إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
1. Niat Ikhlas
Seorang
pemimpin dalam memegang jabatannya itu harus diniatkan semata-mata hanya untuk
menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia akan memperoleh yang
dijanjikan Allah kepadanya, jika melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan
baik. Karena setiap amal tergantung niat pelakunya, dan keberhasilan seorang
pemimpin tergantung kepada niatnya dalam memegang kepemimpinan itu.
2. Pemimpin harus dari Kaum Laki-Laki
Seorang wanita tidak boleh diangkat menjadi pemimpin, baik untuk komunitas
tertentu, skala kecil, apalagi untuk masyarakat yang lebih luas. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوا
أَمْرَهُمْ اِمْرَأََةٌ.
"Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan
kepemimpinannya kepada seorang wanita". (HR. al Bukhari [no.4425, 7099] dari Abi Bakrah).
3. Tidak Meminta Jabatan
Secara syar'i, meminta jabatan adalah hal yang dilarang kecuali dalam kondisi
tertentu. Seseorang yang menginginkan suatu jabatan dan berusaha dengan sungguh
untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan terhormat dalam pemerintahan,
kemungkinan besar ia akan mengorbankan agamanya demi mencapai keinginannya itu.
Dia pun rela melakukan apa saja, meskipun merupakan perbuatan maksiat demi
mendapatkan atau untuk mempertahankan kedudukan yang telah ia raih. Oleh karena
itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita meminta jabatan.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan, betapa berat
tanggung-jawab jabatan tersebut pada hari Kiamat nanti. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى
الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ
وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ.
"Kalian selalu berambisi untuk menjadi
penguasa, padahal akan membuat kalian menyesal pada hari Kiamat kelak. Sungguh
hal itu (ibarat) sebaik-baik susuan dan sejelek-jelek penyapihan".
(HR. al Bukhari [no.7148] dari Abu Hurairah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengingatkan seorang
sahabatnya yang bernama Abu Dzar radhiyallahu 'anhu akan bahayanya
memegang sebuah jabatan pemerintahan serta berat dan besarnya tanggung jawab
yang akan dipikul. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنِّي أَرَاكَ
ضَعِيفًا وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى
اثْنَيْنِ وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ.
"Ya Abu Dzar, aku lihat engkau seorang yang lemah
dan aku suka engkau mendapatkan sesuatu yang aku sendiri menyukainya. Janganlah
engkau memimpin dua orang dan janganlah engkau mengurus harta anak yatim".
(HR. Muslim
[no.1826] dari Abu Dzar).
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada 'Abdur
Rahman bin Samurah radhiyallahu 'anhu,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بن سمرة لَا
تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وكِلْتَ
إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا. وَإِذَا
حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ
يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ.
"Ya 'Abdur Rahman, janganlah engkau meminta
jabatan pemerintahan. Apabila jabatan itu diberikan kepadamu dikarenakan engkau
memintanya, maka jabatan itu sepenuhnya akan dibebankan kepadamu. Namun apabila
jabatan itu diberikan bukan karena permintaanmu, maka engkau akan dibantu dalam
mengembannya. Jika engkau bersumpah atas suatu perkara, setelah itu engkau
melihat ada yang lebih baik dari sumpahmu, maka tunaikan kafaratnya dan lakukan
apa yang lebih baik". (HR al Bukhari [no.7147] dan Muslim [no.1652] dari 'Abdur Rahman bin
Samurah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menolak pemintaan
salah seorang sahabat yang datang meminta agar diberi sebuah jabatan. Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّا- والله- لَا نُوَلِّي هَذَا
الأمرَ أحدًا سَأَلَهُ وَلَا أحدًا حَرَصَ عَلَيْهِ.
"Kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan
ini kepada orang yang memintanya dan berambisi untuk mendapatkannya." (HR al Bukhari [no.7149] dan Muslim
[no.1733] dari Abu Musa).
Alasan penolakan ini, karena setiap orang yang berambisi akan sesuatu tentu
berani melakukan apa saja demi mendapat jabatan atau demi mempertahankannya.
Oleh karena itu, selayaknya jangan berambisi dan berusaha untuk mendapatkan
jabatan pemerintahan. Sebab hal itu dapat menghalangi taufiq Allah Azza wa
Jalla, sehingga sepenuhnya akan dibebankan kepadanya. Sikap ambisius akan
mendorongnya berbuat aniaya dan dosa besar demi mendapatkan dan
mempertahankannya.
4. Berhukum dengan Hukum Allah
Ini merupakan kewajiban terbesar yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin
dan penguasa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَأَنِ ٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ
أَنزَلَ ٱل
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah..." (al Ma`idah : 49).
Memutuskan perkara dengan hukum yang diturunkan Allah merupakan tugas pokok
yang harus dilaksanakan seorang pemimpin. Jika ternyata ia menyimpang dari
hukum Allah, maka ia bukanlah orang yang pantas untuk mengemban jabatan itu.
5. Menjatuhkan Hukum dengan Adil
Ini juga termasuk kewajiban terbesar yang harus diemban oleh seorang penguasa.
Allah Subhanhu wa Ta'ala berfirman,
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ
خَلِيفَةًۭ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ
ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن
سَبِيلِ ٱللَّهِ
لَهُمْ عَذَابٌۭ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ
"Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan". (Shad : 26).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن
تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن
تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ
سَمِيعاً بَصِيراً
"...dan (menyuruh kamu) agar senantiasa bersikap
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan
adil..." (an Nisa : 58).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ
يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ
وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ
وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا.
"Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, pada
hari Kiamat kelak, ia berada di atas mimbar dari cahaya di sebelah kanan Allah
Azza wa Jalla yang Maha pengasih. Kedua tangan Allah sebelah kanan. (Mimbar
tersebut) diberikan untuk orang yang bersikap adil dalam berhukum mereka,
keluarga mereka, dan yang mereka kuasai". (HR Muslim [no.1827] dari 'Abdullah
bin Amr).
Oleh karena itu, seorang pemimpin wajib bersikap adil terhadap rakyatnya dan
memberikan perlakuan yang sama di antara mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ
اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"...dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (al Maidah : 8).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
مَا مِنْ أَمْيرٍ عَشَرَةٍ إِلَّا
وَهُوَ يُؤْتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْلُولًا حَتَّى يَفُكَّهُ العَدْلُ
أَوْ يُوْبِقَهُ الجورِ.
"Tidaklah seorang lelaki memimpin sepuluh orang,
kecuali ia akan didatangkan dalam keadaan tangan yang terbelenggu pada hari
Kiamat. Kebaikan yang ia lakukan akan melepaskannya dari ikatan, atau dosanya
akan membuat dirinya celaka". (HR al Baihaqi di dalam kitab al Kubra (X/96)
dari Abu Hurairah. Juga terdapat dalam Kitab Shahih al Jami' [no.5695]).
6. Siap Memenuhi Kebutuhan Rakyat dan Mendengar
Keluhannya
Seorang
pemimpin harus membuka pintunya untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat,
mendengarkan pengaduan orang-orang yang teraniaya dan keluhan mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ إِمَامٍ أَوْ وَالٍ يُغْلِقُ
بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَ حَاجَتِهِ
وَمَسْكَنَتِهِ
.
"Tidaklah seorang pemimpin atau seorang penguasa
menutup pintunya dari orang-orang yang memiliki kebutuhan, keperluan serta
orang-orang fakir, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari keperluan,
kebutuhan dan hajatnya". (HR Ahmad (IV/231), at Tirmidzi [no.1332] dari 'Amr
bin Murah. At Tirmidzi [no.1332] dari Abu Maryam. Hadits ini terdapat dalam
Kitab Shahih al Jami' [no.5685]).
Hadits ini merupakan ancaman keras dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam terhadap pemimpin yang menutup pintu dari rakyat yang dipimpinnya.
7. Memberi Nasihat kepada Rakyatnya dan Tidak
Menghianatinya
Seorang pemimpin harus selalu memberi nasihat yang baik kepada rakyatnya
tentang segala perkara berkaitan dengan urusan dunia maupun agama. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ
الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ
مَعَهُمُ الْجَنَّةَ.
"Tak seorang pemimpinpun yang mengurusi urusan
kaum muslimin, kemudian ia tidak pernah letih dari mengayomi dan menasihati
mereka, kecuali pemimpin itu akan masuk ke dalam surga bersama mereka" (HR Muslim [no.142] dari Ma'qal bin
Yasar).
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ
اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
"Tidaklah seorang hamba yang mendapat amanah dari
Allah untuk mengayomi rakyat, lantas ia meninggal pada hari meninggalnya dalam
keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah telah haramkan surga baginya". (HR al Bukhari [no.7150, 7151] dan
Muslim [no.142]).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
الدِّينُ النَّصِيحَةُ. قُلْنَا:
لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ
وَعَامَّتِهِمْ.
dari Tamim ad Daari, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda, "Diin (agama) itu adalah nasihat",
kami (para sahabat) bertanya, "Untuk siapa?" Beliau menjawab,
"Untuk Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin
dan rakyatnya". (HR Muslim [no.55] dari Tamim bin Aus).
Masyarakat juga harus memberikan nasihat kepada pemimpinnya dan tetap
menaatinya, selama mereka tidak disuruh kepada perkara yang dilarang Allah.
Jangan sampai mereka melepaskan diri dari ketaatan dan melakukan pemberontakan
walau bagaimanapun buruknya penguasa itu. Kecuali bila terlihat kekufuran yang
nyata, dan ada dalil yang jelas tentang pengkafiran tersebut dari Allah.
8. Pemimpin Jangan Menerima Hadiah
Jika ada rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin, hampir bisa
dipastikan, dibalik itu mereka ingin agar sang pemimpin dekat dengannya dan
menyukai dirinya. Maka seorang pemimpin janganlah menerima hadiah-hadiah
semacam ini.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
الهَدِيَّةُ إِلَى الإِمَامِ غَلُوْلٌ
"Hadiah yang diberikan kepada seorang pemimpin
adalah pengkhianatan". (HR ath Thabraani dalam kitab al Kabir (XI/11486) dari Ibnu Abbas.
Hadits ini terdapat dalam Kitab Shahih al Jami' [no.7054]).
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
هَدَايَا العُمَّالِ غَلُوْلٌ
"Hadiah-hadiah yang diberikan kepada penguasa
adalah pengkhianatan". (HR Ahmad (V/424), al Baihaqi (X/138) dari Abu Humaid.
Hadits ini terdapat dalam Kitab Shahih al Jami' [no.7071]).
Demikian juga, semua orang yang bertugas melayani urusan kaum muslimin, ia
tidak boleh menerima hadiah dan jangan ada sedikitpun yang disembunyikannya.
Berapapun hadiah yang diterimanya, harus ia serahkan kepada pemerintah. Jangan
ada sedikitpun yang dijadikan sebagai milik pribadi. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى
عَمَلٍ فَكَتَمْنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ.
"Barang siapa di antara kalian yang kami tugaskan
untuk mempimpin lalu ia menyembunyikan satu jarum atau lebih, maka pada hari
Kiamat nanti ia akan datang membawanya" (HR Muslim [no.1833] dari 'Adi bin Umair).
Salah seorang gubernur Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ada yang
berkata, "Yang ini untuk kalian dan yang ini dihadiahkan untukku."
lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّا بَعْدُ فَمَا بَالُ الْعَامِلِ
نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِينَا فَيَقُولُ هَذَا مِنْ عَمَلِكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ
لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ
لَا.
"Amma ba'du, mengapa pejabat yang kami angkat
berkata: "Yang ini dari hasil pekerjaan kalian, sementara yang ini khusus
dihadiahkan untukku?" Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau
ibunya, lalu ia tunggu, apakah masih ada orang yang mau memberikan hadiah
untuknya ataukah tidak?" (HR al Bukhari [no.1500, 6979] dan Muslim [no.1832]
dari Abu Humaid as Sa'di).
9. Pemimpin Harus Mengambil Penasihat dari Kalangan
Orang-Orang Sholeh
Seorang
pemimpin harus mengambil penasihat dari kalangan orang-orang shalih yang mampu
mengingatkannya saat ia lupa, dan membantunya saat teringat, selalu
mengawasinya agar bersikap baik dan berlaku adil, memberinya nasihat dan
pengarahan, serta mendorongnya untuk berbuat baik dan menjaga ketakwaan. Dengan
cara ini, maka semua urusan pasti lurus.
Adapun penasihat yang buruk, tidak ada kebaikan yang dapat diharapkan darinya.
Karena mereka tidak dapat membantu untuk berbuat kebajikan, bahkan akan
membantu setan untuk menggelincirkan si pemimpin. Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ
وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ
تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ
بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى.
"Tidak ada nabi yang Allah utus, dan tidak pula
ada seorang pemimpin yang Dia angkat, kecuali mereka mempunyai dua jenis teman
dekat. Teman yang menyuruhnya untuk berbuat baik serta selalu membantunya dalam
berbuat baik, dan teman yang menyuruhnya berbuat untuk jahat serta selalu
mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Orang yang selamat, ialah orang
yang memang dijaga Allah Subhanahu wa Ta'ala" (HR al Bukhari [no.6611, 7198] dari
Abu Sa'id).
10. Pemimpin Harus Bersikap Ramah
Sebagaimana
dikatakan para ulama salaf, seorang pemimpin harus bersikap sebagai anak
terhadap orang-orang tua, sebagai saudara untuk yang sebaya, dan sebagai orang
tua terhadap anak-anak. Ia harus bersikap lembut, ramah serta menyayangi
mereka, dan tidak membebaninya dengan urusan yang tidak mereka sanggupi. Dengan
sikap ini, sebagai pemimpin, ia berhak mendapat doa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam,
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ
أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ
أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
"Ya Allah, bagi siapa yang menjadi penguasa
umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka timpakanlah kesulitan kepadanya. Dan
barang siapa yang menjadi penguasa umatku, lalu ia menyayangi mereka, maka
sayangilah ia." (HR Muslim
[no.1848] dari 'Aisyah).
11. Jujur Menjalankan Semua Urusan yang Berkaitan
dengan Umat
Dalam hal
ini, seorang pemimpin harus membantu ahli sunnah serta membasmi ahli bid'ah dan
pelaku kerusakan, mengibarkan panji amr ma'ruf nahi mungkar serta panji-panji
jihad fi sabilillah, berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga kehormatan,
agama, harta kaum muslimin dan lain-lain.
Ia juga harus mengevaluasi kinerja para pejabat dan pegawainya secara kontinyu,
memperhatikan cara mereka menjalankan tugas, dan sikap mereka terhadap rakyat.
Ia juga harus memilih jalan terbaik dalam menyelesaikan semua problem
masyarakat. Para bawahan juga diharuskan memberi laporan-laporan secara jujur
dan rinci mengenai tugas yang telah dilakukan. Sesungguhnya ia akan
mempertangungjawabkan semua tugas dan kewajibannya di hadapan Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
دينك على قلبي ثبت القلوب يامقلب
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati
kami di atas agama-Mu.”
(HR Tirmidzi [no.3522], Ahmad [4/302], al Hakim
[1/525], Shohih Sunan Tirmidzi [no.2792]).
Lihat :
- Al Adabul Kabir wa Adabush Shaghir, Ibnul-Muqaffa'.
- Al Adabusy Syar'iyyah, Ibnu Muflih.
- Al Ahkamu as Sulthaniyyah, al-Mawardi.
- Ath Thuruqul Hukmiyah, Ibnul Qayyim.
- Fathul Bari Syarah Shahih al Bukhari, Ibnu Hajar al Asqalani.
- Jami' Bayanil 'Ilmi wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Bar.
- Madarikun Nazhar fis Siyasatisy Syar'iyyah, 'Abdul Malik ar Ramadhani.
- Mausu'ah al Adabul Islamiyyah, 'Abdul-'Aziz bin Fathis Sayyid Nada`.
- Shahih Jami' ash Shaghir, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani.
- Sirah Nabawiyah Shahihah, Dr.Akram Dhiya' al 'Umari.
- Sirajul Muluk, ath Thurthuusyi.
- Silsilah al hadits ash Shahihah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, disusun oleh Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur Hasan Salman.
- Syarah Shahih Muslim an Nawawi.
- Tafsir Adhwa`ul Bayan, Muhammad al Amin asy Syanqithi.
- Tafsir al Qurthubi.
- Tafsir Ibnu Katsir.
0 komentar:
Posting Komentar