Pages

Selasa, 07 Agustus 2012

Dialog Cinta Akhwat HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)


Sekedar parody pemikiran..!


ikhwan : “ukhti, aku mencintaimu”
akhwat HTI : “maaf, aku gak bisa terima”
ikhwan : “kenapa?”
akhwat HTI : “maaf, abang menyatakan cintanya baru sendirian. Jadi cinta abang masih ‘ahad'
ikhwan : “bukankah ukhti tahu saya orang yang jujur?”
akhwat HTI : “ya, saya tahu abang orang yang jujur”
ikhwan : “kalau saya bilang di dompet saya ada duit 50 ribu ukhti percaya ?”
akhwat HTI : “iya percaya”
ikhwan : “terus kenapa kalau saya nyatakan cinta ukhti tidak percaya?”
akhwat HTI : “karena cinta perkara ghaib. Saya gak terima kabar dari satu orang”
ikhwan : “terus apa yang harus saya lakukan agar ukhti percaya dengan cinta saya?”
akhwat HTI : “kabarkan ke seluruh dunia agar cinta abang jadi cinta yang ‘mutawatir’ !”
ikhwan : “lalu ukhti kenapa percaya kalau aku bilang di dompet ada duit sekian?”
akhwat HTI : “kalau masalah duit itu perkara yang masuk akal, jadi saya bisa terima. Tapi kalau cinta itu perkara ghaib, tidak bisa diterima dari satu orang”
ikhwan : “tapi saya bukan orang gila ukhti. Masa cinta yang suci ini harus disebar di masyarakat ?”
akhwat HTI : “ya biar jadi mutawatir bang. Jadi aku percaya cinta abang kalau udah mutawatir”

Akhirnya, si ikhwan bercerita kesana kemari bahwa ia mencintai si akhwat itu. Sampai orang-orang mengatakan bahwa si ikhwan itu orang gila. Kemudian akhwat itu mendatangi ikhwan tersebut dan berkata : “aku percaya cinta abang”

tetapi ada orang menyela : “ukhti, orang itu sudah gila”
akhwat HTI : “tidak apa-apa, karena dia mengabarkan kepada orang banyak. Jadi sanadnya banyak walaupun semuanya ‘dhaif’ bisa jadi ‘hasan’
orang itu berucap lagi : “apakah ukhti mau menerima dia sedangkan dia gila ? dan aku bersaksi sebagai seorang dokter jiwa mengetahui dia gila”
akhwat HTI : “maaf, bapak baru satu orang (ahad), jadi ucapan bapak saya tolak walaupun bapak seorang saksi yang ahli tetap saya tolak saya ambil perkataan orang banyak walaupun
lemah kedudukannya.”

Begitulah akhir pilihan hidupnya. Karena dia tidak mempercayai kabar dari satu orang, walau dari orang yang semestinya dia sendiri harus mempercayainya…!
Bottom of Form


5 komentar:

  1. maaf saudaraku yang memposting ini...? maksudnya apa ? kenapa antum menjelek2kan org yang berbeda pemikiran dengan antum dalam hal fiqih, bukankah antum menamai blog ini 'Mulia dengan sunnah" apakah ada orang yang mulia dengan bercerita dengan gaya satire seperti ini ?
    atau apakah sunnah menyuruh menyindir org yang berbeda paham ( semsama musluim ) dengan kisah2 cinta seperti ini ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allah Ta'ala berfirman,

      كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ

      "Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran : 110)


      Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata,
      “Tidak ada istilah ghibah untuk (membantah) ahli bid’ah” (lihat Thobaqoh al Hanabilah)

      Demikian juga yang dikatakan oleh Imam Hasan al Bashri dalam Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah, Imam Sufyan bin Uyainah dalam Mukhtashor Hujjah, Imam al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ibrohim an Nakho'i dalam Sunan ad Darimi, dll.


      Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam kitab Riyadush Sholihin pada bab "Ghibah yang diperbolehkan",
      “Ketahuilah bahwa ghibah dibolehkan untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara (yang salah satunya) :
      - Memperingatkan kaum Muslimin dari bahaya kesesatan (seseorang/kelompok -pent) dan sekaligus dalam rangka saling menasehati.


      Seorang penyair berkata,

      عَرَفْتُ الشَّرَّلاَ لِلشَّرِّ لَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ

      وَمَنْ لَمْ يَعْرِفُ الشَّرَّ مِنَ الْخَيْرِ يَقَعْ فِيْهِ

      "Saya mengetahui kejelekan bukan untuk mengikutinya, tetapi untuk menjaga diri saya agar jangan jatuh ke dalam kejelekan itu.

      Dan siapa yang tidak mengetahui kejelekan itu dari pada kebaikan, ia akan jatuh ke dalamnya."


      Jadi, sunnah memang tidak menyuruh untuk menyindir orang yang berbada pemahaman dengan kita, akan tetapi sunnah menyuruh untuk menjelaskan yang ma'ruf itu ma'ruf, yang mungkar itu mungkar.


      *senyum*

      Hapus
    2. Bismillah,,,

      ana Copy yah... kayaknya bagus

      Hapus
  2. harusnya mah dialog (diskusi) bukan di parody in kaya gn :-D

    BalasHapus