إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Fadhilatusy Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albany pernah ditanya,
dan beliau memberikan jawaban yang sangat bagus sekali, silahkan disimak.
Pertanyaan :
Syaikh yang mulia, tidak ragu lagi
bahwa Anda mengetahui tentang kenyataan pahit yang dialami umat Islam sekarang
ini berupa kebodohan dalam masalah aqidah dan masalah-masalah keyakinan
lainnya, serta perpecahan dalam metodologi pemahaman dan pengamalan Islam.
Apalagi sekarang ini penyebaran da'wah Islam di berbagai belahan bumi tidak
lagi sesuai dengan aqidah dan manhaj generasi pertama yang telah mampu
melahirkan generasi terbaik.
Tidak ragu lagi bahwa kenyataan yang
menyakitkan ini telah membangkitkan ghirah (semangat) orang-orang yang ikhlash
dan berkeinginan untuk mengubahnya serta untuk memperbaiki kerusakan. Hanya
saja mereka berbeda-beda cara dalam memperbaiki fenomena tersebut, disebabkan
karena perbedaan pemahaman aqidah dan manhaj mereka -sebagaimana yang Anda
ketahui- dengan munculnya berbagai gerakan dan jama'ah-jama'ah Islam Hizbiyyah
yang mengaku telah memperbaiki umat Islam selama berpuluh-puluh tahun, tetapi
bersamaan itu mereka belum berhasil, bahkan gerakan-gerakan tersebut
menyebabkan umat terjerumus ke dalam fitnah-fitnah dan ditimpa musibah yang
besar, karena manhaj-manhaj mereka dan aqidah-qaidah mereka menyelisihi
perintah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan apa-apa yang dibawa oleh
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana hal ini meninggalkan dampak yang
besar berupa kebingungan kaum muslimin dan khususnya para pemudanya dalam
solusi mengatasi kenyataan pahit ini.
Seorang da'i muslim yang berpegang
teguh dengan manhaj nubuwwah dan mengikuti jalan orang-orang yang beriman serta
mencontoh pemahaman para sahabat dan tabi'in dengan baik dari kalangan ulama
Islam merasa bahwa dia sedang memikul amanat yang sangat besar dalam menghadapi
kenyataan ini dan dalam memperbaikinya atau ikut berperan serta dalam
menyelesaikannya.
Maka apa nasehat Anda bagi para
pengikut gerakan-gerakan dan jama'ah-jama'ah tersebut?, Dan apa solusi yang
bermanfaat dan mengena dalam menyelesaikan kenyataan ini?, Serta bagaimana
seorang muslim dapat terbebas dari tanggung jawab ini di hadapan Allah 'Azza wa
Jalla nanti pada hari Kiamat?
Jawaban :
Berkaitan dengan apa yang disebutkan
dalam pertanyaan diatas, yaitu berupa buruknya kondisi umat Islam, maka kami
katakan : Sesungguhnya kenyataan yang menyakitkan ini tidaklah lebih buruk
daripada kondisi orang Arab pada zaman jahiliyah ketika Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam diutus kepada mereka, disebabkan adanya risalah Islam di
antara kita dan kesempurnaannya, serta adanya kelompok yang eksis di atas Al-Haq
(kebenaran), memberi petunjuk dan mengajak manusia kepada Islam yang benar
dalam hal aqidah, ibadah, akhlak dan manhaj. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa
kenyataan orang Arab pada masa jahiliyah menyerupai kenyataan kebanyakan
kelompok-kelompok kaum muslimin sekarang ini !
Berdasarkan hal itu, kami mengatakan
bahwa: Jalan keluarnya adalah jalan keluar yang pernah ditempuh oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan obatnya adalah seperti obat yang
pernah digunakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebagaimana Rasulullah telah
mengobati jahiliyah yang pertama, maka para juru da'wah Islam sekarang ini
harus meluruskan kesalahan pahaman umat akan makna Laa Ilaha Illallah, dan
harus mencari jalan keluar dari kenyataan pahit yang menimpa mereka dengan
pengobatan dan jalan keluar yang di tempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Dan makna yang demikian ini jelas sekali apabila kita memperhatikan
firman Allah 'Azza wa Jalla,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Al-Ahzab : 21).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah suri teladan yang baik dalam memberikan jalan keluar bagi
semua problem umat Islam di dunia modern sekarang ini pada setiap waktu dan
kondisi. Hal ini yang mengharuskan kita untuk memulai dengan apa-apa yang telah
dimulai oleh Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu:
pertama-tama memperbaiki apa-apa yang telah rusak dari aqidah kaum muslimin.
Dan yang kedua adalah ibadah mereka. Serta yang ketiga adalah akhlak mereka.
Bukannya yang saya maksud dari urutan ini adanya pemisahan perkara antara satu
dengan yang lainnya, artinya mendahulukan yang paling penting kemudian sebelum
yang penting, dan selanjutnya!. Tetapi yang saya kehendaki adalah agar kaum
muslimin memperhatikan dengan perhatian yang sangat besar dan serius terhadap
perkara-perkara di atas.
Dan yang saya maksud dengan kaum
muslimin adalah para juru da'wah, atau yang lebih tepatnya adalah para ulama di
kalangan mereka, karena sangat disayangkan sekali sekarang ini setiap muslim
mudah sekali mendapat predikat sebagai da'i meskipun mereka sangat kurang dalam
hal ilmu. Bahkan mereka sendiri menobatkan diri sebagai da'i Islam. Apabila
kita ingat kepada suatu kaidah yang terkenal -saya tidak berkata kaidah itu
terkenal di kalangan ulama saja, bahkan terkenal pula dikalangan semua orang
yang berakal- kaidah itu adalah:
"Orang yang tidak memiliki, tidak dapat memberi".
Maka kita akan mengetahui sekarang
ini bahwa disana ada sekelompok kaum muslimin yang besar sekali, bisa mencapai
jutaan jumlahnya, apabila disebut kata: para da'i maka manusia akan mengarahkan
pandangan kepada mereka. Yang saya maksudkan adalah jama'ah da'wah atau jama'ah
tabligh. Bersamaan dengan itu, kebanyakan mereka adalah sebagaimana firman
Allah 'Azza wa Jalla,
وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لاَ يَعْلَمُونَ
"Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Al-A'raaf : 187).
Sebagaimana diketahui dari metode
da'wah mereka bahwa mereka itu telah benar-benar berpaling dari memperhatikan
pokok pertama atau perkara yang paling penting diantara perkara-perkara yang
disebutkan tadi, yaitu aqidah, ibadah dan akhlak. Dan mereka menolak untuk
memperbaiki aqidah dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memulai dengannya, bahkan semua nabi memulai dengan aqidah ini. Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ
أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
thaghut". (An-Nahl
: 36)
Mereka tidak mempunyai perhatian
terhadap pokok ini dan terhadap rukun pertama dari rukun-rukun Islam ini
-sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin semuanya-. Rasul yang pertama
di antara para rasul yang mulia Nuh 'Alaihis sallam telah mengajak kepada
masalah aqidah hampir seribu tahun. Dan semua mengetahui bahwa pada
syariat-syariat terdahulu tidak terdapat perincian hukum-hukum ibadah dan
muamalah sebagaimana yang telah dikenal dalam agama kita ini, karena agama kita
ini adalah agama terakhir bagi syariat-syariat agama-agama lain. Bersamaan
dengan itu, Nabi Nuh 'Alaihis sallam tetap mengajak kaumnya selama 950 tahun
dan beliau menghabiskan waktunya bahkan seluruh perhatiannya untuk berda'wah
kepada tauhid. Meskipun demikian, kaumnya menolak da'wah beliau sebagaimana
telah dijelaskan dalam Al-Qur'an,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ
آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدّاً وَلَا سُوَاعاً وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ
وَنَسْراً
"Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr". (Nuh : 23)
Ini menunjukkan dengan tegas bahwa
sesuatu yang paling penting untuk di prioritaskan oleh para da'i Islam adalah
da'wah kepada tauhid. Dan ini adalah makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa sesunguhnya tidak ada sesembahan (yang
berhak diibadahi) melainkan Allah". (Muhammad : 19)
Demikian sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam secara amalan maupun pengajaran. Adapun amalan beliau,
maka tidak perlu dibahas, karena pada periode Makkah perbuatan dan da'wah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kebanyakan terbatas dalam hal
menda'wahi kaumnya agar beribadah kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sedangkan dalam hal pengajaran,
disebutkan dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu yang
diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam ketika mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda,
"Hendaknya hal pertama yang engkau serukan kepada mereka
adalah pesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah saja,
maka jika mereka mentaatimu dalam hal itu… dan seterusnya sampai akhir hadits.
(Hadits Shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari [1395] dan ditempat lainnya, dan
Muslim [19], Abu Dawud [1584], At-Tirmidzi [625], semuanya dari hadits Ibnu
Abbas Radhiyallahu anhu).
Hadits ini telah diketahui dan masyhur, Insya Allah.
Kalau begitu, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah memerintahkan para shahabatnya untuk memulai dengan
apa yang dimulai oleh beliau sendiri yaitu da'wah kepada tauhid.
Tidak diragukan lagi bahwa terdapat
perbedaan yang besar sekali antara orang-orang Arab musyrikin dimana mereka itu
memahami apa-apa yang dikatakan kepada mereka dengan bahasa mereka, dengan
mayoritas orang-orang Arab Muslim sekarang ini. Orang-orang Arab Muslim
sekarang ini tidak perlu diseru untuk mengucapkan: Laa ilaha illallah, karena
mereka adalah orang-orang yang telah mengucapkan syahadat Laa ilaha illallah,
meskipun aliran dan keyakinan mereka berbeda-beda. Mereka semuanya mengucapkan
Laa ilaha illallah, tetapi pada kenyataannya mereka sangat perlu untuk memahami
lebih banyak lagi tentang makna kalimat thayyibah ini. Dan perbedaan ini adalah
perbedaan yang sangat mendasar dengan orang-orang Arab dahulu dimana mereka itu
menyombongkan diri apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru
mereka untuk mengucapkan Laa ilaha illallah, sebagaimana yang dijelaskan dalam
Al-Qur'anul 'Azhim[1]. Mengapa mereka menyombongkan diri? Karena mereka
memahami bahwa makna Laa ilaha illallah adalah bahwa mereka tidak boleh
menjadikan tandingan-tandingan bersama Allah, dan agar mereka tidak beribadah
kecuali kepada Allah, padahal dahulu mereka menyembah selian Allah pula, mereka
menyeru selain Allah, beristighatsah (meminta tolong) kepada selain Allah,
lebih-lebih lagi dalam masalah nadzar untuk selain Allah, bertawasul kepada
selain Allah, menyembelih kurban untuk selain Allah dan berhukum kepada selain
Allah dan seterusnya.
Ini adalah sarana-sarana kesyirikan
paganisme yang dikenal dan dipraktekkan oleh mereka, padahal mereka mengetahui
bahwa diantara konsekwensi kalimat thayyibah Laa ilaha illallah dari sisi
bahasa Arab adalah bahwa mereka harus berlepas diri dari semua perkara-perkara
ini, karena bertentangan dengan makna Laa ilaha illallah.
--------------------------------------------------------------------------
[1] Beliau mengisyaratkan kepada firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala dalam surat Ash-Shaffat
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا
قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ - وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:
Laa ilaha illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah)
mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata: 'Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena kami seorang penyair yang gila?". (Ash-Shaffat : 35 -36)
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar