إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah
pernah menceritakan awal mula beliau mendapat hidayah untuk menekuni sunnah
dan mempelajarinya yang hal ini terjadi pada saat beliau kurang lebih berusia
dua puluh tahun.
Beliau berkata, “Suatu hari aku melihat
salah satu edisi majalah al-Manar di antara sejumlah buku yang terpampang di
salah satu toko buku. Akhirnya majalah tersebut aku buka-buka. Di majalah
tersebut aku jumpai suatu artikel yang ditulis oleh Sayid Rasyid Ridha yang
berisi deskripsi buku Ihya Ulumuddin karya al Ghazali. Dalam artikel tersebut
penulis menyebutkan sisi-sisi positif dan negatif yang dimiliki oleh buku
tersebut. Itulah pertama kalinya aku membaca suatu tulisan yang memuat kritikan
ilmiah. Artikel tersebut mendorongku untuk membaca semua artikel yang ada di
edisi tersebut.
Kemudian aku berusaha untuk mengikuti topik
takhrij (telusur hadits) al Hafizh al Iraqi untuk kitab Ihya Ulumuddin. Aku
ingat ketika itu aku berusaha untuk menyewa edisi majalah tersebut karena aku
tidak punya uang untuk membelinya. Aku demikian tertarik dengan takhrij hadits
yang demikian jeli itu sehingga aku bertekad bulat untuk menyalinnya”.
Pada akhirnya, Syeikh al Albani rahimahullah
menyalin kitab tersebut yaitu takhrij Ihya Ulumuddin karya al Iraqi
yang judul lengkapnya adalah al Mughni ‘an Hamli al Asfar fi al Asfar fi
Takhrij maa fi al Ihya min al Akhbar. Beliau salin buku tersebut dengan
tulisan beliau yang bagus dan teliti. Beliau susun bagian-bagian buku tersebut
dengan sangat bagus. Inilah aktivitas beliau yang pertama terkait dengan
hadits. Salinan takhrij Ihya ini masih ada di perpustakaan pribadi beliau
hingga saat ini.
Mulai dari sinilah Syeikh al Albani rahimahullah
memiliki hubungan yang erat dengan majalah al Manar dan artikel-artikel
seputar hadits yang ada di dalamnya. Beliau sangat tertarik dengan
artikel-artikel tersebut yang akhirnya mendorong beliau untuk tertarik dengan
ilmu hadits, cinta dengan buku-buku hadits dan sangat perhatian untuk
mempelajari dan mengkaji buku-buku hadits dengan penuh semangat.
Beliaupun berhasil menguasai ilmu hadits dengan
sebab anugrah yang Allah berikan berupa pikiran yang tokcer, kecerdasan yang
jarang dijumpai dan ketekunan yang luar biasa.
Jika beliau sudah mendapatkan uang yang memadai
kebutuhan pokok beliau dari pekerjaan yang beliau tekuni yaitu reparasi jam,
beliau berhenti bekerja lalu menyibukkan diri dengan ilmu. Kedai reparasi jam
beliau pun berubah menjadi tempat pertemuan para penuntut ilmu.
Subhanallah, bagaimana mungkin ilmu hadits bisa
menguasai hati dan pikiran pemuda ini padahal dia tumbuh besar di lingkungan
yang semarak dengan ilmu dan ketaatan dalam beragama namun demikian fanatik
dengan mazhab fiqh tertentu. Bahkan ayahnya sendiri ketika melihat ketekunan
beliau mempelajari ilmu hadits berkomentar, “Hai Muhammad, ilmu hadits
adalah kesibukan orang-orang yang bangkrut”.
Ketika ahli sejarah dan pakar hadits dari
negeri Halb, Suria yaitu Syeikh Muhammad Raghib al Thabakh rahimahullah melihat
betapa menonjolnya pemuda Muhammad Nashiruddin al Albani dan ketekunannya untuk
mempelajari ilmu hadits beliau memberikan kepada pemuda Muhammad Nashiruddin al
Albani ijazah untuk semua kitab hadits yang beliau miliki ijazahnya. Daftar
buku-buku hadits yang beliau ijazahkan disebutkan dalam buku tipis yang ditulis
oleh beliau sendiri yaitu Muhammad Raghib al Thabakh rahimahullah yang
berjudul al Anwar al Jaliyyah fi Mukhtashar al Atsbat al Halabiyyah.
Yang dimaksud ijazah dalam hal ini adalah izin
seorang guru kepada muridnya untuk mengajarkan buku yang pernah dipelajari oleh
sang guru dari guru dan demikian seterusnya sampai kepada penulis buku
tersebut.
Bukanlah rahasia lagi bahwa Syeikh al Albani rahimahullah
sering berkata tentang ijazah yang pernah beliau dapatkan ini, “Ijazah
tersebut sedikitpun tidaklah menarik perhatianku. Ijazah tersebut hanya aku
gunakan untuk membantah orang-orang yang dengki”
(Lihat Muhaddits al ‘Ashr karya Sumair
bin Amin az Zuhair hal 13-14, terbitan Dar al Mughni).
Sumber:
http://ustadzaris.com/dapat-hidayah-lewat-majalah
0 komentar:
Posting Komentar