إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Biografi Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab berikut ini disusun oleh Abdurrazzaq bin Shalih
An-Nahmi hafizhohulloh, salah seorang thalibul ilmi di Darul Hadits Dammaj,
di mana riset beliau terhadap karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang
berjudul “Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah” mendapat pujian dari banyak ulama
Yaman. Setidaknya lima orang ulama besar Yaman memberikan rekomendasi untuk
membaca hasil riset beliau tersebut yang insya Allah dalam waktu dekat akan
hadir terjemahannya di negeri kita bi idznillahi ta’ala.
Biografi Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab yang beliau tulis adalah sebagai berikut:
1.
Nasab dan Pertumbuhan Beliau
Beliau adalah
Asy-Syaikh Al-Imam Al-Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin
Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barra bin Musyrif
At-Tamimi.
Kelahiran Beliau
Beliau rahimahullah dilahirkan
pada tahun 1115 Hijriyah di kota ‘Uyainah yang masih masuk wilayah Najd,
sebelah barat dari kota Riyadh, jaraknya dengan kota Riyadh sekitar perjalanan
70 km.
Pertumbuhan Beliau
Beliau tumbuh dan besar
di negeri ‘Uyainah dan menimba ilmu di sana. Beliau hafal Al-Qur’an sebelum
umur 10 tahun. Beliau seorang yang jenius dan cepat memahami. Di bawah asuhan
bapaknya sendiri beliau belajar fikih mazhab Hambali, tafsir, hadits, aqidah
dan beberapa bidang ilmu syar’i serta bahasa. Beliau sangat menaruh perhatian
besar terhadap kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul
Qayyim rahimahumallah, sehingga beliau terpengaruh oleh keduanya dan
berjalan di atas jalan mereka dalam mementingkan masalah aqidah yang benar,
mendakwahkannya, membelanya dan memperingatkan dari perbuatan menyekutukan
Allah, bid’ah serta khurafat.
2.
Perjalanan Beliau dalam
Menuntut Ilmu
Beliau mengadakan
rihlah (perjalanan) menuju Mekkah untuk menunaikan kewajiban haji dan mencari
bekal ilmu syar’i. Kemudian beliau rihlah ke Madinah Nabawiyyah dan di sana
bertemu dengan dua syaikh yang alim lagi mulia, yang mana keduanya mempunyai
pengaruh terbesar dalam kehidupan beliau, mereka adalah Asy-Syaikh Abdullah bin
Ibrahim bin Saif An-Najdi dan Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi rahimahumallah.
Lantas beliau rihlah ke
Bashrah dan beliau mendengarkan hadits, fikih dan membacakan nahwu kepada
gurunya sampai menguasainya. Kemudian beliau rihlah ke daerah Ahsa’ dan bertemu
dengan syaikh-syaikh Ahsa’, di antaranya Abdullah bin Abdul Lathif yang
merupakan seorang hakim.
3.
Kiprah Beliau dalam
Menyerukan Tauhid
Beliau pulang ke daerah
Huraimala’, karena ayah beliau dulunya seorang hakim di ‘Uyainah, lantas
terjadi pertentangan antara beliau dengan pemimpin ‘Uyainah sehingga beliau
pindah ke Huraimala’ pada tahun 1139 dan menetap di sana menyeru kepada tauhid
dan memperingatkan dari kesyirikan sampai ayah beliau meninggal pada tahun 1153
H.
Lantas sebagian
orang-orang jelek lagi jahat melakukan konspirasi untuk mencelakakan beliau
disebabkan beliau senantiasa mengingkari kefasikan dan kejahatan mereka,
sampai-sampai mereka hendak membunuh beliau. Kemudian beliau beritahukan
perihal mereka kepada beberapa orang sehingga akhirnya mereka lari. Lalu
setelah konspirasi tersebut berhasil menyudutkan Asy-Syaikh, beliau pun
berpindah ke ‘Uyainah dan beliau tawarkan dakwahnya kepada pemimpin ‘Uyainah
yang ketika itu pemimpinnya adalah Utsman bin Ma’mar.
Pimpinan ‘Uyainah pun
menyambut beliau, membantunya, mendukungnya dan bersama dengan beliau
menghancurkan kubah Zaid bin Al-Khatthab dan menghancurkan beberapa kubah serta
kubur yang dibangun, bahkan bersama beliau merajam seorang wanita yang datang
mengaku telah berzina padahal dia muhshan (telah pernah menikah -ed).
Ketika beliau
menghancurkan kubah dan melakukan rajam dalam masalah zina, maka menjadi
masyhurlah perkara beliau dan tersiarlah reputasi baik beliau. Masyarakat pun
mendengar tentang beliau, dan berdatangan dari berbagai daerah sekitarnya
membantu beliau sehingga semakin besarlah kekuatan beliau.
Kemudian, sampailah
berita perbuatan Asy-Syaikh menghancurkan kubah dan kubur serta penegakan hukum
had kepada pemerintah Ahsa’ dan sekutu-sekutunya. Hal ini membuat pemerintah
Ahsa’ merasa khawatir terhadap kerajaannya dan memerintahkan kepada Utsman bin
Ma’mar untuk membunuh Asy-Syaikh atau mengusirnya dari ‘Uyainah. Jika tidak
dilakukan, maka akan diputus upeti darinya. Maka Utsman bin Ma’mar akhirnya
menerima desakan ini dan memerintahkan Asy-Syaikh agar keluar dari ‘Uyainah dan
beliaupun keluar darinya menuju Dir’iyyah. Hal itu terjadi pada tahun 1158 H.
Di Dir’iyyah beliau
singgah sebagai tamu Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini, lantas pemimpin
Dir’iyyah Muhammad bin Su’ud mengetahui akan kedatangan Asy-Syaikh. Dan
disebutkan bahwa yang memberitahukan kedatangan Asy-Syaikh adalah isteri Ibn
Su’ud sendiri.
Beberapa orang shalih
mendatangi wanita tersebut dan berkata kepadanya,
“Beritahukan kepada Muhammad (Ibn Su’ud –ed) tentang orang ini! Semangatilah dia untuk mau membelanya dan beri motivasi kepadanya agar mau mendukung serta membantunya.”
“Beritahukan kepada Muhammad (Ibn Su’ud –ed) tentang orang ini! Semangatilah dia untuk mau membelanya dan beri motivasi kepadanya agar mau mendukung serta membantunya.”
Istri Muhammad bin Su’ud
adalah seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. Ketika sang amir Muhammad
bin Su’ud pemimpin Dir’iyyah dan sekitarnya masuk menemui istrinya, istrinya
pun berkata kepadanya,
“Bergembiralah dengan ghanimah (anugerah) yang besar ini. Ini adalah
ghanimah yang Allah kirimkan kepadamu, seorang lelaki yang menyeru kepada agama
Allah, menyeru kepada Kitabullah, menyeru kepada sunnah Rasulullah. Sungguh
betapa ghanimah yang begitu besar. Bersegeralah menerimanya, bersegeralah
menolongnya, dan jangan kamu berhenti saja dalam hal itu selamanya.”
Sang amir pun menerima saran istrinya dan sungguh bagus apa yang
dilakukannya rahimahullah. Amir pergi ke kediaman Muhammad bin Suwailim
Al-‘Uraini dan berkata kepada Asy-Syaikh, “Bergembiralah dengan pertolongan
dan bergembiralah dengan keamanan.”
Maka Asy-Syaikh berkata
kepadanya,
“Dan Anda juga bergembiralah dengan pertolongan, bergembiralah dengan
kekokohan dan kesudahan yang terpuji. Ini adalah agama Allah, siapa yang
menolongnya niscaya Allah akan menolongnya. Siapa yang mendukungnya niscaya
Allah akan mendukungnya.”
Kemudian amir berkata
kepada Asy-Syaikh,
“Aku akan membaiatmu di atas agama Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di
jalan Allah. Akan tetapi aku khawatir jika kami telah mendukungmu dan
membantumu lantas Allah memenangkanmu atas musuh-musuh Islam lantas engkau
menginginkan selain bumi kami dan berpindah dari kami ke tempat lain.”
Maka Asy-Syaikh
menanggapinya,
“Bentangkan tanganmu, aku akan membaiatmu bahwa darah dibalas dengan darah,
kehancuran dengan kehancuran dan aku membaiatmu untuk tetap tinggal bersama
kalian dan aku tidak akan keluar dari negerimu selamanya.”
Demikianlah, Asy-Syaikh
tinggal di Dir’iyyah dalam keadaan dihormati dan didukung sepenuhnya, menyeru
kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik. Orang-orang pun berdatangan, baik
secara berkelompok maupun individu. Beliau mengajarkan aqidah, Al-Qur’an
Al-Karim, tafsir, fikih, hadits, musthalah hadits, berbagai ilmu bahasa Arab
dan tarikh.
Beliau biasa berkirim
surat dengan para ulama dan umara dari berbagai negeri dan penjuru, menyeru
mereka kepada agama Allah sehingga tersebarlah dakwah beliau. Setelah itu
semakin banyaklah kedengkian, mereka lantas berhimpun dan bersatu menentang
beliau. Maka amir mengobarkan jihad dengan pedang dan tombak, dan peristiwa itu
terjadi pada tahun 1158 H.
Asy-Syaikh membantunya
sampai akhirnya dakwah beliau tersebar menyeluruh sampai ke penjuru alam dan
gaungnya masih senantiasa bergema sampai hari ini.
4.
Sanjungan Para Ulama
terhadap Beliau
Para ulama betul-betul mengenal
Imam ini dan memberikan pujian kepadanya, bahkan mereka sampai menulis biografi
tentangnya. Di antara mereka adalah Asy-Syaikh Husain bin Ghanam. Beliau banyak
menulis tentang Asy-Syaikh, memujinya dan menyebutkan kisah perjalanan hidupnya
dalam kitab Raudhatul Anzhar wal Afham.
Di antara mereka juga yaitu
Asy-Syaikh Utsman bin Bisyr, yang memujinya dalam kitab ‘Unwanul Majdi fi
Tarikhi Majdin, dan Asy-Syaikh Mas’ud An-Nadqi menulis tentang beliau dalam
kitab yang diberi judul Al-Mushlih Al-Mazhlum.
Di antara yang memuji
beliau juga orang alimnya Yaman yaitu Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani
dalam sebuah qoshidah panjang yang awalnya:
“Salam bagi Najd dan orang yang tinggal di Najd
Meskipun salamku dari kejauhan ini tiada berguna
Sungguh aku telah mendatangkan siraman kehidupan dari kaki bukit Shan’a
Dia didik dan dia hidupkan dengan tertawanya guntur
Aku berjalan seperti orang yang digerakkan mencari angin, jika kuberjalan
Wahai putera Najd kapan engkau akan beranjak dari Najd
Perjalananmu dan para penduduk Najd mengingatkanku akan Najd
Sungguh sepak terjangmu menjadikanku semakin cinta
Selamanya, dan bertanyalah kepadaku tentang seorang alim yang singgah di
negeri Najd
Dengannya terpetunjuk orang yang dulunya sesat dari jalan yang lurus
Muhammad yang memberikan petunjuk kepada sunnah Ahmad
Alangkah indahnya yang memberi petunjuk dan alangkah indahnya yang diberi
petunjuk.”
Sampai beliau berkata,
“Sungguh telah datang berita darinya bahwa dia mengembalikan kepada kita
syariat yang mulia dengan apa yang ditampakkannya
Dan dia sebarkan secara terang-terangan apa yang disembunyikan oleh setiap
orang bodoh
Dan ahli bid’ah, sehingga sesuailah dengan apa yang aku punya
Dia dirikan tiang-tiang syari’at yang dulunya roboh
Monumen-monumen yang padanya manusia tersesat dari petunjuk
Dengannya mereka mengembalikan makna Suwa dan yang semisalnya
Yaghuts dan Wadd, betapa jelek Wadd itu
Sungguh mereka menyebut-nyebut namanya ketika terjadi kesusahan
Sebagaimana seorang yang terpepet memanggil Dzat tempat bergantung lagi
Maha Esa
Betapa banyak sembelihan yang mereka persembahkan di pelatarannya disembelih
untuk selain Allah secara terang-terangan disengaja betapa banyak orang yang
thawaf di sekitar kubur sambil mencium dan mengusap pojok-pojoknya dengan
tangan”
(Diwan Ash-Shan’ani, hal 128-129)
Di antara ulama yang
memuji beliau juga Al-‘Allamah Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani tokoh hakim di
wilayah Yaman sebagaimana dalam kitabnya Al-Badru Ath-Thali’ tentang
biografi Ghalib bin Musa’id sang amir Mekkah. Beliau berkata dalam komentarnya
terhadap sebagian risalah Asy-Syaikh,
“Itu merupakan risalah-risalah yang bagus yang memuat dalil-dalil Al-Kitab
dan As-Sunnah menunjukkan bahwa yang menjawabnya merupakan ulama peneliti yang
benar-benar paham terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah.” Kemudian beliau
melantunkan sajak-sajak kesedihan setelah wafatnya syaikh.
Al-‘Allamah Ibnu Badran
berkata tentang beliau dalam kitabnya Al-Madkhal hal. 447,
“Seorang alim yang komitmen terhadap atsar dan imam yang besar, Muhammad
bin Abdul Wahhab. Beliau melakukan rihlah untuk menuntut ilmu dan para ahli
hadits di masanya memberikan ijazah kepada beliau untuk meriwayatkan
kitab-kitab hadits dan yang lainnya. Ketika kantong penyimpanannya telah penuh
dari atsar dan ilmu sunnah, serta menguasai mazhab Ahmad, beliau mulai membela
al-haq dan memerangi bid’ah, serta menentang ajaran yang disusupkan oleh
orang-orang bodoh ke dalam agama ini.”
Adapun ulama masa kini
yang memberikan sanjungan kepada beliau di antaranya Asy-Syaikh Ibnu Baaz,
Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan guru kami Al-Wadi’i rahimahumullah.
Dan di sini aku senang
menyebutkan sebagian pujian guruku Al-Imam Al-Wadi’i terhadap Asy-Syaikh
Al-Imam Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah ditanya -sebagaimana
dalam Al-Mushara’ah hal. 400- tentang dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, maka beliau berkata,
“Adapun dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sungguh merupakan
dakwah yang diberkahi. Dan jika engkau membaca kitab beliau Kitab At-Tauhid,
maka engkau akan dapati beliau berdalil dengan Al-Qur’an dan hadits Nabi. Sama
saja apakah dalam bab menggantungkan jimat-jimat dan rajah-rajah, bab berdoa
kepada selain Allah, ataupun dalam bab peringatan keras dari membangun kubur.
Engkau dapati beliau berdalil dengan ayat Al-Qur’an atau hadits nabi, sungguh
Allah telah memberikan manfaat kepada Islam dan muslimin dengan sebab dakwah
beliau…”.
Sampai beliau berkata,
“Maksudnya bahwa dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dirasakan
manfaatnya oleh kaum muslimin. Betapa banyak kaum muslimin yang Allah
selamatkan dari kesesatan, bid’ah dan khurafat dengan sebab kitab-kitab beliau
rahimahullah”.
Beliau berkata pada hal
402,
“Siapa yang ingin mengetahui dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
maka aku nasehatkan untuk membaca Ad-Durar As-Saniyah sehingga seakan ia duduk
mendampingi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kami nasihatkan sebelumnya
untuk membaca kitab-kitab beliau dan setelah itu kami nasihatkan agar membaca
Ad-Durar As-Saniyyah agar engkau ketahui risalah-risalah Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab. Sungguh beliau adalah seorang yang melakukan perbaikan,
tetapi banyak difitnah.”
Beliau berkata pada hal
410,
“Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah imam yang memberi petunjuk”.
Juga pada hal 412 beliau
ditanya tentang penyebutan kata Syaikhul Islam bagi Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab apakah itu berlebihan atau memang berhak beliau menyandangnya?
Maka beliau menjawab,
“Nampaknya beliau memang berhak menyandangnya. Sungguh Allah telah
memberikan manfaat kebaikan yang banyak dengan sebab dakwahnya. Allah berkahi
dakwahnya dan kaum muslimin mengambil manfaat darinya. Wallahul musta’an (Dan Allah-lah Tempat
Meminta Pertolongan –ed.)”
5.
Guru-Guru Beliau
o
Ayah beliau sendiri
yaitu Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman rahimahullah
o
Asy-Syaikh Abdullah bin
Ibrahim bin Saif rahimahullah, yaitu ayah Asy-Syaikh Ibrahim bin
Abdullah rahimahullah, pengarang kitab Al-‘Adzbu Al-Faidh fi ‘Ilmil
Faraidh
o
Asy-Syaikh Muhammad
Hayah bin Ibrahim As-Sindi rahimahullah
o
Asy-Syaikh Muhammad
Al-Majmu’i Al-Bashri rahimahullah
o
Asy-Syaikh Musnid
Abdullah bin Salim Al-Bashri rahimahullah
o
Asy-Syaikh Abdul Lathif
Al-Afaliqi Al-Ahsa’i rahimahullah
6.
Murid-Murid Beliau
o
Al-Imam Abdul Aziz bin
Su’ud rahimahullah
o
Al-Amir Su’ud bin Abdul
Aziz bin Sulaiman rahimahullah
o
Putra-putra beliau
sendiri, Asy-Syaikh Husain, Asy-Syaikh Ali, Asy-Syaikh Abdullah dan Asy-Syaikh
Ibrahim rahimahullah
o
Cucu beliau yaitu
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah, penulis kitab Fathul
Majid
o
Asy-Syaikh Muhammad bin
Nashir bin Ma’mar rahimahullah
o
Asy-Syaikh Abdullah
Al-Hushain rahimahullah
o
Asy-Syaikh Husain bin
Ghannam rahimahullah
7.
Karya-Karya Beliau
Beliau mempunyai banyak
karya tulis yang dengannya Allah berikan manfaat kepada alam islami, di
antaranya:
o Kitabut Tauhid
o Ushulul Iman
o Kasyfusy Syubhat
o Tsalatsatul Ushul
o Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid
o Mukhtashar Fathul Bari
o Mukhtashar Zadul Ma’ad
o Masa’il Jahiliyyah
o Fadhailush Shalah
o Kitabul Istimbath
o
Risalah Ar-Radd ‘ala
Ar-Rafidhah, yaitu risalah ini.
o Majmu’atul Hadits dan sebagian besarnya
telah tercetak dalam kumpulan karya-karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
pada tahun 1398 H di Riyadh di bawah pengawasan Jami’ah Al Imam Muhammad bin
Su’ud.
8.
Wafatnya Beliau
Beliau rahimahullah
wafat pada hari Jum’at di akhir bulan Dzulqa’dah tahun 1206 H pada umur 71
tahun setelah melakukan jihad yang panjang, berdakwah menyerukan kebaikan,
mengadakan perbaikan, menyebarkan ilmu dan pengajaran. Kemudian beliau
dimakamkan di pekuburan Dir’iyyah, semoga rahmat Allah terlimpah atasnya.
Banyak dari para penyair yang melantunkan bait-bait kesedihannya, di antara
mereka adalah:
Asy-Syaukani rahimahullah
dalam qasidahnya yang panjang, di antara ucapannya,
“Musibah menimpa kalbuku, berkobar kegundahanku
Dia mengenai titik mematikanku dengan anak panah yang sangat menyakitkan
Dunia tertimpa musibah dengan kepergiannya, menjadi berdebu wajahnya
Dan meninggi bendera-bendera suatu kaum yang dulunya rendah
Sungguh telah wafat gunungnya ilmu, poros penggiling tertinggi
Dan pusat peredaran orang-orang terkemuka lagi mulia
Imamnya petunjuk, penghapus kebodohan, pembungkam kezhaliman
Dan penghilang dahaga dari luapan ilmu…
Muhammad pemilik kemuliaan yang begitu mulia apa yang telah dicapainya
Dan agung kedudukannya untuk bisa disusul oleh orang yang menghambatnya
Sungguh Najd menjadi bercahaya dengan pancaran sinarnya
Dan tegaklah tempat-tempat petunjuk dengan dalil-dalilnya
Tertimpa musibah dengan kepergiannya, terlepas nafas terakhir ruhku
Dan untuk memikul beban ini, terasa lelah punggung bawah dan punggung
atasku
Sadarlah wahai orang yang mencela Asy-Syaikh apa yang engkau cela darinya
Sungguh engkau telah mencela suatu kebenaran
Lantas engkau pergi membawa kebatilan
Sadarlah kalian, sadarlah dia bukannya seorang penyeru
Kepada agama nenek moyang dan kabilahnya
Dia hanya menyeru kepada Kitabullah dan sunnah yang
Datang membawanya Thaha , Nabi, sebaik-baik orang yang berbicara”
(Silahkan melihat Diwan Asy-Syaukani hal. 160 cet. Darul Fikr)
Asy-Syaikh Husain bin
Ghannam rahimahullah juga melantunkan bait kesedihannya dalam qasidah panjang
yang mana awalnya:
“Hanya kepada Allah kami memohon untuk menyingkap segala kesusahan
Dan tiada tempat memohon selain kepada Allah Al-Muhaimin
Telah tenggelam mataharinya pengetahuan dan petunjuk
Sehingga mengalirlah darah di pipi dan bercucuranlah air mataku
Seorang imam yang manusia tertimpa musibah dengan kehilangannya
Dan terus mengelilingi mereka berbagai musibah menyakitkan dengan
perpisahannya
Menjadi kelam segala penjuru negeri sebab kematiannya
Dan menimpa mereka kesulitan mengerikan yang menyedihkan
Sebuah bintang yang jatuh dari ufuk dan langitnya
Sebuah bintang yang terkubur di tanah berlembah sunyi
Bintang keberuntungan yang bersinar cahayanya
Dan bulan purnama yang mempunyai tempat terbit di tempat sebelah kanan
Dan waktu subuh yang sinarnya menerangi manusia
Sehingga kelamnya kegelapan setelah itu menjadi lenyap”
Sumber : Ar-Radd ‘alal Rafidhah, tahqiq Abdurrazzaq An-Nahmi
Disalin dari: http://www.ulamasunnah.wordpress/
0 komentar:
Posting Komentar