إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
1.
Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani rahimahullah
Pertanyaan:
Apa pendapat Anda
tentang Jama’ah (firqah) Tabligh dan apakah ukuran khuruj ada terdapat dalam
sunnah?
Jawab:
Pertanyaan ini adalah pertanyaan
penting. Dan aku memiliki jawaban yang ringkas, serta kalimat yang benar wajib
untuk dikatakan.
Yang saya yakini bahwa
da’wah tabligh adalah: sufi gaya baru. Da’wah ini tidak berdasarkan Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Khuruj yang mereka
lakukan dan yang mereka batasi dengan tiga hari dan empat puluh hari, serta
mereka berusaha menguatkannya dengan berbagai nash, sebenarnya tidak memiliki
hubungan dengan nash secara mutlak. Sebenarnya cukup bagi kita untuk bersandar
kepada salafus shalih. Penyandaran ini adalah penyandaran yang benar. Tidak
boleh bagi seorang muslim untuk tidak bersandar kepadanya.
Bersandar kepada para
salafus sholih, -wajib diketahui hakikat ini- bukanlah seperti bersandar kepada
seseorang yang dikatakan pemilik mazhab ini atau kepada seorang syaikh yang
dikatakan bahwa dia pemilik tarikat ini atau kepada seseorang yang dikatakan
bahwa dia pemilik jama’ah tertentu. Berintima’ (bergabung) kepada salaf adalah
berintima’ kepada sesuatu yang ‘ishmah (terpelihara dari dosa). Dan berintima’
kepada selain mereka adalah berintima’ kepada yang tidak ‘ishmah.
Firqah mereka itu –cukup
bagi kita dengan berintima’ kepada salaf- bahwa mereka datang membawa sebuah
tata tertib khuruj untuk tabligh (menyampaikan agama), menurut mereka. Itu
tidak termasuk perbuatan salaf, bahkan bukan termasuk perbuatan khalaf, karena
ini baru datang di masa kita dan tidak diketahui di masa yang panjang tadi.
(Sejak zaman para salaf hingga para khalaf).
Kemudian yang
mengherankan, mereka mengatakan bahwa mereka khuruj (keluar) untuk bertabligh,
padahal mereka mengakui sendiri bahwa mereka bukan orang yang pantas untuk
memikul tugas tabligh (penyampaian agama) itu. Yang melakukan tabligh
(penyampaian agama) adalah para ulama, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah
dengan mengutus utusan dari kalangan para sahabatnya yang terbaik yang
tergolong ulama mereka dan fuqaha` mereka untuk mengajarkan Islam kepada
manusia. Beliau mengirim Ali sendirian, Abu Musa sendirian, dan Mu’adz
sendirian. Tidak pernah beliau mengirim para sahabatnya dalam jumlah yang
besar, padahal mereka sahabat. Karena mereka tidak memiliki ilmu seperti
beberapa sahabat tadi.
Maka apa yang kita
katakan terhadap orang yang ilmunya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan
dengan sahabat yang tidak dikirim Nabi, apa lagi dibanding dengan para sahabat
yang alim seperti yang kita katakan tadi?! Sedangkan mereka (Firqah Tabligh)
keluar berdakwah dengan jumlah puluhan, kadang-kadang ratusan. Dan ada di
antara mereka yang tidak berilmu, bahkan bukan penuntut ilmu. Mereka hanya
memiliki beberapa ilmu yang dicomot dari sana sini. Adapun yang lainnya, hanya orang
awam saja. Di antara hikmah orang dulu ada yang berbunyi: Sesuatu yang kosong
tidak akan bisa memberi. Apa yang mereka sampaikan kepada manusia, padahal
mereka mengaku (jama’ah) Tabligh?
Kita menasehati mereka
di Suriah dan Amman agar duduk dan tinggal di negeri mereka dan duduk
mempelajari agama, khususnya mempelajari aqidah tauhid, -yang iman seorang
mukmin tidak sah walau bagaimanapun shalihnya dia, banyak shalat dan puasanya-,
kecuali setelah memperbaiki aqidahnya.
Kita menasehati mereka
agar tinggal di negeri mereka dan membuat halaqah ilmu di sana serta
mempelajari ilmu yang bermanfaat dari para ulama sebagai ganti khurujnya mereka
ke sana kemari, yang kadang-kadang mereka pergi ke negeri kufur dan sesat yang
di sana banyak keharaman, yang tidak samar bagi kita semua yang itu akan
memberi bekas kepada orang yang berkunjung ke sana, khususnya bagi orang yang
baru sekali berangkat ke sana.
Di sana mereka melihat
banyak fitnah, sedangkan mereka tidak memiliki senjata untuk melindungi diri
dalam bentuk ilmu untuk menegakkan hujjah kepada orang, mereka akan menghadapi,
khususnya penduduk negeri itu yang mereka ahli menggunakan bahasanya, sedangkan
mereka (para tabligh) tidak mengerti tentang bahasa mereka.
Dan termasuk syarat
tabligh adalah hendaknya si penyampai agama mengetahui bahasa kaum itu,
sebagaimana diisyaratkan oleh Rabb kita ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur`an:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
“Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia
menerangkan kepada mereka.” (QS. Ibrahim : 4)
Maka bagaimana mereka bisa
menyampaikan ilmu, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki ilmu?!
Dan bagaimana mereka akan menyampaikan ilmu, sedangkan mereka tidak mengerti
bahasa kaum itu?! Ini sebagai jawaban untuk pertanyaan ini.
2.
Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan:
Semoga Allah merahmati
Anda, ya syaikh. Kami mendengar tentang (firqah) tabligh dan dakwah yang mereka
lakukan, apakah anda membolehkan saya untuk ikut serta dengan mereka? Saya
mengharap bimbingan dan nasehat dari anda. Semoga Allah memberi pahala kepada
anda.
Jawab:
Siapa yang mengajak
kepada Allah adalah muballigh, (sebagaimana Nabi bersabda –pent) “Sampaikan
dariku walau satu ayat.” Adapun jama’ah (firqah) tabligh yang terkenal dari
India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid’ah-bid’ah dan
kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali
kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan
mereka, maka ini tidak mengapa. Tapi kalau untuk mendukung mereka, maka tidak
boleh, karena mereka memiliki khurafat dan bid’ah. Dan orang alim yang keluar
bersama mereka hendaknya menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan yang
benar.
Pertanyaan:
Para penuntut ilmu
menanya kepada anda dan para ulama kibar (senior) lainnya tentang: Apakah anda
menyetujui kalau mereka bergabung dengan kelompok yang ada seperti Ikhwan,
Tabligh, kelompok Jihad dan yang lainnya atau anda menyuruh mereka untuk
belajar bersama para da’i salaf yang mengajak kepada dakwah salafiyyah?
Jawab:
Kita nasehati mereka
semuanya untuk belajar bersama para thalabul ilmi lainnya dan berjalan di atas
jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kita nasehati mereka semuanya agar tujuannya
untuk mengikuti Al Kitab dan sunnah dan berjalan di atas jalan Ahlus sunnah wal
Jama’ah. Dan hendaknya mereka menjadi ahlus sunnah atau para pengikut salafus
shalih. Adapun berhizb dengan Ikhwanul Muslimin, Tablighi atau yang lainnya,
maka tidak boleh. Ini keliru. Kita nasehati mereka agar menjadi satu jama’ah
dan bernisbah kepada Ahlus sunnah wal jama’ah. Inilah jalan yang lurus untuk
menyatukan langkah. Kalau ada berbagai nama sedangkan semuanya di atas satu
jalan, dakwah salafiyyah, maka tidak mengapa, seperti yang ada di Shan’a dan
yang lainnya, tapi yang penting tujuan dan jalan mereka satu.
3.
Syaikh Muhammad bin
Ibrahim rahimahullah
“Dari Muhammad bin
Ibrahim kepada yang terhormat raja Khalid bin Su’ud. Assalamu ‘alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuhu. Wa ba’du:
Saya telah menerima surat Anda dengan no. 37/4/5/D di 21/1/82H. Yang
berkaitan tentang permohonan untuk bekerja sama dengan kelompok yang menamakan
dirinya dengan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al Islamiyyah.”
Maka saya katakan: Bahwa jama’ah ini tidak ada kebaikan padanya dan jama’ah
ini adalah jama’ah yang sesat. Dan setelah membaca buku-buku yang dikirimkan,
kami dapati di dalamnya berisi kesesatan dan bid’ah serta ajakan untuk
beribadah kepada kubur dan kesyirikan. Perkara ini tidak boleh didiamkan. Oleh
karena itu kami akan membantah kesesatan yang ada di dalamnya. Semoga Allah
menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya. Wassalamu ‘alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuh. 29/1/82H.”
4.
Syaikh Hummud At Tuwaijiri
rahimahullah
Pertanyaan:
Apakah aku
menasehatinya untuk ikut khuruj dengan orang-orang tabligh di dalam negeri ini
(Saudi) atau di luar?
Jawab:
Saya menasehati penanya
dan yang lainnya yang ingin agamanya selamat dari noda-noda kesyirikan, ghuluw,
bid’ah dan khurafat agar jangan bergabung dengan orang-orang Tabligh dan ikut
khuruj bersama mereka. Apakah itu di Saudi atau di luar Saudi. Karena hukum
yang paling ringan terhadap orang tabligh adalah: Mereka ahlul bid’ah, sesat
dan bodoh dalam agama mereka serta pengamalannya. Maka orang-orang yang seperti
ini keadaannya, tidak diragukan lagi bahwa menjauhi mereka adalah sikap yang
selamat.
Sungguh sangat indah apa yang dikatakan seorang penyair:
Janganlah engkau berteman dengan teman yang bodoh.
Hati-hatilah engkau darinya.
Betapa banyak orang bodoh yang merusak seorang yang baik ketika berteman
dengannya.”
5.
Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman Al Ghudayyan hafizhahullah (anggota Hai’ah Kibarul Ulama`)
Pertanyaan:
Kami berada di suatu
kampung dan berdatangan kepada kami apa yang dinamakan dengan (firqah) Tabligh,
apakah kami boleh ikut berjalan bersama mereka? Kami mohon penjelasannya.
Jawab:
Jangan kalian ikut
berjalan bersama mereka!! Tapi berjalanlah dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!!
6.
Syaikh Abdul Muhsin Al
Abbad hafizhahullah (Dosen di Universitas Islam Madinah)
Pertanyaan:
Syaikh, di sana ada
kelompok-kelompok bid’ah, seperti Ikhwan dan Tabligh serta yang lainnya. Apakah
kelompok ini termasuk Ahlus Sunnah? Dan apa nasehat anda tentang masalah ini?
Jawab:
Kelompok-kelompok ini telah
diketahui bahwa yang selamat adalah yang seperti yang telah saya terangkan
tadi, yaitu kalau sesuai dengan Rasulullah dan para sahabatnya, yang mana
beliau berkata ketika ditanya tentang Al Firqatun Najiyah: Yang aku dan para
sahabatku ada di atasnya. Firqah-firqah baru dan beraneka ragam ini, pertama
kali: bid’ah. Karena lahirnya di abad 14. Sebelum abad 14 itu mereka tidak ada,
masih di alam kematian. Dan dilahirkan di abad 14. Adapun manhaj yang lurus dan
sirathal mustaqim, lahirnya atau asalnya adalah sejak diutusnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Maka siapa yang
mengikuti ini dialah yang selamat dan berhasil. Adapun yang meninggalkan
berarti dia menyimpang. Firqah-firqah itu telah diketahui bahwa padanya ada
kebenaran dan ada kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahannya besar sekali,
maka sangat dikhawatirkan.
Hendaknya mereka diberi
semangat untuk mengikuti jama’ah yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan yang berada
di atas jalan salaf ummat ini serta yang menta’wil menurut apa yang datang dari
Rasulullah bukan dengan yang datang dari si fulan dan fulan, menurut
tarikat-tarikat yang ada di abad 14 H. Maka kedua kelompok yang tadi disinggung
adanya hanya di abad 14 H. Mereka berpegang dan berjalan di atas jalan-jalan
dan manhaj-manhaj itu. Mereka tidak berpegang dengan dalil-dalil dari Al Kitab
dan Sunnah, tapi dengan pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran dan
manhaj-manhaj yang baru dan bid’ah yang mereka membangun jalan dan manhaj
mereka di atasnya.
Dan yang paling jelas
di kalangan mereka adalah: Wala` dan Bara`. Al Wala` wal Bara` di kalangan
mereka adalah bagi yang masuk ke dalam kelompok mereka, misalnya Ikhwanul
Muslimin, siapa yang masuk ke dalam kelompok mereka, maka dia menjadi teman
mereka dan akan mereka cintai walaupun dia dari rafidhah, dan akhirnya dia
menjadi saudara dan teman mereka.
Oleh karena ini mereka
mengumpulkan siapa saja, termasuk orang rafidlah yang membenci sahabat dan
tidak mengambil kebenaran dari sahabat. Kalau dia masuk ke dalam kelompok
mereka, jadilah dia sebagai teman dan anggota mereka. Mereka membela apa yang
dia bela dan membenci apa yang dia benci.
Adapun Tabligh, pada
mereka terdapat perkara-perkara mungkar. Pertama: dia adalah manhaj yang bid’ah
dan berasal dari Delhi (India –red) bukan dari Mekkah atau Madinah. Tapi dari
Delhi di India. Yakni seperti telah diketahui bahwa di sana penuh dengan
khurafat, bid’ah dan syirik walau di sana juga banyak Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
seperti jama’ah ahlul hadits, yang mereka adalah sebaik-baik manusia di sana.
Tetapi Tabligh ini keluar dari sana melalui buatan para pemimpin mereka yang
ahli bid’ah dan tarekat sufi yang menyimpang dalam aqidah. Maka kelompok ini
adalah kelompok bid’ah dan muhdats. Di antara mereka ada Sufi dan Asy’ari yang
jelas-jelas bukan berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dalam aqidah
dan manhaj. Dan yang selamat adalah orang yang mengikuti manhaj salaf dan yang
berjalan di atas jalan mereka.
7.
Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al Madkhali hafizhahullah (Dosen di Universitas Dammaj, Yaman)
“Saya tidak pernah
khuruj dengan mereka (Firqah tabligh), tapi saya pergi untuk suatu keperluan,
yakni ke Kashmir. Setelah selesai dari pekerjaan ini aku melewati Delhi. Maka
ada yang mengatakan kepadaku: Mari kita singgah ke suatu tempat untuk
dikunjungi, yaitu ke markas Tabligh yaitu di Nizamuddin. Nizamuddin ini adalah
masjid yang dekat dengan markas jama’ah tabligh. Di dalamnya ada lima kubur
yang diberi kubah. Yakni kuburan yang disembah, bukan menyembah kepada Allah.
Ini ibadah yang jelas syirik. Maka kami melewati ‘monumen’ ini. Kemudian kami
singgah ke markas tabligh. Orang-orang berselisih apakah di dalamnya ada
kuburan atau tidak.
Maku Abdurrab bertanya,
ini orang yang saya ceritakan tadi, apakah di dalam masjid Tabligh ini ada
kuburan? Yang cerdas di kalangan mereka berkata: Tidak, di sini tidak ada kuburan!
Kuburan Ilyas di Mekkah atau di tempat ini atau itu yang jauh. Maka dia terus
bertanya hingga ada seseorang yang menunjukkan atau mengabarkan bahwa di sana
ada kuburan Ilyas dan di sebelahnya kuburan istrinya.
Kemudian al Akh
Abdurrab pergi ke kedua kuburan itu dan mencari-carinya setelah ketemu, dia
datang kepada kami sambil berkata: Mari, saya tunjukkan kepada kalian dua
kuburannya. Maka kami melihat, ini kuburan Ilyas dan ini kuburan istrinya yang
keduanya ada di dalam masjid.
Kemudian setelah itu
kami pastikan bahwa di dalamnya ada empat kuburan, bukan dua kuburan saja. Kami
memastikannya melalui orang-orang yang dipercaya yang telah berjalan bersama
Tabligh bertahun-tahun.
Tidak akan berkumpul
masjid dan kuburan (di satu tempat) dalam agama Islam. Akan tetapi, mereka ini
karena kesufiannya, kebodohannya terhadap manhaj dakwah para nabi, jauh darinya
dan meremehkannya, mereka menguburkan para gurunya di masjid, padahal para
ulama telah mengatakan: bahwa shalat di dalam masjid yang ada kuburan atau
beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Saya bertanya tentang hal ini kepada
Syaikh Bin Baz. Sebenarnya saya tahu tentang ini dan juga para Thalabul Ilmi
bahwa shalat di dalam masjid yang ada satu kuburan atau beberapa kuburan,
shalatnya tidak sah. Maka saya tanyakan kepada Syaikh Bin Baz, agar hadirin
mendengar jawabannya. Saya katakan: Apa pendapat anda, syaikh, tentang masjid
yang ada kuburan di dalamnya, apakah sah shalat di dalamnya? Beliau menjawab:
Tidak! Saya katakan: Di dalamnya ada banyak kuburan? Beliau mengatakan:
Terlebih lagi demikian! Saya katakan: Kuburannya bukan di kiblat masjid, tapi
di sebelah kiri dan kanannya? Beliau menjawab: Demikian juga, tetap tidak sah.
Saya katakan kepada beliau bahwa masjid induk atau markas induk tabligh di
dalamnya ada beberapa kuburan? Maka beliau menjawab: Tetap shalatnya tidak sah!
Sangat disayangkan
sekali, kelompok ini bergerak di dunia, tetapi beginilah keadaannya; tidak
mengajak kepada tauhid, tidak membasmi syirik dan tidak membasmi jalan-jalan menuju
kesyirikan. Mereka terus berjalan dengan melewati beberapa kurun dan generasi
tetap dengan dakwah seperti ini. Tidak mau berbicara tentang tauhid, memerangi
kesyirikan dan tidak membolehkan bagi para pengikutnya untuk melaksanakan
kewajiban ini. Ini adalah suatu hal yang telah diketahui di kalangan mereka.
Maka kita meminta
kepada mereka agar kembali kepada Allah dan mempelajari manhaj dakwah para
nabi, mereka juga jama’ah yang lainnya.
Mengapa demikian wahai
saudara-saudara? Karena kalau ada yang berdakwah mengajak kepada shalat, orang
akan berkata: Silahkan! Tidak ada yang melarang, mereka tidak akan khawatir.
Akan tetapi coba kalau mengatakan: Berdo’a kepada selain Allah adalah perbuatan
syirik! Membangun kuburan haram hukumnya! Menyembelih untuk selain Allah adalah
syirik! Maka mereka akan marah.
Ada seorang pemuda yang
berkhuthbah di suatu masjid tentang persatuan, akhlak, perekonomian, dekadensi
moral, dan yang lainnya. Orang-orang semuanya, masya Allah, berkumpul dan
mendengarkannya. Kita katakan kepadanya: Ya akhi, jazakallahu khairan, khuthbah
anda sangat baik, tetapi orang-orang yang ada di hadapanmu ini tidak mengenal
tentang tauhid, mereka terjatuh dalam kesyirikan dan bid’ah, maka terangkan
kepada mereka tentang manhaj dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam!
Maka ketika dia mulai berbicara, merekapun mulai bersungguh-sungguh.
Ketika dia terus
berbicara, merekapun semakin jengkel. Maka ketika yang ketiga kalinya ada
sekelompok orang yang ada di masjid bangkit dan memukulinya! Maka dia datang
kepadaku sambil menangis. Dia berkata: Aku habis bertengkar dengan mereka,
mereka memukuliku! Maka aku katakan kepadanya: Sekarang engkau telah berjalan
di atas manhaj dakwah para Nabi. Kalau engkau tetapi seperti dulu
bertahun-tahun, engkau tidak akan berselisih dengan seorangpun. Dari sinilah
kelompok yang ada ini bergerak, mereka memerangi bagian ini. Nabi bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاء ثُمَّ اْلأّمْثَل فَاْلأَمْثَل
“Seberat-berat manusia diberi cobaan adalah para Nabi, kemudian yang
selanjutnya dan kemudian yang selanjutnya.”
Karena mereka
menghadapi berbagai gangguan yang hanya Allah yang tahu tentang kerasnya
gangguan itu ketika mereka berdakwah kepada tauhid dan membasmi kesyirikan.
Dari sinilah para da’i yang mengajak kepada tauhid dan membasmi syirik malah
disakiti. Kalau dakwah Ikhwan dan Tabligh disenangi manusia karena meremehkan
sisi ini. Tapi kalau aku berkhuthbah di masjid seperti ini, sedikit sekali yang
mau mendengarku dan menerima dakwahku, kecuali orang-orang yang dikehendaki
Allah. Kalau aku berdakwah mengajak shalat, mereka akan berkata: silahkan. Tapi
kalau aku berdakwah untuk bertauhid dan memerangi kesyirikan, semuanya akan
lari dan merasa asing. Inilah dakwah para Nabi.
Inilah dasarnya mengapa
mereka menjadi manusia yang paling banyak ganngguannya. Sekarang para
salafiyyun, para da’i kepada tauhid keadaan mereka dikaburkan oleh manusia.
Karena banyaknya fitnah, kebohongan-kebohongan dan tuduhan dusta yang ditujukan
kepada mereka. Mengapa? Karena mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah!
Kelompok ini tidak bisa
masuk ke dalam lapangan ini, karena mereka takut kepada sisi ini. Tetapi mereka
akan ditanya di hadapan Allah. Demi Allah, telah datang kepada kami seseorang
atau segolongan Tabligh di Benares, di sebuah rumah yang saya tempati dengan
syaikh Shalih Al Iraqi. Mereka berkata: Kami dengar kalian datang, kami sangat
senang, maka kami datang mengunjungi kalian agar kalian ikut bersama kami
berdakwah kepada Allah. Dan tempat kami adalah masjid ini. Maka kami juga
gembira dan mendatangi masjid itu, ternyata masjid itu tempat tarikat
Berelwian. Mereka adalah para penyembah berhala dan sangat keterlaluan dalam
penyembahan itu.
Mereka meyakini bahwa
para wali bisa mengetahui perkara yang ghaib dan mengatur alam. Mereka
membolehkan untuk bernadzar, menyembelih, sujud dan ruku’ kepada kuburan.
Singkat kata: mereka adalah golongan penyembah berhala. Maka Syaikh Shalih
pergi dan bersama kami ada seorang penerjemah, namanya Abdul Alim, sekarang dia
ada di Rabithah Al Alam Islami. Kami bawa orang ini untuk menerjemahkan ucapan
syaikh. Maka syaikhpun berbicara.
Setiap selesai
berbicara beliau melihat kepada penerjemah agar diterjemahkan. Maka
penerjemahpun akan bergerak, maka ternyata pemimpin tabligh melihat dan berkata:
Tunggu, saya yang akan menerjemahkan. Maka syaikh terus berbicara, tapi tidak
ada seorangpun yang menerjemahkan. Hingga ceramahnya selesai.
Ketika selesai acara
itu dia mengucap salam dan malah pergi. Maka kami tetapi di situ menunggu
terjemah. Dia berkata: Saya ada keperluan, biar orang ini yang menerjemahkan.
Maka kami shalat Isya’ sambil menunggu terjemahan ceramah itu, tapi tidak
kunjung diterjemahkan. Maka saya temui lagi orang itu dan mengatakan: Ya akhi,
kami datang ke tempat kalian ini bukan untuk main-main. Tapi kalian tadi
meminta kepada kami untuk ikut serta bersama kalian berdakwah, maka kamipun
datang menyambut ajakan kalian. Dan syaikh tadi telah berbicara. Ketika
penerjemah akan menerjemah engkau malah melarangnya. Dan engkau menjanjikan akan
menerjemahkannya, tapi engkau tidak lakukan sedikitpun. Maka dia berkata: Ya
akhi, engkau tahu?! Masjid ini milik Khurafiyyin!! Kalau kita berbicara tentang
tauhid, mereka akan mengusir kita dari masjid. Maka saya katakan: Ya akhi,
apakah seperti ini dakwah para Nabi? Ya akhi, dakwah kalian sekarang menyebar
di penjuru dunia. Kalian pergi ke Amerika, Iran dan Asia, kalian tidak dapati
sedikitpun perlawanan selama-lamanya. Apakah seperti ini dakwah para Nabi?
Semua manusia menerimanya dan menghormatinya? Dakwah para Nabi padanya ada
pertempuran, darah, kesusahan-kesusahan dan lain-lain. Kalau engkau diusir dari
suatu masjid, berdakwahlah di masjid lain atau di jalan-jalan atau di
hotel-hotel. Katakan kalimat yang haq dan tinggalkan. Rasul saja diusir dari Mekkah
karena sebab dakwah ini. Kemudian saya tanya sudah berapa lama dakwah ini
berjalan? Dia berkata: Belum tiga puluh tahun. Saya katakan: Kalian telah
menyebar di India, utara dan selatan. Dan engkau melihat fenomena kesyirikan di
hadapanmu dan telah mati berjuta-juta orang. Sudah berapa juta orang yang mati
selama itu dalam keadaan berada di atas kesesatan, kesyirikan dan bid’ah yang
kalian sebarkan ini?! Dan engkau belum menerangkan hal itu kepada mereka!
Apakah engkau tidak merasa kalau engkau akan ditanya di hadapan Allah karena
engkau menyembunyikan kebenaran ini dan tidak menyampaikannya kepada para hamba
Allah?! Diapun diam. Maka aku permisi dan keluar.
Mereka menyembunyikan
kebenaran yang dinyatakan Al Qur`an. Dan mereka tidak menegakkan panji-panji
tauhid dan tidak mau menyatakan peperangan kepada kesyirikan dan bid’ah. Mereka
ini terkena ayat Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ
“Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS. Al Baqarah : 159)
Apa yang mereka dapati
kalau mereka telah menyembunyikan kebenaran yang paling nyata?! Dan hal yang
paling besar yang bukti-bukti itu berdiri di atasnya?! Bukti-bukti yang paling
besar adalah ayat-ayat tauhid. Dakwah yang paling besar yang dilakukan para
nabi dan Al Qur`an adalah tauhid. Dan yang paling jelek dan bahaya adalah
syirik dan bid’ah. Al Qur`an dan Sunnah telah memeranginya. Kemudian mereka
malah setuju dan bersama kesyirikan, bid’ah, dan para pendukungnya sampai mati.
Berapa banyak orang yang mati di bawah panji ini dalam keadaan tidak tahu
kebenaran tauhid selama itu?! Dan dalam keadaan tidak bisa membedakan antara
tauhid dengan syirik?!
Kalau mereka tidak
dihisab karena menyembunyikan ayat tauhid, maka siapa lagi yang dihisab?
Kita berharap kepada
Allah agar menjadi orang yang menolong agama ini dan menasehati kaum muslimin.
Dan agar Allah menjauhkan kita dari sifat menipu dalam agama, karena membiarkan
bid’ah dan syirik adalah penipuan yang paling besar. Tidak ada penipuan yang
bisa menyaingi penipuan ini. Kalau menipu manusia dalam perdagangan saja
Rasulullah berlepas tangan, maka bagaimana lagi kalau menipu dalam agama?
Bagaimana engkau bisa diam terhadap kesyirikan dan bid’ah?! Engkau merusak
aqidah kaum muslimin dan masyarakat mereka. Kemudian engkau mengatakan: Kita
semua kaum muslimin, bersaudara dan engkau tidak menerangkan mana yang haq dan
mana yang batil?! Kita memohon kepada Allah agar Dia menjaga kita dari penyakit
ini.”
8.
Syaikh Shalih bin
Abdullah Al Abud hafizhahullah
Adapun tabligh, ketika
Khilafah Utsmaniyyah runtuh bangkitlah firqah ini dengan pemikiran jama’ah ini,
firqah tabligh. Dan mereka membuat dasar-dasar untuk para pengikutnya dengan
nama “Ushulus Sittah” yang mereka dakwahkan manusia kepadanya. Dan di akhirnya
mereka membai’at menurut empat macam tarekat sufi; Jistiyyah, Syahrawardiyyah,
Naqsyabandiyah dan Matur… saya lupa yang keempat, yang jelas empat tarekat.
Mereka dalam bidang aqidah adalah Maturidiyah atau Asy’ariyyah.
Dan dalam pemahaman
syahadat mereka, yaitu syahadat Laa Ilaaha Illallah dan Muhammad Rasulullah.
Mereka tidak memahami maknanya kecuali bahwa: Tidak ada yang Kuasa untuk
Mencipta dan Mengadakan serta Membuat kecuali Allah. Dan dalam memahami makna
Muhammad Rasulullah, (mereka tidak memahaminya seperti yang kita fahami, yaitu
membenarkan apa yang beliau sampaikan, mentaati apa yang beliau perintahkan,
menjauhi apa yang beliau larang dan peringatkan dan Allah tidak diibadahi
kecuali dengan apa yang beliau syariatkan).
Pemahaman ini tidak ada
di kalangan jama’ah tabligh, bahkan kadang-kadang mereka mengkultuskan
individu-individu tertentu dan menyatakan mereka memiliki ‘Ishmah (tidak akan
salah). Dan sampai-sampai bila para syaikhnya mati, mereka bangun di atas
kuburannya bangunan-bangunan dalam masjid. Tabligh adalah firqah, tanpa perlu
diragukan lagi. Karena menyelisihi firqatun Najiyah.
Mereka memiliki manhaj
khusus. Yang tidak ikut ke dalamnya tidak dianggap sebagai orang yang mendapat
hidayah. Tabligh membagi manusia menjadi: Muhtadi (orang yang mendapat hidayah)
dan manusia yang masih diharapkan mendapat hidayah (tim penggembira saja
–pent). Golongan Muhtadi adalah yang telah masuk keseluruhan dalam tandhim
(keorganisasian) dan firqah mereka. Dan yang non Muhtadi, tidak termasuk
golongan mereka walaupun dia imam kaum muslimin. Ini dalam pemahaman mereka.
Ikhwanul Muslimin juga
demikian, yang termasuk tandhim mereka adalah Ikhwanul Muslimin dan yang tidak
masuk, maka bukan Ikhwanul Muslimin walaupun orang itu adalah alim dalam Islam.
Cukup sikap ta’ashshub ini menjadi dalil bahwa mereka telah mengeluarkan
diri-diri mereka sendiri dari jama’ah kaum muslimin. Karena jama’ah kaum
muslimin tidak menganggap bahwa hidayah hanya sampai kepada mereka saja. Dan
manhaj mereka adalah manhaj yang paling luas, karena mereka tidak mencap setiap
orang yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang kafir. Tapi mereka masih
mengakui bahwa mereka adalah kaum muslimin dan mengharapkan agar dia mendapat
hidayah. Meskipun orang itu mengkafirkan mereka, mereka tetap tidak membalasnya
dengan mengkafirkannya pula. Maka manhaj Firqatun Najiyah adalah manhaj yang
paling luas dalam hal ini. Wallahu A’lam.
(Semua fatwa ini diambil dari kaset Al Qaulul Baligh ‘ala Dzammi Jama’atit
Tabligh)
9.
Syaikh Muqbil bin Hadi
Al Wadi’i rohimahulloh
Setelah membawakan
pendirian beliau terhadap Ikhwanul Muslimin beliau berkata: “Adapun Jama’ah
tabligh, silakan engkau membaca apa yang dituturkan syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab Al Washshabi, ia berkata:
o
Mereka mengamalkan
hadits-hadits dha’if (lemah) bahkan maudhu’ (palsu) serta Laa Ashla Lahu (tidak
ada asalnya)
o
Tauhid mereka penuh
dengan bid’ah, bahkan dakwah mereka berdasarkan bid’ah. Karena dakwah mereka
berdasarkan Al Faqra (kefakiran) yaitu khuruj (keluar). Dan ini diharuskan di
setiap bulan 3 hari, setiap tahun 40 hari dan seumur hidup 4 bulan, dan setiap
pekan 2 jaulah, jaulah pertama di Masjid yang didirikan shalat padanya dan yang
kedua berpindah-pindah. Di setiap hari ada 2 halaqah, halaqah pertama di masjid
yang didirikan shalat padanya, yang kedua di rumah. Mereka tidak senang kepada
seseorang kecuali bila dia mengikuti mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ini
adalah bid’ah dalam agama yang tidak diperbolehkan Allah Ta’ala
o
Mereka berpendapat
bahwa dakwah kepada tauhid akan memecah belah ummat saja
o
Mereka berpendapat
bahwa dakwah kepada sunnah juga memecah belah ummat
o
Pemimpin mereka berkata
dengan tegas bahwa: Bid’ah yang bisa mengumpulkan manusia lebih baik daripada
sunnah yang memecah belah manusia
o
Mereka menyuruh manusia
untuk tidak menuntut ilmu yang bermanfaat secara isyarat atau terang-terangan
o
Mereka berpendapat
bahwa manusia tidak bisa selamat kecuali dengan cara mereka. Dan mereka membuat
permisalan dengan perahu Nabi Nuh ‘alaihis salam, siapa yang naik akan selamat
dan siapa yang enggan akan hancur. Mereka berkata: “Sesungguhnya dakwah kita
seperti perahu Nabi Nuh.” Ini saya dengar dengan telinga saya sendiri di
Urdun (Yordania –ed) dan Yaman
o
Mereka tidak menaruh
perhatian terhadap tauhid Uluhiyyah dan Asma` was Sifat
o
Mereka tidak mau
menuntut ilmu dan berpendapat bahwa waktu yang digunakan untuk itu hanya
sia-sia belaka.”
(Dinukil dari kutaib Hadzihi Da’watuna wa ‘Aqidatuna, Syaikh Muqbil
bin Hadi al Wadi’i rohimahulloh hal. 15-17)
0 komentar:
Posting Komentar