setan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang
membawa kepada kesyirikan. Sehingga sebagian orang yang telah memaknai lain
terhadap kuburan. Mereka menjadikan kuburan sebagai mediator untuk berdoa,
mereka bertawassul dan beristighotsah dengan orang mati.
Pada hakikatnya bertawassul itu terbagi kepada
beberapa bentuk. Ada yang diperbolehkan dan ada pula yang terlarang. Yang
dibolehkan adalah bertawassul dengan nama dan sifat-sifat Allah azza wa jalla,
bertawassul dengan amal sholih dan bertawassul dengan doa orang yang sholih
yang hidup lagi hadir. Yang terlarang adalah bertawassul dengan dzat dan Jaah
(kedudukan) orang sholih, bertawassul dengan orang sholih yang hidup tetapi
tidak hadir dan bertawassul dengan orang yang sudah mati.
Sebagian orang yang memahami dan mengira bahwa
kehidupan para Nabi, orang yang mati syahid dan orang-orang sholih di alam
Barzakh sama seperti kehidupan mereka di alam dunia. Mereka mengira bahwa Nabi
atau orang sholih tersebut dapat mendengar doa mereka. Sehingga ketika mereka
ditimpa masalah, mereka mendatangi kuburan para wali dengan maksud agar dibantu
mencarikan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Ada yang
meminta jodoh, pekerjaan, dimudakan usahanya, disembuhkan penyakitnya dan
seterusnya. Jangankan setelah kematian para wali tersebut, sewaktu hidupnya
saja para wali tersebut tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Jika minta
kekayaan kepada mereka, sewaktu hidupnya saja walinya mengumpulkan sedekah dari
murid-muridnya. Jika minta disembuhkan dari penyakit, wali itu sendiri tidak
mampu menyembuhkan penyakitnya sampai dirinya meninggal.
Kenapa kita tidak secara langsung meminta
kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Kaya lagi Maha dekat dan
Maha sempurna dalam segala sifat-sifatnya yang mulia. Sedangkan selain Allah
azza wa jalla adalah makhluk yang memiliki kekurangan dan kelemahan dalam
berbagai segi. Ia tidak dapat mendengar dari jarak jauh, apalagi setelah mati.
Jika ia memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain, maka sungguh amat
terbatas kualitas dan kuantitasnya. Adapun Allah Yang Maha Kaya mampu memberi
segala apa yang diminta oleh hamba-Nya dan berapapun jumlahnya.
Kehidupan para Nabi dan Syuhada’ di alam
barzakh adalah kehidupan yang amat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Tidak
ada yang mengetahui kondisi dan hakikatnya. Maka tidak boleh meng-qiaskan
antara kehidupan alam barzakh dengan kehidupan alam dunia ini. Sebagaimana
firman Allah azza wa jalla,
وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
“Dan akan tetapi kalian tidak menyadarinya.” (QS. al-Baqarah
: 154)
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa kalian
tidakah mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya melalui panca indra. Karena
hanya Allah azza wa jall yang mengetahui hakikat kehidupan mereka para syuhada’
tersebut.
Tidak pernah kita temukan pada kehidupan para
sahabat bahwa mereka bertawassul dan beristighotsah dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam apalagi dengan para sahabat yang telah meninggal.
Sekalipun di antara mereka yang meninggal tersebut ada yang dijamin masuk surga
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula jika kita
melihat doa-doa mustajab yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada sahabat beliau radhiyallahu ‘anhuma, tidak ada
satupun dijumpai yang berkonteks tawassul dan beristighotsah dengan orang mati.
Jangankan untuk mengetahui kebutuhan orang
lain, kelanjutan dari perjalanan hidup mereka sendiri setelah mati dan kapan
dibangkitkan saja mereka tidak tahu. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla,
وَالَّذِينَ
يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُون أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ ۖ
وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ َ
“Dan orang-orang yang mereka seru selain Allah,
tidak menciptakan sesuatu apapun , sedangkan mereka sendiri diciptakan!
Orang-orang mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah mereka akan
dibangkitkan.” (QS. an-Nahl : 20-21)
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا
اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ
يُبْعَثُونَ
“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit
dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghoib kecuali Allah, dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml : 65)
Adapun dalil-dalil yang menyebutkan tentang si
mayat dapat mendengar langkah orang yang mengantarkannya ke kubur tidak lah
menunjukkan bahwa ia mendengar selama-lamanya. Namun pada hanya saat itu saja
dan yang dapat ia dengar hanyalah suara langkah saja tidak semua apa yang ada
di atas dunia. Kalau tidak demikian tentu mereka juga tersiksa dengan suara
petir, hujan, angin kencang, suara binatang dan serangga yang ada di sekitar
kuburnya serta segala hal yang memekakkan di dunia ini. Wallahu A’lam.
Note:
[1] Lihat HR. al-Bukhari: 4/1873 (4636)
[2] Dinukil Imam an-Nawawi dalam Syarah
Muslim: 7/27
[3] Lihat Faidhul Qodir: 6/309
[4] Lihat HR. Bukhari: 1/457
[5] Lihat as Silsilah adh Dho’ifah:
3/397 (1246)
[6] Lihat as Silsilah adh Dho’ifah:
3/452 (1290)
[7] Lihat Ighatsatullahfaan: 1/215
[8] Lihat Ighatsatullahfaan: 1/216
[9] Lihat Ighatsatullahfaan: 1/217
[10] Lihat Syarah an-Nawawi: 5/13
Sumber : Diketik
ulang dari Majalah Al-Furqon Edisi Khusus 7 Th.ke-9 1430/2009 hal.42-46 karya: Dr.
Ali Musri Semjan Putra, M.A. hafizhahullah dengan sedikit
perubahan judul dan editing dari AHSI.
0 komentar:
Posting Komentar