إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Oleh : Ahmad Hamidin As-Sidawy
Di antara bukti
keimanan seseorang muslim adalah mencintai ahlul bait Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, karena mencintai ahlul bait merupakan pilar kesempurnaan
iman seorang muslim. Pernyataan cinta kepada ahlul bait Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam sekarang tidak hanya datang dari kalangan ahlus Sunnah
semata, akan tetapi juga didengungkan oleh beberapa kelompok Ahlul bid’ah
seperti Syiah dan yang sealiran dengan mereka, mereka lakukan hal itu dalam
rangka mengelabui dan menipu umat Islam sehingga mereka bingung dan tidak
mengenal kebejatan dan kebencian mereka terhadap Ahulul bait, khususnya Syiah
yang tidak kalah hebatnya dalam mempropagandakan pernyataan cinta mereka kepada
ahlul bait sehingga seakan-akan merekalah satu-satunya kelompok yang paling
mencintai Ahlul bait.
Untuk menjawab
kebingungan umat ini, maka perlu adanya pembahasan tuntas tentang perbedaan
Ahlus sunnah dan Ahlul bidah di dalam menempatkan kedudukan Ahlul bait, serta
siapakah yang sebenarnya yang benar-benar mencintai Ahlul bait dan siapakah
yang justru membenci mereka ?
Siapakah Ahlul Bait ?
Sebelum kita membahas
tentang Ahlul bait secara detail dan yang memusuhi meraka, sepantasnyalah kita
mengenal terlebih dahulu siapakah sebenarnya Ahlul bait itu ?
Secara bahasa, kata الأَهْل berasal dari أَهْلاً وَ أُهُوْلاً أَهِلَ -
يَأهَلُ = seperti أَهْلُ
المْكَاَن berarti menghuni di
suatu tempat[1] . أَهْلُ
jamaknya adalah أَهْلُوْنَ وَ أَهْلاَتُ وَ أَهَاِلي misal أَهْلُ الإِسْلاَم artinya pemeluk islam, أَهْلُ مَكَّة artinya penduduk Mekah. أَهْلُ الْبَيْت berarti penghuni rumah[2]. Dan أَهْلُ
بَيْتِ النَّبي
artinya keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya
yaitu Ali dan istrinya[3].
Sedangkan menurut
istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait bahwa mereka
adalah keluarga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diharamkan
memakan shadaqah[4]. Mereka terdiri dari : keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga
Aqil, keluarga Abbas[5], keluarga bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri
beliau dan anak anak mereka[6].
Memang ada
perselisihan, apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Dan yang
jelas bahwa arti Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri
nabi untuk masuk ke Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam
Al-Qur’an dan hadits tidak mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut,
yaitu Ahlul Bait.
Allah berfirman :
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud
menghilangkan rijs dari kalian wahai ahlul bait dan memberbersihkan kalian
sebersih-bersihnya”. (QS. Al-Ahzab : 33)
Ayat ini menunjukan
para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahlul Bait. Jika
tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini) dan
karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran
maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain[7].
Berkata Ibnu Katsir: “Orang
yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait[8]” dan ini merupakan pendapat
Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnul Qayim dan yang lainnya[9].
Ibnu Taimiyah berkata: “Yang
benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait.
Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di shahihain yang menjelaskan
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari lafadz bershalawat kepadanya
dengan:
الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَتِهِ (صحيح البخارى)
“Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta
anak keturunannya.” (HR. Bukhari)
Demikian juga istri
Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan istri Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana yang telah di
tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam [2] bukan termasuk keluarga beliau?!
Ada pula sebagian ulama
yang berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah para pengikutnya dan orang-orang
yang bertaqwa dari umatnya, akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah
dan telah dibantah oleh Imam Ibnul Qoyyim dengan pernyataan beliau bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa Ahlul
Bait adalah mereka yang diharamkan shadaqah.
Perbedaan Ahlul Bait dalam Istilah Syar’i dengan Versi Syi’ah
Setelah kita mengetahui
siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait
merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan
merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi :
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan taatlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu
sebersih-bersihnya”. (QS. Al-Ahzab : 33)
Berkata Syaikh
Abdurrahman As Sa’di, “Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala
macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji”.[13]
Allah berfirman
memerintah para istri Nabi :
وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ
“Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah
(Sunnah Nabimu)”. (QS. Al Ahzab : 34)
Ibnu Katsir berkata: “yaitu
kerjakanlah dengan apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada
Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian”.
Berkata Qotadah dan
yang lainnya, “Dan ingatlah dengan nikmat yang dikhususkan kepada kalian
dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa
yang lain”.[14]
Dalam sebuah hadis juga
di jelaskan :
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قاَلَ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلىالله عليه و سلم يَوْمًا خَطِيْبًا (فَقَالَ): أَذْكُرُكُمُ اللهَ فيِ أَهْلِ بَيْتيِ –ثلاثا- فَقَالَ حُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَْيدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حَرُمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قاَلَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آَلُ عَلِيْ و آَلُ عُقَيْلٍ وَ آلُ الْعَبَاسِ قَالَ أَكُلُّ هَؤُلاَءِ حَرُمَ الصَّدَقَة ؟ قَالَ: نَعَمْ (صحيح مسلم 7/122-123)
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
suatu hari berkhutbah: “Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul
Baitku” (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya
kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri
beliau termasuk ahlil baitnya?” Zaid menjawab, “para istri Nabi memang
termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan
sedekah setelah wafatnya beliau”. Lalu Husain berkata: “siapakah mereka?”
beliau menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga
Ja’far, dan keluarga Abbas” Husain bertanya kembali, “Apakah mereka
semuanya di haramkan zakat?” Zaid menjawab “Ya” (Shahih Muslim
[7/122-123]).
Dari sini jelas
penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syar’i dan bermakna istri dan
kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan
keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim.
Sedangkan Ahlul Bait
menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan bin Ali dan
putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua
pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka
menyeruh kepada kebenaran.
Orang Syiah menganggap
bahwa Khulafaur rasyidin (Abu Bakara, Umar, Utsman rodhiyallohu ‘anhum) adalah
para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah,
bahkan semua pemimpin kaum muslimin[15].
Tidak di ragukan lagi,
bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah
Wal Jamaah.
Maka kita katakan bahwa
membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan bin Ali serta Fatimah,
yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada
sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya
pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama
salaf sebelumnya.
Anggapan ini sebenarnya
hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta
kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sehingga orang-orang Syiah sejak zaman sahabat tidak
menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan dikenal sebagai firqoh yang
ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah
satu cara mereka adalah berlindung dibalik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu
'alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang
membenci dan memusuhi mereka.
Syubhat dan Bantahannya
Syiah Rafidlah
menyatakan bahwa bahwa Ali dan keturunannya dari Ahlul Bait adalah orang-orang
yang makshum dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنىِّ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتمُ ْبِهِ لَنْ تَضِلُّوْا كِتَابَ اللهِ وَ عِتْرَتيِ أَهْلَ بَيْتيِْ (رواه الترمذى 2/208 والطبراني رقم 2680 والحديث صحيح لشواهده أنظر الصحيحة 4/255 , 1761 وأنظر صحيح الجامع رقم 2748 )
“Wahai para manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu
perkara, kalau kalian mengambilnya maka kalian tidak akan tersesat, (yaitu)
kitabullah dan itrohku, ahli baitku”. (Diriwayatkan Imam
Tirmidzi [2/308] dan Thabroni [2680] dan hadis ini shahih dengan
Syawahidnya. Lihat As Shahihah [4/355,1761]).
Dalam hadits ini
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggandengkan penyebutan
Kitabullah dan Ahlul Bait dengan menggunakan واو عطف
sedangkan dalam kaidah ushul fiqh di katakan bahwa fungsi wawu ‘athfi adalah:
اشْتِرَاكُ المْتَعَاطِفَينِ ِفيْ اْلحُكْمِ وَلاَ تُنَافِيْهِ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
“Berserikatnya dua hal yang di gandengkan dalam satu hukum, tidak dapat di
tiadakan kecuali dengan dalil”.
Hal ini berarti Ahlul
Bait sama dengan Kitabullah dalam hal sebagai sumber yang terpelihara. Dan itu
menunjukan bahwa mereka adalah orang-orang yang ma’shum.
Maka kita jawab syubhat
ini dengan ucapan Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani rohimahulloh.
Beliau rohimahulloh menjelaskan: “Bahwa
yang di maksud Ahlul Bait di sini adalah para ulama, orang-orang shalih serta
orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah dari kalangan
mereka (Ahlul Bait)”.
Al-Imam Abu Ja’far At
Thahawy berkata: “Al-Itroh adalah Ahlul Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam yaitu orang yang beragama dan komitmen dalam berpegang teguh dengan
perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Syaikh Ali Al Qary juga
mengucapkan perkataan senada dengan beliau: “Sesungguhnya Ahlul Bait itu
pada umumnya adalah orang yang paling mengerti tentang shahibul bait[16] dan
yang paling tahu hal ihwalnya. Maka di maksud dengan Ahlul bait di sini adalah
Ahlul Ilmi (ulama) di kalangan mereka yang mengerti tentang seluk beluk
hidupnya dan orang-orang yang menempuh jalan hidupnya serta orang-orang yang
mengetahui hukum dan hikmahnya. Dengan inilah, maka penyebutan Ahlu bait dapat
di gandengkan dengan kitabullah, sebagaimana firmannya:
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah”. (QS. Al-Jum’ah : 2)
Syaikh Al Albany rohimahulloh
mengatakan: “Dan yang semisalnya adalah firman Allah :
وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ
“Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah (sunnah Nabimu)…“ (QS. Al-Ahzab : 34)
Maka jelaslah bahwa
yang dimaksud Ahlul Bait adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan mereka (Ahlul
Bait). Mereka itulah yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam hadis itrah ini. Dan
oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikanya
salah satu dari tsaqalain (dua hal yang berat) dalam hadis Zaid Bin Arqam (yang
telah lalu disebutkan) dan di gandengkan dengan kitabullah.
Yang penting,
penyebutan Ahlul Bait bergandengan dengan Kitabullah dalam hadits ini sama
seperti penyebutan sunnah Khulafaur rasyidin beriringan dengan sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm dalam sabdanya : "Berpegang
teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin setelahku".
Syaikh Ali Al-Qary
berkata tentang hadist ini: “Hal tersebut karena mereka tidak beramal
kecuali dengan sunahku (Rasul), maka penyebutan sunah ini dinisbatkan kepada
mereka baik karena mereka mengamalkan sunnah Rasul atau karena istimbath mereka
terhadap sunnah itu"[17]
Dari penjelasan Saikh
Al Albany rohimahulloh kita dapat mengambil dua kesimpulan yang mendasar
yaitu:
1. Bahwa yang di maksud
dengan Ahlul bait di sini adalah mereka yang mengerti sunnah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam dan perjalanan hidup beliau dan orang-orang yang komitmen
di dalam berpegang teguh dengan sunnahnya.
2. Setelah jelas bagi kita
siapa yang di maksud dengan Ahlul di sini, maka penyaebutan merela bergandengan
dengan penyebutan kitabullah itu kedudukannya seperti penyebutan sunnah
khulafaur rosyidin beriringan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa salalm, sedangkan kita mengetahui bahwa bahwa penyebutan sunnah mereka
dengan sunnah Rasul adalah karena mereka tidak pernah beramal kecali dengan
sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam sehingga penisbatan
suannah kepda mereka tidak berarti individu-individu mereka itu ma’shumm.
Kesimpulan
Di sebutkan oleh
Ats-tsa’labi dan qodhi Iyadz bahwa mereka adalah bani Hasyim secara
keseluruhan. Dan yang termasuk dalam kata gori Ahlul bait adalah sebagai
berikut:
1.
Keluarga Ali, yaitu
mencakup sahabat Ali sendiri, Fathimah (putrinya) Hasan dan Husain beserta anak
turunannya.
2.
Keluarga Aqil, yaitu
mencakup Aqil sendiri dan anaknya yaitu Muslim bin Aqil beserta anak cucunya.
3.
Keluarga Ja’far bin Abu
Tholib, yaitu mencakup Ja’far sendiri berikut anak-anaknya yaitu Abdullah, Aus
dan Muhammad.
4.
Keluarga Abbas bin
Abdul Muttolib, yaitu mencakup Abbas sendiri dan sepuluh putranya yaitu
Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-harits, Ma’bad, Katsir, Aus, Tamam, dan
puteri-puteri beliau juga termasuk di dalamnya.
5.
Keluarga Hamzah bin
Abdul Muttalib, yaitu mencakup Hamzah sendiri dan tiga orang anaknya yaitu
Ya’la, ‘Imaroh, dan Umamah
6.
Para istri Nabi Shallallahu
'alaihi wa salalm tanpa terkecuali.
Inilah pembahasan
sekilas tentang Ahlul Bait dan bagaimana sikap salaf terhadap mereka, ditambah
dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat yang di lontarkan olah rofidhah.
Untuk lebih lanjut
mengetahui bantahan-bantahan para ulama terhadap syubhat-syubhat mereka dapat
dilihat dalam kitab Minhajus Sunnah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh.
Mudah-mudahan Allah
memberikan kekuatan iman dan taqwa kepada kita sehinnga kita tetap istiqomah di
dalam berpegang kepda manhaj nubuwah sampi akhir hayat kita. Aamiin
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M . Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Footnote
[1] Lihat kamus Mu’jamul Wasit hal. 31
[2] Lihat kamus Lisanul Arab [1/253]
[3] Lihat kamus Muhit [1245]
[4] Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Zaid bin Arqom ketika Hushain
bin Sibrah bertanya kepadanya tentang Ahlul bait Nabi shollollohu ‘alaihi
wasallam (lihat Shahih Muslim [7/122-223])
[5] Lihat kitab Taqrib Baina Ahlus Sunnah was Syiah oleh Dr. Nashir
bin Abdillah bin Ali Al-Qafary [1/102] dan Syarah Aqidah Washitiyah oleh
Kholid bin Abdillah Al-Muslikh hal.189. Majmu’ Fatawa [28/492]
[6] Lihat Minhajus Sunnah An-nabawiyah [7/395]
[7] Lihat Majmu Fatawa [17/506]
[8] Lihat Tafsir Al Qur‘an Al-Adzim (Tafsir Ibnu Katsir) [3/506]
[9] Seperti dinukil oleh Dr. Nashir bin Abdillah bin Ali Al-Qofari dalam
kitabnya Masalatu Taqrib Bainas Sunnah was Syiah. [1/103-105]
[10] Lihat Syarah Fathhul Bari [6/408]
[11] Lihat Syarah Aqidah Wasithiyah oleh Syeikh Kholid bin Abdillah
Al-Muslikh hal.190
[12] Lihat Jala’ Al-Afham hal.126
[13] Lihat Tafsir Karimir Rahman [2/916]
[14] Lihat Tafsir Al Qur’an Al-Adzim [3/635]
[15] Lihat Ushul Mazhab Syiah karya Dr. Nahir bin Abdillah bin Ali
Al-Qafary [1/735-758]
[16] Yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
[17] Lihat Silsilah Al-ahadist As Shahihah [4/360-361]
[18] Lihat Fathul Bari (7/98)
[19] Lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyah hal.7/76
0 komentar:
Posting Komentar