Pages

Selasa, 07 Agustus 2012

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab = Fitnah Nejed ? (part.1)



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار



Sesungguhnya Allah telah berjanji menjaga kemurnian agama-Nya, dengan membangkitkan sebagian hamba-Nya untuk berjuang membela agama dan membantah ahli bid’ah, para pengekor hawa nafsu, yang seringkali menyemarakkan agama dengan kebid’ahan dan mempermainkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah seperti anak kecil mempermainkan tali mainannya. Mereka memahami nash-nash dengan pemahaman yang keliru dan lucu. Hal itu karena mereka memaksakan dalil agar sesuai dengan selera hawa nafsu.

Bila anda ingin bukti, terlalu banyak, tetapi contoh berikut ini mungkin dapat mewakili.

Dalam sebuah majalah bulanan yang terbit di salah satu kota Jawa timur, seorang yang menamakan dirinya ”Masun Said Alwy” menulis sebuah artikel sekitar sepuluh halaman berjudul ”Membongkar Kedok Wahabi, Satu Dari Dua Tanduk Setan”.

Setelah penulis mencoba membaca tulisan tersebut, ternyata hanya keheranan yang saya dapati. Bagaimana tidak? Tulisan tersebut tiada berisi melainkan kebohongan dan kedustaan, sampai-sampai betapa hati ini ingin sekali berkata kepada penulis makalah tersebut, ”Alangkah beraninya anda berdusta! Tidakkah anda takut siksa?!”

Sungguh banyak sekali kebohongan yang kudapati [1], namun yang menarik perhatian kita untuk menjadi topik bahasan rubrik hadits adalah ucapannya yang berkaitan tentang “hadits” sebagai berikut,

”Sungguh Nabi shallollohu alaihi wasallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau shallollohu alaihi wasallam dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih Bukhari & Muslim dan lainnya”. Di antaranya,

الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى الْمَشْرِقِ

“Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Nejed)”. (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)



يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ الْمَشْرِقِ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يَعُوْدُوْنَ فِيْهِ حَتَّى يَعُوْدَ السَّهْمُ إِلَى فَوْقِهِ سِيْمَاهُمْ التَّحْلِيْقُ. رواه البخاري

“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak anah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur”. (HR. Bukhari [no.7123 Juz 6 hal.20748]. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

Nabi shallollohu alaihi wasallam pernah berdoa,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا

“Ya Alloh, berikanlah kami berkah dalam negara Syam dan Yaman. Para sahabat bertanya, “Dan dari Nejed wahai Rasulullah”, beliau berdoa, “Ya Alloh, berikanlah kami berkah dalam negara Syam dan Yaman”, dan pada yang ketiga kalinya beliau shallollohu alaihi wasallam bersabda,

هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ وَفِيْ رِوَايَةٍ قَرْنَا الشَّيْطَانِ

“Di sana (Nejed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk Syetan”. Dalam riwayat lain, “Dua tanduk Syetan”.



Bani Hanifah adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Su’ud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahhab…”.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya seperti yang dikatakan oleh Sayyid Abdur Rahman al-Ahdal, “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahhab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah shallollohu alaihi wasallam itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian”.

Al Allamah Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah Al-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi shallollohu alaihi wasallam,

سَيَخْرُجُ فِيْ ثَانِيْ عَشَرَ قَرْنًا فِيْ وَادِيْ بَنِيْ حَنِيْفَةَ رَجُلٌ كَهَيْئَةِ الثَّوْرِ لاَيَزَالُُ يَلْعَقُ بَرَاطِمَهُ يَكْثُرُ فِيْ زَمَانِهِ الْهَرَجُ وَالْمَرَجُ يَسْتَحِلُّوْنَ أَمْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَتَّخِذُوْنَهَا بَيْنَهُمْ مَتْجَرًا وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah Bani Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin”.



INILAH JAWABANNYA

Demikianlah teks ucapannya sebagaimana termuat dalam Majalah ”Cahaya Nabawiy” Edisi 33 Th. III Sya’ban 1426 H (September 2005 M) hal. 15-17 tanpa saya kurangi atau tambahi. Ucapan di atas mendorong penulis menanggapinya dalam tiga point pembahasan,


Pertama : Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab Adalah Fitnah Nejed? [2]

Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara Masun Said Alwy di atas bukanlah hal baru melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, semisal al-Haddad dalam Mishbahul Anam [hal.5-7], al-A’jili dalam Kasyful Irtiyab [hal.120], Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah fir Raddi ‘alal Wahhabiyyah [hal.54] [3], Muhammad Hasan al-Musawi dalam al-Barahin al-Jaliyyah [hal.71], an-Nabhani dalam ar-Raiyah ash-Sughra [hal.27], dan lain-lain dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud ”Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz (Saudi Arabia sekarang) dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!
Kebohongan ini sangat jelas bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi,

A.  Hadits itu saling menafsirkan

Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi baginya penafsiran makna Nejed yang benar dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan Imam Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir [12/384 no.13422] dari jalur Ismail bin Mas’ud, Menceritakan kami Ubaidullah bin Abdullah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari Ibnu Umar – dengan lafazh,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا. فَقَالَهَا مِرَارًا, فَلَمَّا كَانَ فِيْ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ: إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, wahai Alloh berkahi kami dalam Yaman kami”. Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah! Dalam Iraq kami?” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”

Sanad hadits ini bagus.

Ubaidullah seorang yang dikenal haditsnya, sebagaimana kata Imam Bukhari dalam Tarikh al-Kabir [5/388/1247].
Ibnu Abi Hatim berkata dalam al-Jarh wat Ta’dil [5/322] dari ayahnya, ”Shalih (bagus) haditsnya.”

Dan dikuatkan dalam riwayat Ya’qub al-Fasawi dalam al-Ma’rifah [2/746-748], al-Mukhallish dalam al-Fawa’id al-Muntaqah [7/2-3], al-Jurjani dalam al-Fawa’id [2/164], Abu Nu’aim dalam al-Hilyah [6/133], dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimsyaq [1/120] dari jalur Taubah al-‘Anbari dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya dengan lafazh,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَكَّتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَدِيْنَتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ صَاعِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْ مُدِّنَا. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, فَرَدَّدَهَا ثَلاَثًا, كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ الرَّجُلُ: وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَيُعْرِضُ عَنْهُ, فَقَالَ: بِهَا الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Wahai Alloh berkahilah kami dalam Makkah kami, wahai Alloh berkahilah kami dalam Madinah kami, wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami. Wahai Alloh, berkahilah kami dalam sha’ kami dan berkahilah kami dalam mudd kami”. Seorang bertanya, ”Wahai Rasulullah! Dalam Iraq kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan mengulangi tiga kali. Namun tetap saja orang tersebut mengatakan, ”Dalam Iraq kami.” Nabi pun berpaling darinya seraya bersabda, ”Di sanalah kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.” (Sanad hadits ini shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Imam Muslim dalam Shahihnya [2905] meriwayatkan dari Ibnu Fudhail dari ayahnya, dia berkata, ”Saya mendengar ayahku Salim bin Abdullah bin Umar berkata,

يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ! مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيْرَةِ وَأَرْكَبَكُمْ عَنِ الْكَبِيْرَةِ, سَمِعْتُ أَبِيْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ n يَقُوْلُ : إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِيْئُ مِنْ هَا هُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ, مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Wahai penduduk Iraq! Alangkah seringnya kalian bertanya tentang masalah-masalah sepele dan alangkah beraninya kalian menerjang dosa besar! Saya mendengar ayahku Abdullah bin Umar mengatakan, ”Saya mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ’Sesungguhnya fitnah datangnya dari arah sini –beliau sambil mengarahkan tangannya ke arah timur–, dari situlah muncul tanduk setan….’”

Riwayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa maksud ”arah timur” adalah Iraq sebagaimana dipahami oleh Salim bin Abdullah bin Umar.

Al-Khaththabi berkata dalam I’lam Sunan (2/1274), ”Nejed: arah timur. Bagi penduduk kota Madinah, nejednya adalah Iraq dan sekitarnya. Asli makna ’Nejed’ adalah setiap tanah yang tinggi, lawan kata dari ’Ghaur’ yaitu setiap tanah yang rendah seperti Tihamah (sebuah kota di Makkah–pen) dan Makkah. Fitnah itu muncul dari arah timur dan dari arah itu pula keluar Ya’juj dan Ma’juj serta Dajjal sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.”

Demikian pula dijelaskan oleh para ulama lainnya seperti,
al-‘Aini dalam Umdatul Qari (24/200), al-Kirmani dalam Syarh Shahih Bukhari (24/168), al-Qashthalani dalam Irsyad Sari (10/181), Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (13/47), dan sebagainya.

Hal ini dapat kita temukan juga dalam kitab-kitab kamus bahasa Arab seperti al-Qamus al-Muhith oleh ar-Razi dan Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur, dan dalam kitab-kitab gharib hadits seperti an-Nihayah fi Gharib Hadits oleh Ibnu Atsir.

Dengan sedikit keterangan di atas, jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan, bahwa maksud ”Nejed” dalam riwayat hadits di atas bukanlah nama negeri tertentu, tetapi untuk setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya. Dengan demikian maka Nejed yang dikenal oleh dunia Arab banyak sekali jumlahnya. (lihat Mu’jam al-Buldan [5/265], Taj al-Arus [2/509], Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Hadits [8/339])

Jadi, Nejed yang merupakan tempat munculnya tanduk setan dan sumber kerusakan (fitnah) adalah arah Iraq. Karena itulah timur kota Madinah Nabawiyah. Maka seluruh riwayat dan lafazh hadits ini kalau digabungkan, ternyata saling menafsirkan antara satu dengan lainnya, sebagaimana hal ini juga dikuatkan oleh penafsiran para ulama –yang terdepan adalah Salim, anak Ibnu Umar-radhiyallahu a’nhu- dan para pakar ahli bahasa.



0 komentar:

Posting Komentar