إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
(Renungan untuk para Lajang)
Siang datang bukan untuk
mengejar malam, malam tiba bukan untuk mengejar siang. Siang dan malam datang
silih berganti dan takkan pernah kembali lagi. Menanti adalah hal yang paling membosankan,
apalagi jika menanti sesuatu yang tidak pasti. Sementara waktu berjalan terus
dan usia semakin bertambah, namun satu pertanyaan yang selalu mengganggu “Kapan
aku menikah ??“
Resah dan gelisah kian
menghantui hari-harinya. Manakala usia telah melewati kepala tiga, sementara
jodoh tak kunjung datang. Apalagi jika melihat disekitarnya, semua teman-teman
seusianya, bahkan yang lebih mudah darinya telah naik ke pelaminan atau sudah
memiliki keturunan.
Baginya, ini suatu
kenyataan yang menyakitkan sekaligus membingungkan. Menyakitkan tatkala
masyarakat memberinya gelar sebagai “bujang lapuk”, ”perawan tua” atau “tidak
laku“. Membingungkan tatkala tidak ada yang mau peduli dan ambil pusing dengan
masalah yang tengah dihadapinya.
Apalagi anggapan yang
berkembang di kalangan wanita, bahwa semakin tua usia akan semakin sulit
mendapatkan jodoh. Sehingga menambah keresahan dan mengikis rasa percaya diri.
Sebagian wanita yang masih sendiri terkadang memilih mengurung diri dan
hari-harinya dihabiskan dengan berandai-andai.
Ini adalah kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri, sebab hal ini bisa saja terjadi pada saudari kita,
keponakan, sepupu atau keluarga kita. Salah satu faktor yang menyebabkan hal
ini, tingginya batas mahar dan uang nikah yang ditetapkan.
Hal ini banyak terjadi
dinegeri kita. Telah banyak kisah para pemuda yang sudah ingin sekali menikah,
mundur dari lamarannya hanya karena tidak mampu menghadapi mahar yang
ditetapkan.
Setan pun mendapatkan
celah untuk menggelincirkan anak-anak Adam sehingga melakukan perkara-perkara
terlarang mulai dari kawin lari sampai pada perbuatan-perbuatan yang hina
(zina), bahkan sampai menghamili sebagai solusi dari semua ini. Padahal agama
yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina, mendekati saja diharamkan,
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا ۖ
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Israa’ : 32)
Al-Allamah Muhammad bin
Ali Asy-Syaukaniy -rahimahullah- berkata, “Di dalam larangan dari
mendekati zina dengan cara melakukan pengantar-pengantarnya terdapat larangan
dari zina –secara utama-, karena sarana menuju sesuatu, jika ia haram, maka
tujuan tentunya haram menurut konteks hadits”. (Fathul Qodir [3/319])
Saudaraku, sesungguhnya
islam adalah agama yang mudah; Allah telah anugerahkan kepada manusia sebagai
rahmat bagi mereka. Hal ini nampak jelas dari syari’at-syari’at dan aturan yang
ada di dalamnya, dipenuhi dengan rahmat, kemurahan dan kemudahan. Allah telah
menegaskan di dalam kitab-Nya yang mulia,
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)“. (QS. Thohaa : 1-3)
Allah berfirman,
مَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ
وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghendaki menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan
kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur.” (QS. Al-Maidah : 6)
Namun sangat disayangkan
kalau kemudahan ini justru ditinggalkan. Malah mencari-cari sesuatu yang sukar
dan susah sehingga memberikan dampak negatif dalam menghalangi kebanyakan orang
untuk menikah, baik dari kalangan lelaki, maupun para wanita, dengan
meninggikan harga uang pernikahan dan maharnya yang tak mampu dijangkau oleh
orang yang datang melamar.
Akhirnya seorang pria
membujang selama bertahun-tahun lamanya, sebelum ia mendapatkan mahar yang
dibebankan. Sehingga banyak menimbulkan berbagai macam kerusakan dan kejelekan,
seperti menempuh jalan berpacaran. Padahal pacaran itu haram, karena ia adalah
sarana menuju zina. Bahkan ada yang menempuh jalan yang lebih berbahaya, yaitu
jalan zina !!
Di sisi yang lain, hal
tersebut akan menjadikan pihak keluarga wanita menjadi kelompok materealistis
dengan melihat sedikit banyaknya mahar atau uang nikah yang diberikan. Apabila
maharnya melimpah ruah, maka merekapun menikahkannya dan mereka tidak melihat
kepada akibatnya; orangnya jelek atau tidak yang penting mahar banyak !!
Jika maharnya sedikit,
merekapun menolak pernikahan, walaupun yang datang adalah seorang pria yang
diridhoi agamanya dan akhlaknya serta memiliki kemampuan menghidupi istri dan
anak-anaknya kelak.
Padahal Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- telah mamperingatkan,
“Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi
agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah
(musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi “ (HR. At-Tirmidziy
dalam Kitab An-Nikah [1084, 1085], dan Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah
[1967]. Dihasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah [1022])
Jadi, yang terpenting
dalam agama kita adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar
kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan
dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan
kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman.
Namun sangat
disayangkan sekali, realita yang terjadi di masyarakat kita, jauh dari apa yang
dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hanya karena perasaan “malu” dan “gengsi”
hingga rela mengorbankan ketaatan kepada Allah; tidak merasa cukup dengan
sesuatu yang telah Allah tetapkan dalam syari’at-Nya.
Mereka melonjakkan
biaya nikah, dan mahar yang tidak dianjurkan di dalam agama yang mudah ini.
Akhirnya pernikahan seakan menjadi komoditi yang mahal, sehingga menjadi
penghalang bagi para pemuda untuk menyambut seruan Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam-
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka
menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan
menjadi perisai baginya“. (HR. Al-Bukhoriy [4778], dan Muslim [1400], Abu Dawud
[2046], An-Nasa’i [2246])
Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk mempermudah dan jangan
mempersulit dalam menerima lamaran dengan sabdanya,
“Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan
sedikit maharnya“. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad [24651], Al-Hakim dalam Al-Mustadrok
[2739], Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro [14135], Ibnu Hibban dalam Shohih-nya
[4095], Al-Bazzar dalam Al-Musnad [3/158], Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir
[469]. Dihasan-kan Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’ [2231])
Oleh karena itu, pernah
seseorang datang kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- seraya
berkata, ”Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita.” Beliau
bersabda, “Engkau menikahinya dengan mahar berapa?” Orang ini berkata: ”empat
awaq (yaitu seratus enam puluh dirham)”. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:
“Dengan empat awaq (160 dirham)? Seakan-akan engkau telah menggali perak
dari sebagian gunung ini. Tidak ada pada kami sesuatu yang bisa kami berikan
kepadamu. Tapi mudah-mudahan kami dapat mengutusmu dalam suatu utusan (penarik
zakat); engkau bisa mendapatkan (empat awaq tersebut)“ (HR. Muslim [1424]).
Al-Imam Abu Zakariyya
Yahya bin Syarof An-Nawawi -rahimahullah- berkata tentang sabda Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam-, “Makna ucapan ini, dibencinya memperbanyak mahar
hubungannya dengan kondisi calon suami“. (Lihat Syarh Shohih Muslim
[6/214])
Perkara meninggikan
mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah diingkari oleh Umar -radhiyallahu
‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada
wanita karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan
ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang
yang paling berhak dari kalian.
Tidak pernah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada
seorang wanitapun dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang
wanitapun dari putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama
dengan 40 dirham)”. (HR. Abu Dawud [2106], At-Tirmidzi [1114], Ibnu Majah [1887], Ahmad [I/40,
48 no.285, 340]. Dishohih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah
[3204])
Saudaraku, pernikahan
memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya
pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena
materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan
menikah.
Yang jelas ia adalah
seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganyanya
kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari perilaku yang keji
(zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid di atas muka bumi
ini.
Oleh karena itu,
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ada tiga orang yang wajib bagi Allah untuk menolongnya: Orang yang
berperang di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang
menikah yang ingin menjaga kesucian diri”. (HR. At-Tirmidziy [1655],
An-Nasa’i [3120 & 1655], Ibnu Majah [2518]. Dihasan-kan oleh Al-Albani
dalam Takhrij Al-Misykah [3089])
Orang tua yang
bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan anaknya yang telah
cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang tua demi menyelamatkan masa
depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran orang tua semua untuk
saling tolong-menolong dalam hal kebaikan.
Ingatlah
sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
“Agama
adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia
akan terkalahkan“ (HR.
Al-Bukhari [39], dan An-Nasa’i [5034])
Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umatnya untuk menerapkan
prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana dalam sabda
Beliau,
“Permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari“. (HR.Al-Bukhari [69, 6125], dan Muslim [1734])
“Permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari“. (HR.Al-Bukhari [69, 6125], dan Muslim [1734])
Syaikh Al-Utsaimin -rahimahullah-
berkata, “Kalau sekiranya manusia mencukupkan dengan mahar yang kecil,
mereka saling tolong menolong dalam hal mahar (yakni tidak mempersulit) dan
masing-masing orang melaksanakan masalah ini, niscaya masyarakat akan
mendapatkan kebaikan yang banyak, kemudahan yang lapang, serta penjagaan yang
besar, baik kaum lelaki maupun wanitanya”. (Az-Zawaaj).
0 komentar:
Posting Komentar