إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Bagaimanakah ciri-ciri Ahlus Sunnah?!
Bersatu Di Atas Kebenaran
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang suka memecah-belah agama mereka sehingga
menjadi bergolong-golongan maka engkau (Muhammad) sama sekali tidak termasuk
bagian mereka.” (QS. al-An’am : 159).
Dan Allah ta’ala juga berfirman,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah secara bersama-sama dan
jangan berpecah-belah.” (QS. Ali ‘Imran : 103).
Allah ta’ala berfirman,
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ ۖ
وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
“Sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia! Dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena hal itu akan
memecah-belah kalian dari jalan-Nya.” (QS. al-An’am : 153).
Kebenaran Yang Harus Kita Ikuti
Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ
فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ
وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ
أُولَٰئِكَ رَفِيقًاذَٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ
بِاللَّهِ عَلِيمًا
“Barangsiapa yang menaati Allah dan rasul, maka mereka itulah orang-orang
yang akan bersama dengan kaum yang diberikan kenikmatan oleh Allah, yaitu para
nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin. Dan mereka itu adalah sebaik-baik
teman.” (QS. an-Nisaa’ : 69-70).
Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia
mengikuti jalan selain orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia
terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkannya ke
dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’ : 115).
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul serta
ulil amri diantara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu
perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian benar-benar
beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih baik dan lebih bagus
hasilnya.” (QS. an-Nisaa’ : 59).
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ
فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Dan apa pun yang kalian perselisihkan maka hukumnya adalah kepada Allah.” (QS. asy-Syura : 10).
Allah ta’ala berfirman,
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينإِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَِ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Engkau
beri nikmat kepada mereka. Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai, dan bukan
pula jalannya orang-orang yang sesat.” (QS. al-Fatihah :
4-7).
Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya kebenaran itu hanya satu, yaitu jalan Allah yang
lurus, tiada jalan yang mengantarkan kepada-Nya selain jalan itu. Yaitu
beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan apapun, dengan cara
menjalankan syari’at yang ditetapkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam, bukan dengan hawa nafsu dan bid’ah-bid’ah.” (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim, [hal. 116-117]).
Menjunjung Tinggi Tauhid
Jalan yang lurus adalah
jalannya orang-orang yang bertauhid. Merekalah orang-orang yang telah
merealisasikan kandungan ayat إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ di dalam hidupnya. Adapun orang-orang musyrik
adalah kaum yang dimurkai dan tersesat dari jalan Allah (lihat at-Tafsir
al-Qoyyim [hal. 54]).
Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang
mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl : 36).
Allah ta’ala berfirman
memberitakan ucapan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam,
وَمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ
مِنَ التَّوْرَاةِ وَلِأُحِلَّ لَكُم بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ ۚ
وَجِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah aku. Sesungguhnya Allah
adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran : 50-51,
lihat juga QS. Az-Zukhruf : 63-64).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
berkata, “Inilah, yaitu penyembahan kepada Allah, ketakwaan kepada-Nya,
serta ketaatan kepada rasul-Nya merupakan ‘jalan lurus’ yang mengantarkan
kepada Allah dan menuju surga-Nya, adapun yang selain jalan itu maka itu adalah
jalan-jalan yang menjerumuskan ke neraka.” (lihat Taisir al-Karim
ar-Rahman [hal. 132]).
Allah ta’ala berfirman,
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي
آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُّبِينٌوَأَنِ اعْبُدُونِي ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
“Bukankah Aku telah berpesan kepada kalian, wahai keturunan Adam; Janganlah
kalian menyembah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian.
Dan sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin : 60-61).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, “bahwa yang dimaksud ‘menaati setan’ itu mencakup segala bentuk
kekafiran dan kemaksiatan. Adapun jalan yang lurus itu adalah beribadah kepada
Allah, taat kepada-Nya, dan mendurhakai setan” (lihat Taisir al-Karim
ar-Rahman [hal. 698]).
Sebuah realita yang
sangat menyedihkan adalah banyak diantara kaum muslimin di masa kita sekarang
ini yang mengucapkan إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , akan tetapi
di sisi lain mereka tidak memperhatikan kandungan maknanya sama sekali. Mereka
tidak memurnikan ibadahnya kepada Allah semata. Mereka beribadah kepada
selain-Nya. Seperti halnya orang-orang yang berdoa kepada Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam, Husain, Abdul Qadir Jailani, Badawi, dan lain
sebagainya. Ini semua termasuk perbuatan syirik akbar dan dosa yang tidak akan
diampuni pelakunya apabila dia mati dalam keadaan belum bertaubat darinya
(lihat Tafsir Surah al-Fatihah [hal. 19-20]).
Memadukan Ilmu dan Amal
Syaikh Shalih al-Fauzan
hafizhahullah berkata, “Orang yang diberikan kenikmatan kepada mereka
itu adalah orang yang mengambil ilmu dan amal. Adapun orang yang dimurkai
adalah orang-orang yang mengambil ilmu dan meninggalkan amal. Dan orang-orang
yang sesat adalah orang-orang yang mengambil amal namun meninggalkan ilmu.”
(lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 25)
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat didatangkan
seorang lelaki lalu dilemparkan ke dalam neraka. Usus perutnya pun terburai.
Dia berputar-putar seperti seekor keledai mengelilingi alat penggilingan. Para
penduduk neraka berkumpul mengerumuninya. Mereka pun bertanya kepadanya, “Wahai
fulan, apa yang terjadi padamu. Bukankah dulu kamu memerintahkan yang ma’ruf
dan melarang yang mungkar?”. Dia menjawab, “Benar. Aku dulu memang
memerintahkan yang ma’ruf tapi aku tidak melaksanakannya. Aku juga melarang
yang mungkar tetapi aku justru melakukannya.”.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah
mengatakan, “Barangsiapa yang rusak di antara ahli ibadah kita maka pada
dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Barangsiapa yang rusak di
antara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang
Yahudi.” Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hal itu
dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu sedangkan orang Yahudi
mengetahui kebenaran akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (lihat Ighatsat
al-Lahfan, hal. 36)
Memuliakan Para Sahabat
Allah ta’ala berfirman
mengenai para Sahabat dalam ayat-Nya,
لَّقَدْ رَضِيَ
اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا
فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا
قَرِيبًا
“Sungguh, Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman yaitu ketika
mereka bersumpah setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon itu.” (QS. al-Fath : 18).
Ibnu Katsir rahimahullah
menyebutkan di dalam tafsirnya bahwa jumlah para sahabat yang ikut serta dalam
sumpah setia/bai’at di bawah pohon itu -yang dikenal dengan Bai’atur Ridhwan-
adalah 1400 orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
akan masuk neraka seorang pun di antara orang-orang [para sahabat] yang ikut
berbai’at di bawah pohon itu.” (HR. Muslim) (lihat Syarh al-’Aqidah
ath-Thahawiyah, hal. 469)
Imam Bukhari membuat
sebuah bab dalam Shahih-nya dengan judul ‘Tanda keimanan adalah
mencintai kaum Anshar’ (lihat Fath al-Bari [1/79]). Dalilnya adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tanda keimanan adalah
mencintai Anshar, sedangkan tanda kemunafikan adalah membenci Anshar.” (HR.
Bukhari). Dalam riwayat lain dikatakan, “Tidaklah membenci Anshar seorang
lelaki yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (HR. Muslim). Dalam
riwayat lain lagi disebutkan, “Mencintai Anshar adalah keimanan dan membenci
mereka adalah kemunafikan.” (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela para sahabatku.
Seandainya ada salah seorang dari kalian yang berinfak emas seberat gunung
Uhud, maka tidak akan mengimbangi infak salah seorang di antara mereka,
walaupun itu cuma satu mud/dua genggaman tangan, atau bahkan setengahnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Adapun hadits yang populer, “Para sahabatku
seperti bintang-bintang. Dengan siapa pun di antara mereka kamu meneladani maka
kalian akan mendapatkan petunjuk.” Ini merupakan hadits yang lemah.
al-Bazzar berkata, “Hadits ini tidak sahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan tidak pula terdapat dalam kitab-kitab hadits yang
menjadi rujukan.” (lihat Syarh al-’Aqidah ath-Thahawiyah, hal.
468-469)
Imam Abu Zur’ah ar-Razi
mengatakan, “Apabila kamu melihat ada seseorang yang menjelek-jelekkan salah
seorang Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa
dia adalah seorang zindik. Hal itu dikarenakan menurut kita Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membawa kebenaran. Demikian pula, al-Qur’an
yang beliau sampaikan adalah benar. Dan sesungguhnya yang menyampaikan kepada
kita al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah ini adalah para Sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya mereka -para pencela Sahabat- hanyalah bermaksud
untuk menjatuhkan kedudukan para saksi kita demi membatalkan al-Kitab dan
as-Sunnah. Maka mereka itu lebih pantas untuk dicela, dan mereka itu adalah
orang-orang zindik.” (lihat Qathful Jana ad-Daani Syarh Muqaddimah Ibnu
Abi Zaid al-Qairuwani, hal. 161)
Mengikuti Salafus Shalih, Menjauhi Bid’ah
Salafus shalih atau
pendahulu yang baik merupakan sebutan bagi tiga generasi terbaik umat ini,
yaitu para sahabat (Muhajirin dan Anshar), tabi’in (murid para sahabat) dan
tabi’ut tabi’in (murid para tabi’in). Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم
بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama yaitu kaum Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS. at-Taubah : 100).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah di zamanku.
Kemudian orang-orang yang mengikuti mereka. Kemudian berikutnya yang
mengikutinya sesudahnya.” (HR. Bukhari). Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang hidup sepeninggalku maka dia akan
melihat banyak perselisihan. Oleh sebab itu wajib atas kalian untuk mengikuti
Sunnah/ajaranku dan Sunnah/ajaran Khulafa’ ar-Rasyidin yang berpetunjuk.
Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian. Jauhilah perkara-perkara yang
diada-adakan. Sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi, Tirmidzi berkata: hadits hasan sahih).
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar