إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, "Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?" .
Beliau rahimahullah
menjawab, "Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat
tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan
murtad.
Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta'ala,
فَإِن تَابُوا
وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ
وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Jika mereka
bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui." (QS. At-Taubah : 11)
Alasan lain adalah
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Pembatas antara
seorang Muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan
shalat." (HR. Muslim [no.82])
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam juga bersabda: "Perjanjian antara kami dan mereka
(orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia
telah kafir."
Oleh karena itu,
apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia
lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah
bermanfaat pada hari Kiamat kelak.
Wallahu a'lam bish
showab.
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar