إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Asy-Syaikh al-'Allamah al-Mujaddid al-Muhadits al-Faqih Syaikhul Islam
Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah (1332 – 1420 H).
Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertaqwa kepada Allah Ta’ala,
kemudian apa saja yg menjadi bagian/cabang dari ketaqwaan kepada Allah
Tabaaraka wa Ta’ala:
1. Hendaklah kamu menuntut
Ilmu semata-mata ikhlas karena Allah Ta’ala, dengan tidak menginginkan balasan
dan ucapan terima kasih. Tidak Pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis
ilmu.
Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Ta’ala
telah khususkan bagi para Ulama. Dalam Firman-Nya:
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“…Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah : 11).
2.
Menjauhi perkara-perkara
yang dapat menggelincirkanmu, yg sebagian para penuntut ilmu telah terperosok
dan terjatuh padanya. Diantara perkara-perkara itu:
o Mereka amat cepat
terkausai oleh sifat Ujub (kagum pada diri sendiri) dan terpadaya, sehingga
ingin menaiki kepala mereka sendiri.
o
Mengeluarkan fatwa
untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan apa yg tampak menurut pandangannya,
tanpa meminta bantuan (dari pendapat-pendapat) para Ulama Salaf pendahulu Ummat
ini, yg telah meninggalkan “Harta Warisan” berupa Ilmu yang menerangi dan
menyinari dunia keilmuan Islam. (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat
bantu dalam upaya penyelesaian berbagai muslibah/bencana yang bertumpuk
sepanjang perjalanan zaman. Sebagaimana kita telah ikut menjalani/merasakannya,
dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.
Meminta bantuan dalam berpendapat dengan berpedoman pada perkataan dan pendapat
salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan
kita kepada sumber islam yang murni, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang
Shahihah.
Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian bahwasannya aku hidup disuatu zaman
yang mana kualami padanya dua perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang,
yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para Syaikh maupun para penuntut ilmu,
kaum awam ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja
pada Madzhab, bahkan lebih dari itu, bertaqlid pada nenek moyang mereka.
Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia
kepada al Qur’an dan as Sunnah. Demikian juga yg terjadi diberbagai negeri
Islam.
Ada beberapa orang tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan: “Ghurabaa” (orang-orang asing) yg telah digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam beberapa Hadits beliau yang telah dimaklumi seperti:
“Sesungguhnya awal mula
Islam itu sebagai suatu yang asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana
permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing”
Dalam sebagian riwayat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Mereka (al Ghurabaa’)
adalah orang-orang Shalih yang jumlahnya sedikit disekeliling orang banyak,
yang mendurhakai mereka lebih banyak dari yang menta’ati mereka.” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
“Mereka orang-orang
yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari sunnah-sunnahku
sepeninggalku”.
Wasiatku kepada setiap Muslim di belahan bumi manapun berada, lebih khusus
kepada saudara-saudara kami yang ikut berpatisipasi bersama kami dalam penisbatan
kepada dakwah yang penuh barokah ini, yaitu dakwah kepada al Qur’an dan as
Sunnah sesuai dengan Manhaj Salafush Shalih.
Aku wasiatkan kepada mereka dan terutama diriku agar bertaqwa sebagaimana firman
Allah ‘Azza wa Jalla:
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
“Dan bertaqwalah kepada
Allah, Allah akan mengajarimu” (QS. Al-Baqarah : 282).
Hendaknya mereka ketahui bahwa ilmu yang baik atau benar menurut pandangan
kami tidak keluar dari al Qur’an dan as Sunnah yang sesuai dengan Manhaj dan
pemahaman Salafush Shalih.
Hendaknya kita bergaul dengan cara yang baik dan ramah dalam berdakwah
mengajak orang-orang yang menyelisihi dakwah kita. Agar sesuai dengan Manhaj
dan pemahaman Salafush Shalih. Dan selamanya kita harus berpegang teguh pada firman
Allah ‘Azza wa Jalla:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl : 125).
Orang yang paling berhak diperlakukan dengan cara hikmah adalah orang yang paling
keras menentang kita dalam prinsip dan ‘Aqidah kita. Hal ini kita lakukan agar
tidak tertumpu pada dua beban yang berat, yaitu beratnya dakwah haq yang telah
dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kita kemudian dibebani lagi dengan jeleknya
cara dakwah kita kepada Allah Ta’ala.
Aku berharap dari semua saudara-saudaraku yang berada di setiap Negeri
Islam, agar melaksanakan adab-adab yg Islami ini, semata-mata karena mengaharap
wajah Allah Ta’ala dan tidak mengharap balasan dan tidak pula ucapan terima kasih
dari manusia. Semoga apa yang aku sampaikan ini telah Mencukupi. Walhamdulillaahi
Rabbil ‘aalamiin.
[Hayat al Albani wa
Atsaruhu wa Tsanaul ‘Ulama ‘alaihi, Muhammad bin Ibrahim asy Syaibani &
Muhadditsul ‘Ashri Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah, Samir
bin Amin az Zuhairi].
Sumber rujukan:
Biografi Syaikh al Albani
Mujaddid & Ahli Hadits Abad Ini, Mubarak bin Mahfudh
Bamuallim Lc, pustaka Imam as Syafi’i
0 komentar:
Posting Komentar