Pages

Rabu, 15 Agustus 2012

Hidayah lewat Majalah



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار


Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah pernah menceritakan awal mula beliau mendapat hidayah untuk menekuni sunnah dan mempelajarinya yang hal ini terjadi pada saat beliau kurang lebih berusia dua puluh tahun.

Beliau berkata, “Suatu hari aku melihat salah satu edisi majalah al-Manar di antara sejumlah buku yang terpampang di salah satu toko buku. Akhirnya majalah tersebut aku buka-buka. Di majalah tersebut aku jumpai suatu artikel yang ditulis oleh Sayid Rasyid Ridha yang berisi deskripsi buku Ihya Ulumuddin karya al Ghazali. Dalam artikel tersebut penulis menyebutkan sisi-sisi positif dan negatif yang dimiliki oleh buku tersebut. Itulah pertama kalinya aku membaca suatu tulisan yang memuat kritikan ilmiah. Artikel tersebut mendorongku untuk membaca semua artikel yang ada di edisi tersebut.
Kemudian aku berusaha untuk mengikuti topik takhrij (telusur hadits) al Hafizh al Iraqi untuk kitab Ihya Ulumuddin. Aku ingat ketika itu aku berusaha untuk menyewa edisi majalah tersebut karena aku tidak punya uang untuk membelinya. Aku demikian tertarik dengan takhrij hadits yang demikian jeli itu sehingga aku bertekad bulat untuk menyalinnya”.


Pada akhirnya, Syeikh al Albani rahimahullah menyalin kitab tersebut yaitu takhrij Ihya Ulumuddin karya al Iraqi yang judul lengkapnya adalah al Mughni ‘an Hamli al Asfar fi al Asfar fi Takhrij maa fi al Ihya min al Akhbar. Beliau salin buku tersebut dengan tulisan beliau yang bagus dan teliti. Beliau susun bagian-bagian buku tersebut dengan sangat bagus. Inilah aktivitas beliau yang pertama terkait dengan hadits. Salinan takhrij Ihya ini masih ada di perpustakaan pribadi beliau hingga saat ini.

Mulai dari sinilah Syeikh al Albani rahimahullah memiliki hubungan yang erat dengan majalah al Manar dan artikel-artikel seputar hadits yang ada di dalamnya. Beliau sangat tertarik dengan artikel-artikel tersebut yang akhirnya mendorong beliau untuk tertarik dengan ilmu hadits, cinta dengan buku-buku hadits dan sangat perhatian untuk mempelajari dan mengkaji buku-buku hadits dengan penuh semangat.

Beliaupun berhasil menguasai ilmu hadits dengan sebab anugrah yang Allah berikan berupa pikiran yang tokcer, kecerdasan yang jarang dijumpai dan ketekunan yang luar biasa.

Jika beliau sudah mendapatkan uang yang memadai kebutuhan pokok beliau dari pekerjaan yang beliau tekuni yaitu reparasi jam, beliau berhenti bekerja lalu menyibukkan diri dengan ilmu. Kedai reparasi jam beliau pun berubah menjadi tempat pertemuan para penuntut ilmu.

Subhanallah, bagaimana mungkin ilmu hadits bisa menguasai hati dan pikiran pemuda ini padahal dia tumbuh besar di lingkungan yang semarak dengan ilmu dan ketaatan dalam beragama namun demikian fanatik dengan mazhab fiqh tertentu. Bahkan ayahnya sendiri ketika melihat ketekunan beliau mempelajari ilmu hadits berkomentar, “Hai Muhammad, ilmu hadits adalah kesibukan orang-orang yang bangkrut”.

Ketika ahli sejarah dan pakar hadits dari negeri Halb, Suria yaitu Syeikh Muhammad Raghib al Thabakh rahimahullah melihat betapa menonjolnya pemuda Muhammad Nashiruddin al Albani dan ketekunannya untuk mempelajari ilmu hadits beliau memberikan kepada pemuda Muhammad Nashiruddin al Albani ijazah untuk semua kitab hadits yang beliau miliki ijazahnya. Daftar buku-buku hadits yang beliau ijazahkan disebutkan dalam buku tipis yang ditulis oleh beliau sendiri yaitu Muhammad Raghib al Thabakh rahimahullah yang berjudul al Anwar al Jaliyyah fi Mukhtashar al Atsbat al Halabiyyah.

Yang dimaksud ijazah dalam hal ini adalah izin seorang guru kepada muridnya untuk mengajarkan buku yang pernah dipelajari oleh sang guru dari guru dan demikian seterusnya sampai kepada penulis buku tersebut.

Bukanlah rahasia lagi bahwa Syeikh al Albani rahimahullah sering berkata tentang ijazah yang pernah beliau dapatkan ini, “Ijazah tersebut sedikitpun tidaklah menarik perhatianku. Ijazah tersebut hanya aku gunakan untuk membantah orang-orang yang dengki”
(Lihat Muhaddits al ‘Ashr karya Sumair bin Amin az Zuhair hal 13-14, terbitan Dar al Mughni).

Sumber: http://ustadzaris.com/dapat-hidayah-lewat-majalah

0 komentar:

Posting Komentar