إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Sebagian ahlul ahwa wal bida'
mengklaim bahwa ilmu-ilmu Ilahi (aqidah) itu masih Ghamidhah (kabur dan tak
terpahami). Menurut mereka, tidak mungkin dimengerti kecuali melalui jalan ilmu
Mantiq dan Filsafat. Bertolak dari sinilah kemudian mereka (kaum Mu'tazilah)
sampai era sekarang mengadopsi ilmu filsafat untuk dijadikan sebagai perangkat
pendukung untuk mendalami aqidah Islam.
(Tahaful Falasifah, [84]. Nukilan dari Tanaquzhu Ahlil
Ahwa wal Bida' fil 'Aqidah, [1/103]. Penulis (Dr. 'Afaf binti Hasan bin
Muhammad Mukhtar) menyertakan ilmu filsafat sebagai sumber pengambilan hukum
ke-8 oleh kalangan ahli bid'ah).
Ilmu Filsafat tidak ada pada Generasi Salaful Ummah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahulloh
(beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad Al-Kannani Al-Asqalani, Abu Al-Fadhl,
Syihabuddin, Imam besar madzhab Syafi'iyyah, wafat 853H. Beografi lengkapnya
lihat Thabaqaat Al-Huffadz, Sadzaraat Adz-Dzahab, dan Al-Badr Ath-Thali')
menceritakan :
"Orang-orang yg muncul setelah tiga masa yg utama terlalu
berlebihan dalam kebanyakan perkara yg di ingkari oleh tokoh-tokoh generasi
Tabi'in dan generasi Tabi'ut Tabi'in. Orang-orang yg tidak merasa cukup dengan
apa yg sudah dipegangi generasi sebelumnya sehingga mencampur-adukkan perkara-perkara
agama dengan teori-teori Yunani dan menjadikan pernyataan-pernyataan kaum
Filosof sebagai sumber pijakan untuk meluruskan atsar yg berseberangan dengan
Filsafat melalui penakwilan, meskipun itu tercela. Mereka tidak berhenti sampai
disini, bahkan mereka mengklaim ilmu yg telah mereka susun adalah ilmu yg
paling mulia dan sebaiknya dimengerti." (Fathul Bari, [13/253]).
Karena itulah, kaum Mu'tazilah dan golongan yg sepemikiran dengan
mereka bertumpu kitab tafsir ma'tsur, hadits dan perkataan Salaf. Perkataan
al-Hafizh merupakan seruan yg tegas untuk berpegang teguh dengan petunjuk Salaf
dan menjauhi perkara baru yg diluncurkan oleh generasi Khalaf yg bertentangan
dengan petunjuk generasi Salaf. (Manhaj al-Hafizh Ibni Hajar fil 'Aqidah,
Muhammad Ishaq Kundu, [3/1446]).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahulloh mendudukkan, bahwa penggunaan ilmu filsafat sebagai salah satu
dasar pengambilan hukum adalah karakter orang-orang Mulhid dan ahli bid'ah.
Karena itu, terdapat pernyataan Ulama Salaf yg menghimbau umat agar Iltizam
dengan al-Qur'an dan as-Sunnah dan memperingatkan umat dari bid'ah dan ilmu
filsafat (ilmu kalam). (Majmu' Fatawa, [7/119]).
Ulama
Bicara tentang Ilmu Filsafat
Melalui ilmu filsafatlah, intervensi
pemikiran asing masuk dalam Islam. Tidaklah muncul ideologi filsafat kecuali
setelah umat Islam mengadopsi dan menerjemahkan ilmu-ilmu yg berasal dari
Yunani melalui kebijakan pemerintah dibawah kendali al-Makmun masa itu.
Imam Ibnul Jauzi Rahimahulloh
mengatakan:
"Adapun sumber intervensi pemikiran dalam ilmu dan aqidah dari
filsafat. Ada sejumlah orang dari kalangan ulama kita yg belum merasa puas
dengan apa yg telah dipegangi oleh Rasululloh, yaiv merasa cukup dengan
al-Qur'an dan as-Sunnah. Merekapun sibuk dengan mempelajari pemikiran-pemikiran
kaum filsafat. Dan selanjutnya menyelami ilmu kalam yg menyeret mereja kepada
pemikiran yg buruk yg pada gilirannya merusak aqidah." (Shaidul Khathir, [hlm.226]).
Ibnu Shalah Rahimahulloh
memvonis ilmu filsafat sebagai biang ketololan, rusaknya aqidah, kesesatan,
sumber kebingungan, kesesatan dan membangkitkan penyimpangan dan Zamdaqah
(kekufuran)." (Fatawa wa Rasail Ibnu ash Shalah, [1/209-212].
Nukilan dari Asbabul Khatha' fi Tafsir, [1/266]).
Dan masih banyak ulama yg lain yg
mencela ilmu filsafat. Wallohu A'lam.
Sumber : Ustadz Abu Minhal Hafizhahulloh.
0 komentar:
Posting Komentar