إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah atau Salafush Sholih (generasi terbaik dari umat Islam) bukan hanya
mengajarkan prinsip dalam beraqidah saja, namun Salafush Sholih juga
bagaimanakah berakhlaq yang mulia.
Itulah yang diajarkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya,
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad [2/381],
shahih)
Dalam suatu hadits
shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan do’a,
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat
menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau” (HR. Muslim [no.771])
Maka sungguh sangat
aneh jika ada yang mengklaim dirinya sebagai Ahlus Sunnah, namun jauh dari
akhlaq yang mulia. Jika ia menyatakan dirinya mengikuti para salaf (generasi
terbaik umat ini), tentu saja ia tidak boleh mengambil sebagian ajaran mereka
saja.
Akhlaqnya pun harus
bersesuaian dengan para salaf. Namun sayang seribu sayang, prinsip yang satu
inilah yang jarang diperhatikan. Kadang yang menyatakan dirinya Ahlus Sunnah
malah dikenal bengis, dikenal suka mencaci maki, dikenal kasar, dikenal selalu
bersikap keras. Sungguh klaim hanyalah sekedar klaim. Apa manfaatnya klaim jika
tanpa bukti? Iya gak?
Di antara bukti
pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal Jama’ah-, mereka
menjadikan masalah akhlaq sebagai ushul (pokok) aqidah dan mereka memasukkannya
dalam permasalahan aqidah.
Di antara ajaran akhlaq
tersebut adalah:
Pertama: Selalu
mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar
Ahlus Sunnah mengajak
pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari kemungkaran. Mereka meyakini
bahwa baiknya umat Islam adalah dengan tetap adanya ajaran amar ma’ruf yang
barokah ini.
Perlu diketahui bahwa
amar ma’ruf merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia. Amar ma’ruf
inilah yang merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum muslimin. Amar ma’ruf
adalah suatu yang wajib sesuai kemampuan dan dilihat dari maslahat dalam
beramar ma’ruf. Mengenai keutamaan amar ma’ruf nahi mungkar, Allah Ta’ala
berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ
أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron : 110)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah
kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya
dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya.
Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim [no.49])
Kedua: Mendahulukan
sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan sikap lemah lembut ketika
amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula berdakwah dengan sikap hikmah dan
memberi nasehat dengan cara yang baik.
Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl : 125)
Ketiga: Sabar ketika
berdakwah
Ahlus Sunnah meyakini
wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia ketika beramar ma’ruf nahi
mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman Allah Ta’ala,
يَا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ
عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ
إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman : 17)
Keempat: Tidak ingin
kaum muslimin berselisih
Ahlus Sunnah ketika
menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya satu prinsip yang selalu
dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum muslimin, menarik hati setiap
orang, menyatukan kalimat (di atas kebenaran), juga menghilangkan perpecahan
dan perselisihan.
Kelima: Memberi nasehat
kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat kepada setiap muslim serta
saling tolong menolong terhadap sesama dalam kebaikan dan takwa. Hal ini karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Agama adalah nasehat”. Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau
menjawab, “Untuk Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan kepada
pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim [no.55])
Keenam: Bersama
pemerintah kaum muslimin dalam beragama
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan menegakkan shalat Jum’at,
shalat Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan berhari raya bersama pemimpin
kaum muslimin baik yang taat pada Allah dan yang fasik. Prinsip ini jauh
berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah.
Ketujuh: Bersegera
melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya
Ahlus Sunnah punya
prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib, mereka semangat menegakkan
shalat wajib tersebut di awal waktu bersama jama’ah. Shalat di awal waktu itu
lebih utama daripada shalat di akhir waktu kecuali untuk shalat Isya. Ahlus
Sunnah pun memerintahkan untuk khusyu’ dan thuma’ninah (bersikap tenang) dalam
shalat. Mereka mengamalkan firman Allah Ta’ala,
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَالَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mu’minun :
1-2)
Kedelepan: Semangat
melaksanakan qiyamul lail
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
saling menyemangati (menasehati) untuk menegakkan qiyamul lail (shalat malam)
karena amalan ini adalah di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Shalat ini pun yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersemangat untuk taat kepada Allah
Ta’ala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat memerah
(pecah-pecah). ‘Aisyah mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti ini
wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan
datang?”. Beliau lantas mengatakan, “(Pantaskah aku meninggalkan
tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku bukanlah hamba yang bersyukur.”
(HR. Bukhari no.4837)
Kesembilan: Tegar
menghadapi ujian
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian, yaitu bersabar dalam
menghadapi musibah. Mereka pun bersyukur ketika mendapatkan kelapangan. Mereka
ridho dengan takdir yang terasa pahit. Mereka senantiasa mengingat firman Allah
Ta’ala,
إِنَّمَا يُوَفَّى
الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar : 10).
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala (balasan) yang besar
pula. Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu kaum, pasti Allah akan menguji
mereka. Barangsiapa yang ridho, maka Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang
murka, maka Allah pun murka padanya.” (HR. Tirmidzi [no.2396],
hasan shahih)
Kesepuluh: Tidak mengharap-harap
datangnya musibah
Ahlus Sunnah tidaklah
mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun tidak meminta pada Allah agar
didatangkan musibah. Karena mereka tidak tahu, apakah nantinya mereka termasuk
orang-orang yang bersabar ataukah tidak. Akan tetapi, jika musibah tersebut
datang, mereka akan bersabar.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh tapi mintalah kepada
Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh bersabarlah.” (HR. Bukhari [no.2966]
dan Muslim [no.1742])
Kesebelas: Tidak
berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka mendapati cobaan.
Karena Allah Ta’ala melarang seseorang untuk berputus asa. Akan tetapi pada
saat tertimpa musibah, mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar dan
pertolongan Allah yang pasti datang.
Mereka tahu bahwa di
balik kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa
introspeksi diri, merenungkan mengapa musibah tersebut bisa terjadi. Mereka
senantiasa yakin bahwa berbagai musibah itu datang hanyalah karena sebab
kelakuan jelek dari tangan-tangan mereka (yaitu karena maksiat yang mereka
perbuat).
Mereka tahu bahwa
pertolongan bisa jadi tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan
atau mungkin karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُم
مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura : 30)
Ahlus Sunnah tidak
bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul, kejadian duniawi atau bersandar
pada peristiwa-peristiwa alam ketika mendapat ujian dan menanti datangnya
pertolongan. Mereka tidak begitu tersibukkan dengan memikirkan sebab-sebab
tadi. Mereka sudah memandang sebelumnya bahwa takwa kepada Allah Ta’ala,
memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah serta
bersyukur ketika lapang adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan
kelapangan dari kesempitan yang ada.
Keduabelas: Tidak kufur
nikmat
Salafush Sholih begitu
khawatir dengan akibat dari kufur dan pengingkaran terhadap nikmat. Oleh karena
itu, Ahlus Sunnah adalah orang yang begitu semangat untuk bersyukur pada Allah.
Mereka senatiasa bersyukur atas segala nikmat, yang kecil atau pun yang besar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia)
dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal
itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)
Ketigabelas: Selalu
menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia
Ahlus Sunnah selalu
menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi [no.1162],
Abu Daud [no.4682] dan Ad Darimi [no.2792] hasan shahih)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat
duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang bagus
akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi [no.2018] shahih)
“Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan
shalat dengan ahlak baiknya.” (HR. Abu Daud [no.4798]
shahih)
“Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak yang baik, dan
sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa
dan shalat.” (HR. Tirmidzi [no.2003] shahih)
0 komentar:
Posting Komentar