إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Berkata Imam Abu Nu’aim dan Imam Ibnul Jauzi Rohimahumalloh: ”Dan
sungguh orang sufi tidak tahu malu menyebut Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin
al-Khoththob, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib dan para pemuka shohabat
lain Rodhiallohuanhum Ajma’in sebagai golongan sufi. Mereka juga memasukkan
Imam Syuraih al-Qodhi, Imam al-Hasan al-Bashri, Imam Sufyan at-Tsauri, Imam
Ahmad bin Hambal, Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham Rohimahumulloh termasuk
golongan sufi.” (Talbis Iblis [10/233]).
Berkata Imam Sufyan at-Tsauri Rohimahulloh: ”Aku mendengar Ashim
berkata: ‘Kami senantiasa melihat orang-orang sufi sebagai kumpulan
orang-orang yang bodoh, hanya saja mereka masih bisa berkilah di belakang
Hadits.” (Talbis Iblis [10/366]).
Berkata Imam Yahya bin Mu’adz Rohimahulloh: ”Janganlah kamu
bergaul dengan 3 golongan : Ulama yang lalai, orang-orang faqir yang takabbur,
dan orang sufi yang bodoh.” (Talbis Iblis [10/366]).
Sekarang kita lihat apakah Imam Madzhab 4 adalah ulama’ sufi atau
menyetujui ajaran sufi yang sesat sebagaimana mereka prasangkakan ?
1.
Imam Abu Hanifah Rohimahulloh
Beliau adalah seorang Imam dan ahli fiqih yang besar pada zamannya bisa
dikatakan sebagai imam mursyid thoriqot sufi, sungguh merupakan jelas sebagai
penistaan dan pendustaan yang besar terhadap seorang ulama yang berpegang teguh
pada sunnah.
Berkata Imam Fudhail bin Iyadh Rohimahulloh: ”Abu Hanifah adalah
seorang ahli fiqih yang terkenal dengan waro’nya dan orang yang banyak harta.”
(Tarikh Baghdadi 13/340).
Lihatlah, beliau adalah pedagang yang jujur lagi sukses dan dermawan,
adapun orang sufi mereka tidak mau mencari harta dan bekerja serta tidak
percaya pada sebab, mereka memperaktekkan tawakkal yang salah .
Tokoh Sufi Yusuf bin Husain berkata: ”Jika engkau melihat seseorang yang
menyibukkan diri pada rukhshoh dan mata pencarihan, maka tidak ada sesuatu yang
bisa diandalkan darinya.” (Talbis Iblis [10/304]).
Beliau (imam Abu Hanifah) adalah seorang ahli fiqih yang dalam setiap
masalah selalu merujuk pada hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat
dan para tabi’in, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut
dan beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah.
Berkata Imam Fudhail bin Iyadh: ”Abu Hanifah selalu mengembalikan suatu
masalah kepada hadits-hadits yang shohih, mengikuti atsar para shohabat dab
para tabiin, jika tidak menemukan maka beliau mengqiyas masalah tersebut dan
beliau adalah sebaik pengqiyas suatu masalah.” (Tarikh Baghdadi
13/340).
Imam Abu Hanifah Rohimahulloh: ”Jika suatu hadits telah shohih maka
itulah madzhabku.” (al-Hasyiyah Ibnu Abidin 1/63).
Imam Imam Abu Hanifah Rohimahulloh: “Tidak halal bagi seseorang
yang mengambil pemikiran kami selagi dia tidak tahu dari mana kami mengambil
dalil.” (Hasyiyah alal Bahrir Ro’iq 6/293).
Imam Abu Hanifah Rohimahulloh: “Sesungguhnya kami hanyalah
manusia biasa kami berpendapat hari ini dan kami mengkoreksi besok.” (Hasyiyah
alal Bahrir Ro’iq 6/293).
2.
Imam Malik (guru Imam
Asy-Syafii) –Rohimahumalloh-
Al-Qodhi ‘Iyadh Rohimahulloh berkata dalam kitabnya (Tartib
Al-Madarik Wa Taqrib Al-Masalik 2/54 ): At-Tinisi berkata: Kami dulu berada
di sisi Malik, dan para muridnya berada di sekelilingnya. Kemudian seorang dari
penduduk Nashibiyin berkata: “Di tempat kami ada satu kaum yang disebut
dengan sufiyah, dimana mereka makan banyak, kemudian mereka mulai membaca
qasidah-qasidah, kemudian bangkit dan menari.” Maka Imam Malik berkata: “Apakah
mereka anak-anak?” Dia menjawab: “Tidak.” Imam Malik bertanya: “Apakah
mereka orang-orang gila?” Dia menjawab: “Bahkan mereka adalah para tokoh
agama yang berakal!” Maka Imam Malik berkata: “Aku tidak mendengar bahwa
seorang muslim akan melakukan demikian.”
3.
Imam Asy-Syafi’i rohimahulloh
Hal ini nampak sangat jelas dalam teks-teks ucapan beliau tentang firqoh
(golongan, sekte) ini.
Imam Al-Baihaqi Rohimahulloh meriwayatkan dengan sanadnya dari Yunus
bin Abdil A’la, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafii berkata: “Kalau
seorang menganut ajaran tasawuf pada awal siang hari, tidak datang waktu zhuhur
kepadanya melainkan engkau mendapatkan dia menjadi dungu.” (Manaqib Imam
As-Syafii 2/207, karya Imam Al-Baihaqi).
Dungu adalah sedikitnya akal. Dan itu adalah penyakit yang berbahaya.
Tidaklah aneh ahli tasawuf dalam waktu kurang dari sehari akan menjadi orang
yang dungu. Tulisan-tulisan mereka sendiri menjadi saksi tentang hal itu.
An-Nabhani -seorang sufi- dalam kitabnya yang penuh dengan khurofat,
kezindiqan, dan kesesatan; yang berjudul Jami’ Karomat Auliya tentang
biografi Ahmad bin Idris, dia berkata:
“Di antara karomahnya yang
agung yang tidak bakal dicapai kecuali oleh orang-orang tertentu adalah
berkumpulnya dia dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan bangun
(terjaga), kemudian dia mengambil wirid-wiridnya, hizb-hizbnya dan sholawatnya
yang masyhur dari beliau secara langsung. Dia (Ahmad bin Idris) diuji dengan
hilangnya indera dengan benda-benda yang ada. Kemudian dia mengeluhkan kepada
sebagian guru-gurunya. Kemudian sang guru berkata: ‘Kaana (Jadilah dia).’ Ahmad
bin Idris menceritakan dirinya: Maka dengan semata ucapan sang guru “kaana”,
hilang dariku semua rasa sakit, kemudian aku bangkit waktu itu juga dan jadilah
aku seperti orang yang tidak ditimpa sesuatupun. Aku memuji Allah. Dan aku
mengetahui bahwa telah pasti apa yang dikatakan para tokoh sufi: Awal jalan
adalah junun (kegilaan), pertengahannya funun, dan akhirnya ‘kun fa yakun’.”
Perkataan ini tidak pernah diucapkan oleh seorang yang berakal sama sekali.
Karena tidak ada yang berhak dengan sifat seperti ini -yaitu mengucapkan kepada
sesuatu ‘kun fa yakun’ selain Allah.
Allah berfirman tentang Diri-Nya:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
“Jadilah!” maka terjadilah ia (Kun fa Yakun)”. (QS. Yasin : 82)
Mereka ahil tasawuf- telah mengakui bahwa diri mereka adalah gila. Sehingga
tidak keliru ketika Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Tidaklah aku melihat
seorang sufi yang berakal sama sekali.” (Manaqib Imam As-Syafii
2/207, karya Imam Al-Baihaqi).
Imam Asy-Syafii Rohimahulloh berkata: “Tidaklah ada seorang yang
berteman dengan orang-orang sufi selama 40 (empat puluh) hari, kemudian akalnya
akan kembali selama-lamanya.”
Dan beliau membacakan
syair: "Tinggalkan orang-orang yang bila datang kepadamu menampakkan
ibadah Namun jika bersendirian, mereka serigala buas " (Talbis
Iblis hal. 371).
Imam Asy-Syafii juga berkata: “Dasar landasan tasawuf adalah kemalasan.”
(Al-Hilyah 9/136-137)
Kenyataan sufiyah menjadi saksi apa yang dikatakan Imam Asy-Syafi’i bahwa
dasar landasan mereka adalah malas. Mereka adalah orang yang paling rajin dalam
menunaikan bid’ah dan penyelisihan syariat. Dan mereka juga orang yang paling
sangat malas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menghidupkan
sunnah-sunnah nabi (tuntunan-tuntunan nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai tambahan, suatu waktu Imam Waki’ (salah satu guru Imam Asy-Syafi’i)
berkata kepada Sufyan bin ‘Ashim: “Kenapa engkau meninggalkan hadits Hisyam?”
Sufyan bin Ashim menjawab: “Aku berteman dengan satu kaum dari sufiyyah, dan
aku merasa kagum dengan mereka, kemudian mereka berkata: ‘Jika kamu tidak
menghapus hadits Hisyam, kami akan berpisah denganmu’.” Maka Imam Waki’
berkata: “Sesungguhnya ada kedunguan pada mereka.” (Talbis Iblis
hal.371-372)
4.
Imam Ahmad bin Hambal
(murid Imam Asy-Syafii) –Rohimahumalloh-
Beliau memperingatkan dari berteman dan duduk-duduk dengan mereka. Beliau
pernah ditanya tentang nasyid-nasyid dan qasidah-qasidah –yang disebut sima’-
yang dilakukan Sufiyah. Maka beliau mengatakan: “Itu perkara yang
diada-adakan dalam agama (tidak ada landasannya dalam agama Islam).”
Kemudian ditanyakan kepada beliau: “Apakah boleh kami duduk-duduk dengan
mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.”
Dan Imam Ahmad juga berkata tentang Al-Harits Al-Muhasibi –seorang imam
tasawuf-. Maka beliau berkata kepada murid-muridnya: “Aku tidak mendengar
tentang hakekat-hakekat seperti perkataan orang ini. Dan aku tidak berpadangan
engkau boleh duduk-duduk dengannya.” (Tahdzibut Tahdzib 1/327).
Berkata Ishaq bin Hayyah: ”Aku menemui Imam Ahmad bin Hambal, yang sa’at
itu beliau sedang ditanya tentang bisikan-bisikan hati dan lintasan sanubari,
maka beliau menjawab : ‘Para sahohabat dan tabi’in tidak pernah membicarakan
masalah itu.” (Talbis Iblis 10/235).
Abu Zur’ah Ar-Rozi -Rohimahulloh- Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Rohimahulloh
berkata dalam At-Tahdzib: Al-Bardza’i berkata: Abu Zur’ah ditanya
tentang Al-Muhasibi dan kitab-kitabnya, maka dia menjawab: “Hati-hati kamu
dari kitab-kitab ini, (yang berisi) bid’ah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan. Dan
wajib kamu berpegang teguh dengan al-atsar (hadits, sunnah, petunjuk Rosululloh
shallallahu ‘alaihi wa sallam), sesungguhnya engkau akan mendapati dalam atsar
yang mencukupimu dari kitab-kitab ini.” Kemudian ada yang bertanya
kepadanya: “Di dalam kitab-kitab ini ada pelajaran?” Dia menjawab: “Barangsiapa
yang tidak mendapat pelajaran dalam Kitabulloh, maka dia tidak akan mendapat
pelajaran dalam buku-buku ini. Apakah telah ada kabar sampai kepada
kalian bahwa Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, atau Al-Auza’i atau para imam
lainnya menulis kitab-kitan tentang lintasan-lintasan hati dan was-was
(bisikan-bisikannya) serta perkara-perkara ini? Kaum sufiyah ini telah
menyelisihi para ulama. Kadang mereka membawa Al-Muhasibi kepada kita, kadang
membawa Abdurrohim Ad-Daili, dan kadang membawa Hatim Al-Ashom. Betapa cepatnya
manusia berlari menuju para ahli bid’ah ini.” (Talbis Iblis 10/236 ).
0 komentar:
Posting Komentar