إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
dinamakan oleh pemujanya sebagai metode amar ma’ruf nahi munkar
merupakan manhaj (cara beragama) Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya, ataukah sesuatu yang harus diluruskan?
Dan ketahuilah,
tidaklah nama yang indah itu akan merubah hakikat sesuatu yang buruk, walau
dibumbui dengan label Islami.
Metode Nabi dalam ber-Amar Ma’ruf
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat” Kami (para
sahabat) bertanya, “Untuk siapa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum
muslimin serta orang-orang awamnya.” (HR. Muslim [no.55])
Perhatikanlah
saudaraku, agama kita mensyariatkan untuk memberi nasihat. Namun tidaklah
nasihat tersebut disampaikan kecuali dengan cara yang baik, tidak dengan
membuka aib penguasa.
Simaklah
baik-baik sabda Rasulullah shallollahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa
yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia
tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa
(raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau
tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan
pahala baginya (orang yang menasihati)” (Shahih, HR. Ahmad, Al Haitsami dan
Ibnu Abi Ashim)
Saudaraku,
apakah seseorang dapat menerima saranmu dengan baik jika engkau jelek-jelekkan
serta kau umbar aibnya di depan umum? Bagaimana jika kejengkelan hatinya telah
mendahului nasihatmu?
Jatuh Dalam Riba yang Paling Mengerikan
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya riba yang paling mengerikan
adalah mencemarkan kehormatan seorang muslim tanpa alasan” (Shahih, HR. Abu
Dawud dan Ahmad).
Kehormatan
seorang muslim adalah haram, sedangkan dalam demonstrasi ini tidak jarang akan
engkau temukan berbagai macam pelecehan kehormatan seorang muslim dengan
mencelanya.
Fitnah Wanita dan Ikhtilath
Hampir di
setiap gerakan massa diwarnai dengan hadirnya kaum wanita di jalan-jalan. Hal
ini jelas bertentangan dengan syariat islam, karena Allah melarang wanita untuk
keluar dari rumahnya kecuali dengan alasan yang syar’i. Selain itu, hal ini
akan menimbulkan ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita yang bukan
mahramnya secara terang-terangan!
Maka cukuplah
sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini bagi
mereka. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tinggalkanlah olehmu bercampur baur dengan kaum wanita!” (HR. Bukhari).
Tasyabbuh (Meniru) Kaum Kuffar
Demonstrasi
adalah produk barat yang jelas-jelas menganut sistem kuffar.
Sangatlah aneh
bila mereka mencela demokrasi karena dianggap produk sistem kuffar tetapi
mereka malah mengamalkan syariat dari demokrasi yaitu Demonstrasi.
Maka tidak
pantas bagi seorang muslim untuk memasang label ‘islami’ karena memang Islam
tidak mengajarkan cara seperti ini. Atau bahkan meyakininya sebagai metode
dakwah yang islami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
meniru suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).
Ketahuilah
pembaca yang budiman, sesungguhnya Islam tidak akan menang dengan cara yang
menyelisihi syariat, namun Islam akan menang dengan cara yang benar yang dibangun
di atas aqidah yang benar, dan jalan yang telah ditunjukkan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Maka
sesungguhnya kebahagiaan dan keselamatan adalah dengan mengikuti Rasul, bukan
dengan menyelisihi beliau.
(Muhammad Nur Ichwan Muslim, http://muslim.or.id/ manhaj/ khurofat-demonstrasi.html
Demonstrasi Ditolak oleh Syari’at
Tidakkah anda
ingat kasus pembunuhan khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu
yang terjadi akibat demonstrasi yang didalangi oleh kaum Khawarij (salah satu
aliran sesat)?!
Tidakkah anda
ingat ‘unjuk rasa’ pertama kali yang dilakukan oleh Dzul Khuwaishirah (sesepuh
kaum Khawarij) di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
tuduhan perbuatan zalim yang dilemparkannya kepada beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam?!
Tidakkah anda
ingat bagaimana kemacetan yang timbul, roda perekonomian yang terhenti, dan
kerugian milyaran rupiah yang timbul akibat demonstrasi besar-besaran beberapa
waktu yang lalu?!
Tidakkah anda
melihat kerusuhan yang terjadi dan kerusakan yang timbul akibat demonstrasi
menolak kenaikan harga BBM yang baru saja terjadi di sebagian kota di tanah
air?!
Sungguh benar
ucapan Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, “Betapa banyak orang
yang menginginkan kebaikan, akan tetapi dia tidak mendapatkannya.”
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sudah seharusnya cara anda
beramar ma’ruf adalah dengan cara yang ma’ruf, demikian pula cara anda dalam
melarang kemungkaran bukan berupa kemungkaran.” (lihat al-Amru bil
Ma’ruf wa an-Nahyu ‘anil Munkar [hal.24])
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang menaatiku maka dia telah taat kepada Allah. Dan
barangsiapa yang mendurhakaiku maka dia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa
yang menaati amirku maka dia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang mendurhakai
amirku maka dia telah durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Ahkam)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini
terkandung kewajiban untuk taat kepada para penguasa -kaum muslimin- selama itu
bukan perintah untuk bermaksiat sebagaimana sudah diterangkan di depan di awal
Kitab al-Fitan.
Hikmah yang tersimpan dalam perintah untuk taat kepada mereka
adalah untuk memelihara kesatuan kalimat (stabilitas masyarakat, pent) karena
terjadinya perpecahan akan menimbulkan kerusakan.” (Fath
al-Bari [13/131] cet. Dar al-Hadits)
Dari ‘Iyadh bin
bin Ghunm radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa maka janganlah dia
menampak hal itu secara terang-terangan di muka umum, akan tetapi hendaknya dia
memegang tangannya seraya menyendiri bersamanya lalu menasehatinya secara
sembunyi.
Apabila dia menerima nasehatnya maka itulah yang diharapkan, dan apabila dia tidak mau maka sesungguhnya dia telah menunaikan kewajiban dirinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad sahih, lihat al-Ma’lum Min Wajib al-’Alaqah baina al-Hakim wa al-Mahkum [hal.23])
Apabila dia menerima nasehatnya maka itulah yang diharapkan, dan apabila dia tidak mau maka sesungguhnya dia telah menunaikan kewajiban dirinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad sahih, lihat al-Ma’lum Min Wajib al-’Alaqah baina al-Hakim wa al-Mahkum [hal.23])
Dari Abdullah
bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Wajib atas setiap individu muslim untuk selalu
mendengar dan patuh kepada penguasa dalam apa yang dia sukai ataupun yang tidak
disukainya, kecuali apabila dia diperintahkan untuk melakukan maksiat. Apabila
dia diperintahkan untuk melakukan maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak
boleh patuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Tamim bin
Aus ad-Dari radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Agama ini adalah nasehat.” Beliau mengucapkannya
tiga kali. Maka kami bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Untuk mengikhlaskan ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla, beriman
kepada Kitab-Nya, taat kepada Rasul-Nya, memberikan nasehat kepada para
pemimpin kaum muslimin serta nasehat bagi orang-orang biasa (rakyat) diantara
mereka.” (HR. Muslim)
Imam Ibnu ash-Sholah rahimahullah berkata, “Nasehat bagi
para pemimpin kaum muslimin adalah dengan membantu mereka dalam kebenaran,
mentaati mereka di dalamnya, mengingatkan mereka terhadap kebenaran, memberikan
peringatan kepada mereka dengan lembut, menjauhi pemberontakan kepada mereka,
mendoakan taufik bagi mereka, dan mendorong orang lain (masyarakat) untuk juga
bersikap demikian.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam [hal.103])
Imam an-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Nasehat bagi
para pemimpin kaum muslimin adalah dengan membantu mereka dalam kebenaran,
mentaati mereka di dalamnya, memerintahkan mereka untuk menjalankan kebenaran,
memberikan peringatan dan nasehat kepada mereka dengan lemah lembut dan halus,
memberitahukan kepada mereka hal-hal yang mereka lalaikan, menyampaikan kepada
mereka hak-hak kaum muslimin yang belum tersampaikan kepada mereka, tidak
memberontak kepada mereka, dan menyatukan hati umat manusia (rakyat) supaya
tetap mematuhi mereka.” (lihat Syarh Muslim lil Imam an-Nawawi [2/117],
lihat juga penjelasan serupa oleh Imam Ibnu Daqiq al-’Ied rahimahullah
dalam Syarh al-Arba’in [hal.33-34])
Sahabat Ibnu
Abbas radhiyallahu’anhuma pernah ditanya bagaimana cara beramar ma’ruf
dan nahi mungkar kepada penguasa, maka beliau menjawab, “Apabila kamu memang
mampu melakukannya, cukuplah antara kamu dengan dia saja.” (lihat Jami’
al-’Ulum wa al-Hikam [hal.105])
Dari Abu Wa’il
Syaqiq bin Salamah, dia berkata: ‘Ada orang yang bertanya kepada Usamah radhiyallahu’anhu,
“Mengapa kamu tidak bertemu dengan ‘Utsman untuk berbicara (memberikan
nasehat) kepadanya?” Maka beliau menjawab, “Apakah menurut kalian aku
tidak berbicara kepadanya kecuali harus aku perdengarkan kepada kalian? Demi
Allah! Sungguh aku telah berbicara empat mata antara aku dan dia saja. Karena
aku tidak ingin menjadi orang pertama yang membuka pintu timbulnya masalah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Demonstrasi Ditolak oleh Akal Sehat
Cobalah anda
bayangkan !
Jika suatu
ketika ayah anda sendiri yang telah merawat anda sejak kecil dan membiayai
segala keperluan anda sampai bisa menikmati bangku kuliah, bahkan dia tidak
bisa tidur nyenyak karena memikirkan anak dan istrinya, ternyata suatu ketika
ayah anda itu melakukan sebuah kekeliruan (kalau memang itu sebuah kekeliruan)
yang menyangkut kepentingan keluarga; anak dan istrinya, maka apakah layak
seorang anak seperti anda yang kuliahnya mungkin juga tidak beres kemudian
berkoar-koar di depan rumah atau di jalan-jalan dengan membawa megaphone dan
spanduk keprihatinan mengobral aib keluarga agar publik tahu dan media massa
pun meliputnya?!
Seolah-olah dia
berkata, “Biarlah seluruh dunia tahu apa yang terjadi pada keluarga kita!”.
Laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Adakah akal
sehat manusia membolehkan perbuatan semacam ini?! Kalau terhadap seorang kepala
rumah tangga saja perbuatan semacam ini tidak layak dan tidak sopan, maka
bagaimanakah lagi jika yang dijelek-jelekkan di muka umum ini adalah kepala
sebuah negara?! Sadarlah, wahai para pemuda…!!
Sebagian orang
mungkin akan mengira bahwa tulisan ini adalah sebuah jilatan untuk penguasa.
Oh, sama sekali tidak!
Marilah
bersama-sama kita lihat bagaimana potret dan konsep gerakan massa dan
demonstrasi yang sesungguhnya yang dibuat oleh kaum kuffar! Agar anda tidak
tertipu dan kecewa setelah semuanya terlambat.
Dalam bukunya Gerakan
Massa, Eric Hoffer berbicara tentang potret para pemimpin gerakan massa, “Bualan
besar sampai tingkatan tertentu mutlak diperlukan untuk kepemimpinan yang
efektif. Gerakan massa tidak mungkin ada tanpa putar balik kenyataan.” (lihat
Gerakan Massa [hal.115]).
Padahal,
pemutarbalikan kenyataan tentu saja sebuah tindakan yang tidak bisa dibenarkan!
Mengenai dampak
gerakan massa dan cara untuk menghentikannya pun telah dijelaskan olehnya. Dia
berkata, “Pikiran bahwa gerakan massa tidak dapat dihentikan dengan
kekerasan adalah tidak benar. Kekerasan dapat menghentikan dan melumatkan
gerakan massa sekuat apa pun. Tetapi untuk ini, kekerasan itu harus dijalankan
tanpa ampun dan tanpa henti.” (lihat Gerakan Massa [hal.109]).
Kekacauan dan
bahkan pertumpahan darah adalah sesuatu yang dianggap wajar dalam sebuah
gerakan massa. Eric Hoffer mengatakan, “Keadaan kacau balau, pertumpahan
darah, dan kehancuran yang berserakan di jalan-jalan yang dilalui gerakan massa
yang sedang menanjak, menimbulkan kesan pada kita bahwa para pengkut gerakan
massa tersebut memang kasar dan tidak mengenal tata tertib hukum.” (lihat Gerakan
Massa [hal.116]).
Inilah yang
telah terjadi dimana-mana; pertumpahan darah akibat demonstrasi adalah
kejahatan dalam sejarah umat manusia yang harus dipertanggungjawabkan oleh para
provokator dan penggerak demonstrasi berdarah.
Dia juga
mengatakan, “Barangkali lebih baik bagi suatu negara, bila pemerintahannya
mulai menunjukkan tanda-tanda tidak mampu lagi menjalankan tugasnya, agar
ditumbangkan saja oleh gerakan rakyat raksasa -meski upaya menumbangkan ini
meminta korban jiwa dan harta yang besar sekalipun- daripada dibiarkan jatuh
dan roboh dengan sendirinya.” (lihat Gerakan Massa [hal.164])
Inilah kiranya mungkin apa yang bisa kami sampaikan di sini.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi segenap kaum muslimin di negeri ini. Kalaulah
kami dituduh sebagai penjilat penguasa, maka para ulama semacam Ibnu Hajar,
Ibnu ash-Sholah, an-Nawawi, Ibnu Daqiq al-’Ied, Ibnu Abbas dan Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhum
pun tak akan lepas dari tuduhan mereka! Allahul musta’aan. Kepada Allah
semata, kami memohon pertolongan.
(Abu Mushlih Ari Wahyudi http://muslim.or.id/ manhaj/ kebiadaban-demonstrasi.html)
0 komentar:
Posting Komentar