Kedua : Muhammad bin Abdul Wahhab dan cukur rambut [6]
Adapun tudingan saudara Masun Said Alwy bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya dan ini termasuk dalam hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ”Tanda mereka adalah cukur rambut.”
Kebohongan ini pun bukanlah hal yang baru. Ini hanya daur ulang dari para pembohong sebelumnya seperti, Jamil az-Zuhawi al-Iraqi dalam al-Fajr ash-Shadiq dan Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah, dan lain-lain.
Tuduhan ini sangat mentah. Tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Ada beberapa point untuk mendustakan tuduhan ini,
(1) Mereka mendustakan tuduhan bohong ini
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah
tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut
kepalanya,
”Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan kepada kami. Seorang yang
beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini. Karena
kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari
perkara-perkara agama yang maklum bi dharurah (diketahui oleh semua).
Macam-macam kekufuran, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara
yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk
di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kamipun tidak berpendapat
bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari
Islam bila ditinggalkan.” (Durarus Saniyyah [10/275-276])
Syaikh Sulaiman bin
Sahman berkata, ”Ini termasuk kebohongan, kedustaan, kezhaliman, dan
penganiayaan.” (adh-Dhiya’ asy-Syariq [hal.119])
Syaikh Muhammad Basyir
al-Hindi berkata juga, ”Ini adalah kedustaan yang sangat jelas dan
kebohongan yang sangat keji.” (Shiyanatul Insan ‘an Waswasah Syaikh
Dahlan [hal.560])
(2) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang mencukur rambut
Merupakan bukti yang
menguatkan kebohongan tuduhan ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
telah menjelaskan pendapatnya dalam masalah mencukur rambut atau memeliharanya,
yang menyelisihi tuduhan musuh-musuhnya. Beliau berkata,
”Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang yang memelihara rambutnya? Dia
menjawab, ’Sunnah yang bagus, seandainya kami mampu maka kami akan
melakukannya. Rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai ke bahunya.’
Dan disunnahkan sifat rambut seorang seperti sifat rambut Nabi -shallallahu
‘alaihi wa sallam-. Kalau panjang maka sampai ke bahu, kalau pendek maka sampai
ke daun telinga.”
Beliau rahimahullah juga berkata, ”Dibencikah mencukur rambut kepala pada
selain haji dan umrah? Ada dua riwayat, Pertama: Dibenci, berdasarkan sabda
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ’Tanda mereka adalah
bercukur.’ Kedua: Tidak dibenci, berdasarkan larangannya tentang qaza’
(mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya), ’Cukurlah semua
atau biarkan semua.’ (HR. Abu Dawud).
Ibnu Abdil Barr berkata, ’Para ulama di setiap tempat bersepakat bolehnya
bercukur.’ Cukuplah ini sebagai hujjah.” (Mukhtashar
al-Inshaf wa Syarh al-Kabir [1/28])
(3) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang Khawarij
Bagaimana mungkin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
dikategorikan termasuk hadits yang disinyalir Nabi -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- tentang Khawarij, padahal beliau sendiri berlepas diri dari
Khawarij.
Perhatikan ucapannya, ”Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang ciri-ciri khawarij, kejelekan mereka
serta anjuran memerangi mereka.” (Mukhtashar Sirah Rasul [hal.498])
(4) Ibadah dengan mencukur gundul merupakan syi’ar Khawarij
Adapun ucapan saudara ”Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada
aliran-aliran sesat lain sebelumnya”, ini merupakan kesalahan dan kejahilan.
Sebab ibadah dengan cukur gundul ini adalah syi’ar aliran sesat Khawarij dan
diikuti sebagian sufi.
Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha berkata dalam Fatawanya (hal. 347), ”Alasan para ulama membenci cukur
rambut dan menganggapnya menyelisihi sunnah karena hal itu adalah syi’ar
Khawarij dahulu.” (lihat pula Aridhatul Ahwadzi [7/256] oleh Ibnul
Arabi dan Fathul Bari [13/669] oleh Ibnu Hajar)
Dan (syi’ar) ini juga
diikuti oleh sebagian kelompok sufi, sebagaimana dijelaskan oleh, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam: al-Istiqamah [1/256]
dan muridnya, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ahkam Ahli Dzimmah [2/749].
dan muridnya, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ahkam Ahli Dzimmah [2/749].
Maka, ucapan “Hal ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya” adalah kejahilan dan kesalahan.
Ketiga : Berdusta atas nama hadits [7]
Adapun hadits yang dinukil oleh saudara Masun Said Alwy dari kitab “Jala’udz Dzolam fir Raddi ‘ala Najdi Al-Ladzi Adholla Awam” oleh Sayyid Alwy al-Haddad dari Abbas bin Abdul Muthallib, maka ini adalah kebodohan di atas kebodohan. Sebab hadits ini tidak ada asal usulnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, tetapi tetap dijadikan argumen untuk mendukung hawa nafsunya.
Anda jangan tertipu
dengan ucapan di akhirnya : “Al-Hadits”!!
Seandainya itu
diriwayatkan oleh ahli hadits, maka mengapa tidak dia sebutkan?! Apa beratnya?
Lebih terkejut lagi, kalau anda tahu bahwa ucapan “Al-Hadits” ini sebenarnya
bukan dari kitab aslinya, melainkan hanyalah ucapan Masun Said Alwy.
Seharusnya saudara
Masun Said Alwy menukil takhrij lucu dari kitab aslinya. Si pengarang kitab
tersebut mengatakan, ”Hadits ini memiliki syawahid (penguat-penguat) yang
mendukung maknanya, sekalipun tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya.” !!
Kalau memang tidak
diketahui siapa yang meriwayatkannya, mengapa dia berdalil dengannya?! Jadi,
hadits ini hanyalah buatan orang tersebut dan yang semodel dengannya. Dia
berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- secara
terang-terangan di depan makhluk. Aduhai, alangkah rusaknya hati yang berani
berbuat demikian, dan alangkah buruknya hati yang mencintai orang-orang model
mereka! Mereka berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
dan mengaku cinta Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Mungkinkah dua hal ini
dapat bersatu di hati seseorang?! Sekali-kali tidak, kecuali di hati seorang
ahli bid’ah dan pendusta.
Sungguh lucu ucapannya “Tidak
diketahui siapa yang meriwayatkannya”. Seandainya dia menyandarkannya
kepada kitab yang tidak ada wujudnya, niscaya akan lebih laris kebohongannya di
tengah-tengah orang-orang jahil, bukan bagi para ulama yang mengetahui cahaya
ucapan Nabi.
Kami harap anda jangan
heran, karena berdusta dan menyebarkan hadits-hadits dusta adalah kebiasaan
setiap penggemar bid’ah.
PENUTUP & NASIHAT
Usai kita menanggapi tiga permasalahan di atas, penulis merasa perlu menyodorkan nasihat bagi kita semua dan secara khusus kepada saudara Masun Said Alwy, penulis artikel ”Membongkar Kedok Wahabi”,
(1) Hendaknya kita mempelajari makna hadits dengan bantuan kitab-kitab syarah
(penjelasan) para ulama agar tidak ngawur menafsirkannya.
Alangkah indahnya
ucapan Sufyan bin ‘Uyainah,
يَا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ تَعَلَّمُوْا مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ فَإِنِّيْ تَعَلَّمْتُ مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً
“Wahai penuntut ilmu
hadits! Pelajarilah makna hadits, sesungguhnya saya mempelajari makna hadits
selama tiga puluh tahun”.
(2) Hendaknya kita lebih selektif dan kritis dalam menerima berita, sebagaimana
yang diperintahkan Alloh dalam kitab-Nya (yang artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS. al-Hujurat : 6)
Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha berkata, ”Sesungguhnya telah sampai kepada para ulama India dan Yaman
berita-berita tentang Syaikh Ibnu Abdil Wahhab. Lalu mereka membahas,
memeriksa, dan meneliti sebagaimana perintah Alloh, hingga jelaslah bagi mereka
bahwa para pencelanya adalah pembohong yang tidak amanah.” (Muqaddimah Syiyanatul
Insan [hal.29-30])
Maka kepada para
pendengki dakwah ini, bersikap adillah kalian dan periksalah berita yang sampai
kepada kalian, niscaya kalian akan segera sadar bahwa kalian dibutakan dengan
kedustaan dan tuduhan!
(3) Seringkali kami menasehatkan kepada saudara-saudara kami agar waspada dalam
menyampaikan hadits lemah dan palsu, apalagi dusta yang tidak ada asal usulnya.
Ditambah lagi, apabila hal itu untuk mendukung selera hawa nafsu. Semua itu
dosa yang sangat berbahaya, karena termasuk dusta atas nama Nabi -shallallahu
‘alaihi wa sallam-.
Sebagaimana kami nasehatkan juga agar kita selektif dalam menyebutkan
hadits, yaitu hendaknya disertai riwayatnya, jangan hanya sekedar menyebutkan
“al-Hadits” begitu saja.
Akhirnya kita memohon kepada Alloh hidayah dan taufiq, sesungguhnya Dia Maha Pemurah.
Akhirnya kita memohon kepada Alloh hidayah dan taufiq, sesungguhnya Dia Maha Pemurah.
Artikel : http://abiubaidah.com/
([1]) Seperti tuduhan kejinya bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah alat Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya, mengkafirkan kaum muslimin, punya keinginan mengaku nabi, merendahkan Nabi n/ dan melecehkannya, menghancurkan makam-makam bersejarah dan tuduhan-tuduhan dusta lainnya. Penulis telah berniat membongkar kebohongan-kebohongan ini secara terperinci pada edisi ini tetapi keterbatasan halaman mengurungkan niatnya. Semoga pada edisi-edisi berikutnya, Alloh memudahkan terwujudnya niat baiknya. Aamiin.
([2]) Disadur dari kitab al-Iraq fi Ahadits wa Atsar al-Fitan oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman, cet. Maktabah al-Furqan.
([3]) Telah diulas bantahannya dalam majalah Al Furqon Edisi 3 Tahun V Rubrik ”Kutub”. Silakan baca kembali.
([4]) Oleh karenanya, para ulama menjadikan hadits ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad. Lihat Umdatul Qari (24/200) oleh al-’Aini dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (5/655), dan Takhrij Ahadits Fadhail Syam (hal.26-27) oleh al-Albani rahimahullah.
([5]) ”Tak seorang muslim pun mengatakan tercelanya para ulama Iraq. Bagaimana
tidak, para pembesar ahli hadits, fiqh, dan jarh wa ta’dil, mayoritas mereka
dari Iraq.” (Mishbah Zhalam [hal.336])
([6]) Disadur dari risalah Sya’rus ar-Ra’si oleh Sulaiman bin Shalih
al-Khurasyi.
([7]) Lihat Muqaddimah Hadzihi Mafahimuna oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh. http://abiubaidah.com/kritikhadits-wahabi.html/
0 komentar:
Posting Komentar