إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Sesungguhnya Allah
telah berjanji menjaga kemurnian agama-Nya, dengan membangkitkan sebagian
hamba-Nya untuk berjuang membela agama dan membantah ahli bid’ah, para pengekor
hawa nafsu, yang seringkali menyemarakkan agama dengan kebid’ahan dan
mempermainkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah seperti anak kecil mempermainkan
tali mainannya. Mereka memahami nash-nash dengan pemahaman yang keliru dan
lucu. Hal itu karena mereka memaksakan dalil agar sesuai dengan selera hawa
nafsu.
Bila anda ingin bukti, terlalu banyak, tetapi contoh berikut ini mungkin
dapat mewakili.
Dalam sebuah majalah
bulanan yang terbit di salah satu kota Jawa timur, seorang yang menamakan
dirinya ”Masun Said Alwy” menulis sebuah artikel sekitar sepuluh halaman
berjudul ”Membongkar Kedok Wahabi, Satu Dari Dua Tanduk Setan”.
Setelah penulis mencoba
membaca tulisan tersebut, ternyata hanya keheranan yang saya dapati. Bagaimana
tidak? Tulisan tersebut tiada berisi melainkan kebohongan dan kedustaan,
sampai-sampai betapa hati ini ingin sekali berkata kepada penulis makalah tersebut,
”Alangkah beraninya anda berdusta! Tidakkah anda takut siksa?!”
Sungguh banyak sekali
kebohongan yang kudapati [1], namun yang menarik perhatian kita untuk menjadi
topik bahasan rubrik hadits adalah ucapannya yang berkaitan tentang “hadits”
sebagai berikut,
”Sungguh Nabi shallollohu alaihi wasallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau shallollohu alaihi wasallam dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih Bukhari & Muslim dan lainnya”. Di antaranya,
الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى الْمَشْرِقِ
“Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,
sambil menunjuk ke arah timur (Nejed)”. (HR. Muslim dalam Kitabul
Fitan)
يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ الْمَشْرِقِ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يَعُوْدُوْنَ فِيْهِ حَتَّى يَعُوْدَ السَّهْمُ إِلَى فَوْقِهِ سِيْمَاهُمْ التَّحْلِيْقُ. رواه البخاري
“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur’an
namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka
keluar dari agama seperti anak anah keluar dari busurnya, mereka tidak akan
bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya, tanda-tanda
mereka ialah bercukur”. (HR. Bukhari [no.7123 Juz 6 hal.20748]. Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).
Nabi shallollohu alaihi wasallam pernah berdoa,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا
“Ya Alloh, berikanlah kami berkah dalam negara Syam dan Yaman. Para sahabat bertanya, “Dan
dari Nejed wahai Rasulullah”, beliau berdoa, “Ya Alloh, berikanlah kami
berkah dalam negara Syam dan Yaman”, dan pada yang ketiga kalinya beliau shallollohu
alaihi wasallam bersabda,
هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ وَفِيْ رِوَايَةٍ قَرْنَا الشَّيْطَانِ
“Di sana (Nejed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul
tanduk Syetan”. Dalam riwayat lain, “Dua tanduk Syetan”.
Bani Hanifah adalah
kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Su’ud. Kemudian dalam
kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain
ialah Muhammad bin Abdul Wahhab…”.
Dalam hadits-hadits
tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini
adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin
Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut
kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari
majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada
aliran-aliran sesat lain sebelumnya seperti yang dikatakan oleh Sayyid Abdur
Rahman al-Ahdal, “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin
Abdul Wahhab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah shallollohu
alaihi wasallam itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka
adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat
demikian”.
Al Allamah Sayyid Alwi
bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah Al-Haddad menyebutkan dalam kitabnya
Jala’udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul
Muthalib dari Nabi shallollohu alaihi wasallam,
سَيَخْرُجُ فِيْ ثَانِيْ عَشَرَ قَرْنًا فِيْ وَادِيْ بَنِيْ حَنِيْفَةَ رَجُلٌ كَهَيْئَةِ الثَّوْرِ لاَيَزَالُُ يَلْعَقُ بَرَاطِمَهُ يَكْثُرُ فِيْ زَمَانِهِ الْهَرَجُ وَالْمَرَجُ يَسْتَحِلُّوْنَ أَمْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَتَّخِذُوْنَهَا بَيْنَهُمْ مَتْجَرًا وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah Bani Hanifah seorang
lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu
menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka
menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan
darah kaum muslimin”.
INILAH JAWABANNYA
Demikianlah teks ucapannya sebagaimana termuat dalam Majalah ”Cahaya Nabawiy” Edisi 33 Th. III Sya’ban 1426 H (September 2005 M) hal. 15-17 tanpa saya kurangi atau tambahi. Ucapan di atas mendorong penulis menanggapinya dalam tiga point pembahasan,
Pertama : Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab Adalah Fitnah Nejed? [2]
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara Masun Said Alwy di atas bukanlah hal baru melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, semisal al-Haddad dalam Mishbahul Anam [hal.5-7], al-A’jili dalam Kasyful Irtiyab [hal.120], Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah fir Raddi ‘alal Wahhabiyyah [hal.54] [3], Muhammad Hasan al-Musawi dalam al-Barahin al-Jaliyyah [hal.71], an-Nabhani dalam ar-Raiyah ash-Sughra [hal.27], dan lain-lain dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud ”Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz (Saudi Arabia sekarang) dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!
Kebohongan ini sangat jelas bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan
diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi,
A. Hadits itu saling menafsirkan
Bagi orang yang mau
meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya
tidak samar lagi baginya penafsiran makna Nejed yang benar dalam hadits ini.
Dalam lafazh yang dikeluarkan Imam Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir [12/384
no.13422] dari jalur Ismail bin Mas’ud, Menceritakan kami Ubaidullah bin
Abdullah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari Ibnu Umar – dengan lafazh,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا. فَقَالَهَا مِرَارًا, فَلَمَّا كَانَ فِيْ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ: إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, wahai Alloh berkahi kami dalam
Yaman kami”. Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para
sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah! Dalam Iraq kami?” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya
di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”
Sanad hadits ini bagus.
Ubaidullah seorang yang dikenal haditsnya, sebagaimana kata Imam Bukhari
dalam Tarikh al-Kabir [5/388/1247].
Ibnu Abi Hatim berkata dalam al-Jarh wat Ta’dil [5/322] dari
ayahnya, ”Shalih (bagus) haditsnya.”
Dan dikuatkan dalam riwayat Ya’qub al-Fasawi dalam al-Ma’rifah [2/746-748],
al-Mukhallish dalam al-Fawa’id al-Muntaqah [7/2-3], al-Jurjani dalam al-Fawa’id
[2/164], Abu Nu’aim dalam al-Hilyah [6/133], dan Ibnu Asakir dalam Tarikh
Dimsyaq [1/120] dari jalur Taubah al-‘Anbari dari Salim bin Abdullah bin Umar
dari ayahnya dengan lafazh,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَكَّتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَدِيْنَتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ صَاعِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْ مُدِّنَا. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, فَرَدَّدَهَا ثَلاَثًا, كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ الرَّجُلُ: وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَيُعْرِضُ عَنْهُ, فَقَالَ: بِهَا الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Wahai Alloh berkahilah kami dalam Makkah kami, wahai Alloh berkahilah kami
dalam Madinah kami, wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami. Wahai Alloh,
berkahilah kami dalam sha’ kami dan berkahilah kami dalam mudd kami”. Seorang bertanya, ”Wahai
Rasulullah! Dalam Iraq kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpaling darinya dan mengulangi tiga kali. Namun tetap saja orang tersebut
mengatakan, ”Dalam Iraq kami.” Nabi pun berpaling darinya seraya
bersabda, ”Di sanalah kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk
setan.” (Sanad hadits ini shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Imam Muslim dalam Shahihnya [2905] meriwayatkan dari Ibnu Fudhail dari
ayahnya, dia berkata, ”Saya mendengar ayahku Salim bin Abdullah bin Umar
berkata,
يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ! مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيْرَةِ وَأَرْكَبَكُمْ عَنِ الْكَبِيْرَةِ, سَمِعْتُ أَبِيْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ n يَقُوْلُ : إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِيْئُ مِنْ هَا هُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ, مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Wahai penduduk Iraq! Alangkah seringnya kalian bertanya tentang
masalah-masalah sepele dan alangkah beraninya kalian menerjang dosa besar! Saya
mendengar ayahku Abdullah bin Umar mengatakan, ”Saya mendengar Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ’Sesungguhnya fitnah datangnya
dari arah sini –beliau sambil mengarahkan tangannya ke arah timur–, dari
situlah muncul tanduk setan….’”
Riwayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa maksud ”arah timur” adalah Iraq
sebagaimana dipahami oleh Salim bin Abdullah bin Umar.
Al-Khaththabi berkata dalam I’lam Sunan (2/1274), ”Nejed: arah
timur. Bagi penduduk kota Madinah, nejednya adalah Iraq dan sekitarnya. Asli
makna ’Nejed’ adalah setiap tanah yang tinggi, lawan kata dari ’Ghaur’ yaitu
setiap tanah yang rendah seperti Tihamah (sebuah kota di Makkah–pen) dan
Makkah. Fitnah itu muncul dari arah timur dan dari arah itu pula keluar Ya’juj
dan Ma’juj serta Dajjal sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.”
Demikian pula dijelaskan oleh para ulama lainnya seperti,
al-‘Aini dalam Umdatul Qari (24/200), al-Kirmani dalam Syarh
Shahih Bukhari (24/168), al-Qashthalani dalam Irsyad Sari (10/181), Ibnu
Hajar dalam Fathul Bari (13/47), dan sebagainya.
Hal ini dapat kita
temukan juga dalam kitab-kitab kamus bahasa Arab seperti al-Qamus al-Muhith
oleh ar-Razi dan Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur, dan dalam kitab-kitab
gharib hadits seperti an-Nihayah fi Gharib Hadits oleh Ibnu Atsir.
Dengan sedikit
keterangan di atas, jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan, bahwa maksud
”Nejed” dalam riwayat hadits di atas bukanlah nama negeri tertentu, tetapi
untuk setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya. Dengan demikian maka
Nejed yang dikenal oleh dunia Arab banyak sekali jumlahnya. (lihat Mu’jam
al-Buldan [5/265], Taj al-Arus [2/509], Mu’jam al-Mufahras li
Alfazh Hadits [8/339])
Jadi, Nejed yang
merupakan tempat munculnya tanduk setan dan sumber kerusakan (fitnah) adalah
arah Iraq. Karena itulah timur kota Madinah Nabawiyah. Maka seluruh riwayat dan
lafazh hadits ini kalau digabungkan, ternyata saling menafsirkan antara satu
dengan lainnya, sebagaimana hal ini juga dikuatkan oleh penafsiran para ulama
–yang terdepan adalah Salim, anak Ibnu Umar-radhiyallahu a’nhu- dan para pakar
ahli bahasa.
0 komentar:
Posting Komentar