Pages

Selasa, 28 Agustus 2012

Petikan Khayalan Kaum Sufi



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار


Tarekat Sufi
Para pengikut aliran tasawuf (sufi) dan yang sehaluan dengannya telah memainkan peran, yang secara destruktif berhasil memporakporandakan aqidah Islam yang murni. Pernyataan ini bukan bualan tanpa bukti, tetapi berdasarkan fakta. Pengikisan aqidah dapat ditelusuri melalui pemalsuan, kedustaan, dan kebohongan yang diusung kaum Sufi dalam bentuk khurafat (takhayul) dan khaza’balat (hikayat-hikayat palsu).

Kebanyakan manusia dibuat terkesima dengan hikayat yang menceritakan kemampuan linuwih seorang penganut Sufi. Yang sering mereka sebut sebagai aqthab atau aulia (wali), hingga mampu melakukan apa saja tanpa campur tangan Alloh Ta’ala. Misalnya anggapan terhadap seorang wali yang memiliki kemampuan mengerjakan shalat lima waktu di Mekkah, mampu berbincang-bincang dengan Rasulullah dalam keadaan terjaga, dan memiliki keajaiban-keajaiban lainnya sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab rujukan tasawuf.

Bahkan diantara mereka ada yang mengklaim diri telah menerima perintah atau kebijakan baru berkaitan dengan Islam. Padahal agama Islam telah sempurna, sebagaimana Alloh Ta’ala telah menyebutkan dalam firman-Nya,
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhoi Islam itu menjadi agamamu”. (QS Al Maidah : 3).

Rasulullah juga telah bersabda,
”Demi Alloh, aku tinggalkan kalian diatas jalan yang putih, malamnya bagai siang hari”.

Tentu saja, pihak yang sangat senang dengan sepak terjang kaum tasawuf ini adalah para misionaris dan kaum orientalis serta para musuh Islam. Mengapa? Pasalnya, karena malalui hikayat-hikayat produk kaum Sufi yang mengada-ada lagi berlawanan dengan akal sehat, para musuh Islam melihat adanya peluang untuk menjauhkan umat Islam dari risalah Rasululah Muhammad shalallahu’alaihi wassalam yang suci. Gambaran Islam pun semakin buram dengannya.

Berikut kami tampilkan sejumlah hikayat, yang membuat kita merasa heran, sekaligus menumbuhkan keprihatinan terhadap orang-orang yang telah keliru tersebut. Nukilan ini kami angkat dari kitab ‘Asyratu Mawaaqif Mudh-hikah Ma’ash-Shuufiyyah, karya Dr. Ahmad bin Abdil ‘Aziz al Hushain, Maktabah al Iman, Cetakan I, 1426 H – 2005 M. silahkan menyimak. (Redaksi). 


Kaum Sufi Memiliki Anggapan Bahwa Manusia Bisa Bertemu atau Bersama Nabi Dalam Keadaan Terjaga
Anggapan seperti ini, diantaranya disebutkan bahwa seseorang yang bernama Muhammad bin al ‘Arabi at Tazi (meninggal 1214H), konon telah menghapal sejumlah bait yang diterima dari Nabi melalui mimpinya. Kemudian dia berjumpa dengan Nabi saat terjaga, dan ia lantas memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertanya tentang syarah (penjelasan) bait-bait yang telah ia hapalkan. Konon menurut kisah tersebut, Rasulullah pun memberi penjelasan. Setelah itu Nabi berkata : “seandainya bukan karena kecintaanmu kepada at Tijani, maka engkau sama sekali tidak akan melihatku’?! (lihat Jawaahirul Ma’aani [2/153]).


Keyakinan Bahwa Nabi Menghadiri Majelis Majelis Pertemuan
Disebutkan, ada seseorang yang dikenal sebagai “wali”. Dia menghadiri majelis seorang ‘alim yang meriwayatkan sebuah hadits. Ketika mendengar sebuah hadits yang disampaikan orang ‘alim tersebut, kontan sang “wali” berkata kepadanta :”hadits itu bathil”.

Karena komentar tersebut, maka ahli fiqih tersebut bertanya: “Dari mana engkau tahu?” Sang “wali” ini menjawab,”Itu Nabi ada di atas kepalamu sembari berkata,’Aku tidak pernah mengatakan hadits tersebut’.” (Lihat Tanwiirul Malak 2/260).

Syaikh Bin Baz rahimahullah menyebutkan bahwa kisah dan keyakinan kehadiran Nabi Shalallahu’alaihi wassalam dalam kehidupan nyata sebagai kesalahan yang paling parah dan telah menyelisihi alKitab, as Sunnah dan Ijma’ para ulama. Sebab, Alloh mengabarkan kalau orang-orang yang telah meninggal hanya akan keluar dari kubur mereka pada hari Kiamat, bukan di dunia ini. Alloh berfirman,
ثُمَّ إِنَّكُم بَعْدَ ذَٰلِكَ لَمَيِّتُون ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ َ
”Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS. Al Mukminun : 15-16).

Siapapun yang menyalahinya, berarti ai seorang pendusta dengan kebohongan yang nyata. (Lihat Risalah fit Tahdziri minal Bida’, hlm.18).


Membual Dengan Karomah
Menjajakan peristiwa-peristiwa karomah merupakan sarana terpenting untuk menarik banyak manusia sehingga membuat mereka takjub, dan kemudian tertarik dengan tasawuf. Unjuk karomah ini dapat dicontohkan, seperti kemampuan terbang di langit, berjalan di atas`air, menghidupkan orang mati, menempuh perjalanan jauh dalam kedipan mata, dan lainnya. Padahal semua itu tidak lain kecuali khurafat belaka.

Satu contoh, asy Sya’rani menyebutkan dalam kitab at Thabaqat bahwa ada seekor keledai yang dikenal memiliki barakah. Konon keberkahan yang terdapat pada keledai ini, yaitu tidak ada seorang pezina pun yang menaiki keledai itu, kecuali ia akan bertaubat dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.


Kelewat Batas Dalam Hal Khurafat
Diceritakan bahwa, murid syaikh Husain Abu Ali yang bernama Ubaid, yang disebut-sebut sebagai wali, ia pernah diolok-olok oleh sekawanan anak kecil. Ubaid pun berseru: ”Wahai Izrail, bila engkau tidak mencabut nyawa mereka, niscaya aku akan memecatmu sebagai malaikat,” maka semua sekawanan anak-anak itupun akhirnya mati.

Contoh khurafat lainnya, konon Muhammad bin Ali al Kitabi (wafat 112 H) mampu mengkhatamkan Al qur’an sebanyak 12 ribu kali saat melakukan satu kali thawaf.


Aliran Tasawuf Menghalangi Pernikahan
Aliran tasawuf melarang seseorang melakukan pernikahan. Padahal pernikahan merupakan fitrah untuk menjadi manusia yang ‘afif dan terhormat. Rasulullah sebagai qudwah, beliau menikah dan memiliki anak. Sedangkan sekte Sufiyyah menganggap pernikahan sebagai perbuatan menyimpang dan menjalani hidup dengan main-main. 

As Siraj ath Thusi mengatakan : “Ada seorang Sufi yang menikahi seorang wanita sudah 30 tahun, akan tetapi istrinya masih tetap perawan”. (Lihat al Luma’ hlm 264). 


Memiliki Keyakinan Berjumpa Dengan Nabi Khidr
Mereka berkeyakinan bahwa Nabi Khidr masih hidup, berada ditengah manusia dan akan bersama sama dengan para tokoh sufi untuk menetapkan perintah atau larangan. Banyak hadits yang dinisbatkan kepada Nabi Khidr, akan tetapi dalam penilaian Ibnul Jauzi, hadits tersebut batil. Keyakinan adanya perjumpaan dengan Nabi Khidr ini menjadi pintu masuk kebohongan-kebohongan yang dikemas kalangan Sufi. (Lihat al Maudhu’at 1/195-197). 

Dalam masalah hadits hadits tersebut, Ibnul Qoyyim berkata: ”Semua hadits yang memuat kisah Khidr dan keberadaannya adalah dusta. Tidak ada hadits shahih (yang menyatakan) keberadaannya hingga sekarang”. (Lihat al Manaarul Munif, hlm 67). 

Begitu pula pandangan Ibnu Katsir, beliau menilai hadits-hadits tersebut sangat lemah. (Lihat al bidayah wan Nihayah 1/334). 

Di antara kisah yang tersebar dikalangan Sufi, bahwa as Sahrawardi dalam kitabnya, as Sirrul Maknun menceritakan jika Nabi Khidr telah menyampaikan kepadanya 300 hadits yang telah ia dengar dari Nabi Shalallahu’alaihi wassalam. (Lihat Bahjatul Asrar, hlm 95).  


Pemakaian Kalimat “Kun fa Yakun”
Terhadap satu kisah yang sangat mustahil. Yaitu menceritakan seorang tokoh Sufi bernama Barakat al Khayyath (923H). Konon bila ia disiguhi daging kambing, akan tetapi yang ia inginkan daging burung dara, maka serta merta daging kambing tersebut berubah menjadi daging burung dara. 


Menurut Kalangan Sufi, Para Wali Mengetahui Alam Ghaib
Anggapan seperti ini bisa dilihat dari pernyataan Ali Harazim ketika mengomentari syaikhnya, yaitu at Tijani. Kata Ali Harazim : ”Dia (at Tijani) mengetahui keadaan hati para muridnya, mengetahui kondisi lahir dan batinnya. Bahkan saat kami bersamanya, setiap orang dari kami khawatir jika aib kami disebarluaskan”.(Lihat Jawahirul Ma’ani, hlm 63).

Pernyataan tersebut tentu sangat mengherankan. Karena Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam sendiri tidak memiliki kekuasaan untuk mengetahui alam gaib. Sebagai contoh, saat Utsman bin Mazh’un meninggal, beliau (Rasulullah) bersabda: ”Demi Alloh, aku berharap kebaikan baginya. Dan aku tidak tahu-demi Alloh meskipun aku utusan Alloh- apa yang akan terjadi pada diriku kelak”.(HR. Bukhari).


Khayalan Memiliki Kemampuan Mempersingkat Jarak Tempuh Yang Jauh
Dalam pandangan Sufi, jarak yang jauh bukanlah persoalan. Katanya, bisa ditempuh hanya dalam hitungan detik atau beberapa saat saja. Sebagaimana asy Sya’rani mengisahkan, ada seorang syaikh Sufi dari bangsa Kurdi yang tinggal di daerah orang-orang Kurdi selama enam bulan. Lalu ia kembali ke Mesir. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari Kurdi ke Mesir, konon hanya sepanjang shalat Ashar sampai waktu Maghrib saja.

Demikian beberapa paparan khayalan kalangan Sufi. Sedikit kisah-kisah ini mewakili keganjilan yang terdapat dalam buku referensi mereka. Masih banyak cerita serupa yang memenuhi buku-buku, ataupun ingatan para penganutnya. Kita berlindung kepada Alloh dari pemikiran yang demikian. Wallahul hadi ilaa shiraathil mustaqiim.

Dinukil dari Majalah As Sunnah edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M

0 komentar:

Posting Komentar