إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Siapakah sosok Abu
Muhammad al-Maqdisy yang salah satu bukunya baru-baru ini diterjemahkan dan
diterbitkan dengan judul ”Salafi Pengkhianat Salafus Shalih“.
Artikel dibawah ini
bisa menjadi sedikit jawaban dari siapa sosok Abu Muhammad al-Maqdisy.
Oleh: Abu Ahmad as-Salafi
Muqaddimah
Daulah Su’udiyyah atau
negeri Saudi Arabia adalah salah satu daulah di jazirah Arabiyyah yang dikenal
sebagai pembela dakwah Salafiyyah yang gigih sejak berdirinya hingga saat ini. Usaha
yang agung dari dauluah Su’udiyyah di dalam mendakwahkan Islam yang haq
menyejukkan mata dan membesarkan hati setiap muslim yang cinta kepada Islam
yang haq, tetapi sebaliknya membuat geram dan panas orang-orang yang hatinya
diselubungi oleh kebatilan dan kebid’ahan!
Di antara orang-orang
yang sangat dengki kepada perjuangan daulah Su’udiyyah adalah seseorang yang
menyebut dirinya Abu Muhammad al-Maqdisi di dalam bukunya yang berjudul Kawasyif
Jaliyyah fi Kufri Daulah Su’udiyyah –Edisi Indonesia: Saudi di Mata
Seorang al-Qaidah.
Dengan izin Allah telah
sampai kepada kami kitab bantahan terhadap kitab Kawasyif di atas yang berjudul
Tabdid Kawasyifil Anid fi Takfirihi Lidaulati Tauhid oleh Syaikh Abdul
Azis Rays ar-Rays dengan kata pengantar Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Abdul
Muhsin al-Ubaikan dan Syaikh Abdullah al-Ubailan.
Untuk menunaikan
kewajiban kami dalam nasehat kepada kaum muslimin dan membela dakwah yang haq
maka dengan permohonan pertolongan kepada Allah akan kami paparkan
kesalahan-kesalahan kitab Kawasyif Jaliyyah di atas dengan mengacu
kepada kitab Tabdid Kawasyif dengan harapan bisa memberikan rambu-rambu
syar’i terhadap para pembaca kitab ini secara khusus dan kaum muslimin secara
umum.
Penulis dan Penerbit
Buku ini ditulis oleh
Abu Muhammad al-Maqdisi, nama lengkapnya adalah Isham[1] bin Muhammad bin
Thohir al-Burqowi. Lahir pada tahun 1378 H / 1959 M di desa Burqoh daerah
Nablus, Palestina. Dia tumbuh di Kuwait, dia berguru pada awalnya kepada
Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin[2] tokoh utama kelompok Sururiyyah[3]
hingga dia dikeluarkan dari kelompok Muhammad Surur karena fatwanya yang menyelisihi
kelompok tersebut.
Kemudian dia berguru
kepada para pemuda sisa-sisa kelompok Juhaiman yang tinggal di Kuwait, dan
mengarang beberapa kitab seperti Kawasyif Jaliyah, Millata Ibrahim,
Murji’atu Ashr, dan yang lainnya. Kemudian dia dikeluarkan dari kelompok
tersebut karena ketergesaannya dalam takfir, maka dia menyerang balik kelompok
tersebut dengan menulis sebuah risalah kecil yang mensifati mereka sebagai “Thaghut-Thaghut
Kecil’. Sesudah itu dia bergabung dengan beberapa perorangan yang ghuluw
dalam takfir yang mereka tidak sholat di masjid-masjid kaum muslimin dan sholat
Jum’at di padang pasir. (Lihat Tabdid Kawasyif [hal.24-45]).
Buku ini diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Abu Sulaiman dan diterbitkan oleh Penerbit
Jazera Solo, cetakan pertama September 2005.
Melecehkan dan Mengkafirkan Para Ulama
Buku Kawasyif
Jaliyah ini penuh dengan pelecehan dan takfir terhadap para ulama Sunnah,
penulis berkata dalam hal.303 dari bukunya ini:
”Perhatikanlah bagaimana para syaikh ada di setiap tempat. Inilah Syaikh
Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, pegawai negara, dan mereka yang membela-bela
dan melindungi negara ini. Kemudin apa yang kalian inginkan, sesungguhnya itu
adalah Islam dan tauhid(!) Mereka telah menyesatkan umat ini, mereka telah
mentalbis di hadapan mereka agamanya dan mereka memfitnahnya atas nama ilmu,
tauhid dan Islam”.
Di dalam hal.312 dari
bukunya ini dia mengatakan bahwa para ulama seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh
Utsaimin sesat dan menyesatkan.
Tidak hanya berhenti di
situ, bahkan dia kafirkan para ulama Sunnah dan dia katakan mereka telah keluar
dari Islam secara keseluruhan di dalam kitabnya yang berjudul Zalla Himarul
Ilmi Fi Thin sebagaimana dalam situs sesatnya Minbaru Tauhid wal Jihad.
Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays
berkata: ”Jika ini sikapnya terhadap para ulama sunnah di zamannya maka dia
adalah mubtadi yang sesat tidak ada kemuliaan sama sekali baginya” (Tabdid
Kawasyif [hal.14]).
Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuni
berkata: ”Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya
permusuhan mereka kepada pembawa Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam
mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah”. (Aqidah Salaf Ashabul
Hadits [hal.14]).
Membela Ahlul Bid’ah
Penulis membela
mati-matian kelompok Juhaiman yang mengadakan pemberontakan di Masjidil Haram
tahun 1400 H [4], dia berkata dalam hal.265: ”Tidak diragukan lagi bahwa
bukanlah tergolong bughat. Baik secara bahasa atau syar’i atau istilah, mereka
tidak termasuk bughat”
Penulis juga membela
Abdurrohim ath-Thohan dan Aidh al-Qorni di dalam footnote hal.291 dari bukunya.
Kedustaan-Kedustaannya
1.
Di dalam hal.116 dan 158, al-Maqdisi menuduh
Raja Abdul Aziz sebagai boneka dan antek Inggris, hal ini adalah kedustaan yang
nyata, karena ini adalah klaim tanpa bukti dan dalil yang didustakan juga oleh
kitab-kitab tarikh (sejarah).
2.
Al-Maqdisi berkata
dalam footnote hal.161 dari bukunya ini: “Buku-buku pelajaran SD. Sebagian
kurikulum telah selesai disatukan dan mereka sekarang sedang bersungguh-sungguh
untuk menyelesaikan sisanya dengan bertahap sejalan dengan siasat kamuflasenya.
Dan orang yang mau merujuk kepada kurikulum-kurikulum yang telah disatukan
pasti dia mendapatkan sekulerisme dan zionisme tampak di segala sisinya”
Syaikh Abdul Azis Rays
ar-Rays berkata: ”Aku telah mempelajari kebanyakan mata pelajaran syar’i di
seluruh jenjang pendidikan SD, SMP dan SMU tatkala aku menjadi pelajar, di
dalamnya terdapat pelajaran Al-Qur’an secara hafalan dan tilawah, pelajaran
Tauhid sejak awal tahun pelajaran hingga kelas 3 SMU dengan spesialisasinya,
tidaklah keluar murid melainkan telah mengenal tiga macam tauhid dan hal-hal
yang menyelisihinya, demikian juga terdapat pelajaran fiqih dan hadits, di
dalamnya juga terdapat peringatan dari pemikiran-pemikiran yang merusak seperti
sekulerisme dan zionisme. Aku memohon kepada Allah agar melanggengkan nikmat
ini dan menambahnya dan agar membalas pemerintah kami dan para ulama kami
dengan kebaikan” (Tabdid Kawasyif [hal.191-192]).
Syubhat Takfir al-Maqdisi dan Jawabannya
1.
Al-Maqdisi mengkafirkan
Saudi Arabia karena bergabung dengan PBB sebagaimana dia paparkan secara
panjang lebar di dalam hal.85-115.
Jawaban :
Pertama: Saudi Arabia menyetujui atuaran-aturan PBB yang sesuai dengan
syari’at Islam dan menolak aturan-aturan PBB yang tidak sesuai dengan syari’at
Islam. Saudi Arabia menolak persamaan gender laki-laki dan wanita, menolak
point ke-16 dari piagam HAM tentang bolehnya perkawinan antar agama, menolak
point ke-10 piagam HAM yang memberikan kebebasan berpindah agama. (Lihat Hasyiyah
Kitabatil Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah wal Munadhdhamat Duwaliyyah [hal.181],
Mauqiful Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah Minal Qadhaya Aalamiyyah Fi Haiatil
Umam Muttahidah [hal.98] dan Tabdid Kawasyif [hal.95-96]).
Kedua: Saudi bergabung dengan PBB untuk suatu kemaslahatan yaitu menjaga
dirinya dari rongrongan orang-orang kafir, sebagaimana Rasulullah mengadakan
perjanjian Hudaibiyyah dengan orang-orang kafir Quraisy untuk kemaslahatan kaum
muslimin.
2.
Al-Maqdisi mengkafirkan
Saudi Arabia karena membuat peraturan-peraturan tentang percetakan, penerbitan,
pengawasan perbankan, kepabeanan, dan yang lainnya sebagaimana dia paparkan di
dalam hal.28-32 dari bukunya ini.
Jawaban :
Semua peraturan-peraturan ini tunduk kepada undang-undang dasar Saudi,
yaitu berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Kalau ada kekeliruan
maka itu adalah kekurangan dan kesalahan pembuatnya dan pelaksananya yang bisa
diperbaiki dan diluruskan.
3.
Al-Maqdisi mengkafirkan
Saudi Arabia karena tuduhan wala (loyal) kepada Amerika, karena Saudi telah
melakukan kerjasama perdagangan dan militer dengan Amerika serta mendatangkan
tentara-tentara Amerika ke Saudi sebagaimana dia paparkan dalam hal.115-138
dari bukunya ini.
Jawaban :
Tentang kerjasama perdagangan dengan orang-orang kafir tidak ada satupun
dalil syar’i yang melarang bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berjual beli dengan orang-orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal
baju besi beliau masih tergadai di tempat orang Yahudi untuk membeli makanan
keluarganya. (Lihat Shahih Bukhari [3/1068]).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
berkata: “Hadits ini menunjukkan bolehnya mu’amalah dengan orang kafir pada
sesuatu yang belum terbukti keharamannya” (Fathul Bari [5/141]).
Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman al-Bassam berkata, “Hadits ini menunjukkan tentang bolehnya
mu’amalah dan jual beli dengan orang-orang kafir, dan bahwasanya hal ini tidak
termasuk muwalah (loyalitas) kepada mereka” (Taudhihul Ahkam [4/75]).
Demikian juga kerjasama
militer dengan orang-orang kafir bukankah bentuk wala’ kepada mereka bahkan
ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat hijrah ke
Madinah bersama Abu Bakar, beliau mengupah seorang kafir dari bani Dil sebagai
penunjuk jalan, dan mengantar keduanya sampai ke Madinah. (Lihat Shahih
Bukhari [2/790]).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga pernah bekerjasama dengan kabilah Khuza’ah yang
musyrik dalam Fathu Makkah. (Lihat Musnad Ahmad [1/179]).
Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah
berkata: ”Sesungguhnya meminta bantuan orang musyrik yang bisa dipercaya
dalam jihad adalah dibolehkan jika diperlukan, karena mata-mata beliau di al-Khuza’i
waktu itu masih kafir” (Zadul Ma’ad [3/301]).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga pernah meminta bantuan Shofwan bin Umayyah pada
waktu perang Hunaian dalam keadaan Shofwan waktu itu masih kafir. (riwayat Imam
Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
di dalam Irwaul Ghalil [5/344], lihat Shaddu Udwanil Mulhidin [hal.49]).
Tentang masuknya
tentara Amerika ke Saudi pada waktu perang Teluk kemarin maka dikatakan oleh
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad hafizhohullah:
“Para ulama Saudi Arabia ketika membolehkan datangnya kekuatan asing ke
Saudi Arabia karena darurat, hal ini seperti kasus seorang muslim yang meminta
pertolongan kepada non muslim untuk membebaskan dirinya dari para perampok yang
hendak masuk ke rumahnya untuk melakukan tindakan kriminal di rumahnya dan pada
keluarganya, apakah kita katakan kepada orang yang terancam dengan para
perampok ini: ‘Kamu tidak boleh meminta pertolongan kepada orang-orang kafir
untuk menyelamatkan diri dari perampokan?!” (Lihat Madariku
Nazhar fi Siyasah [hal.12]).
Sebagai tambahan
keterangan bahwa pasukan Amerika yang datang ke Saudi pada waktu perang Teluk
tahun 1411 H telah keluar dari Saudi pada tahun 1424 H yaitu setelah jatuhnya
rezim Saddam Husein di Iraq. Hal ini menunjukkan bahwa maksud pemerintah Saudi
dalam mendatangkan pasukan Amerika ini adalah untuk suatu keperluan dan jika
sudah tidak diperlukan maka ditarik lagi ke Amerika.
4.
Al-Maqdisi mengkafirkan
Saudi karena Saudi mengizinkan bank-bank ribawi beroperasi di Saudi dan
melindungi bank-bank yang melakukan praktek-praktek riba tersebut sebagaimana
dia paparkan di dalam hal.213-222 dari bukunya ini.
Jawaban :
Tidak diragukan lagi bahwa riba dalah haram dan termasuk dosa besar, Allah
Azza wa Jalla berfirman,
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَن جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengammbil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah : 275).
Akan tetapi sekedar
melakukan riba tidaklah menjadikan pelakunya kafir keluar dari Islam dengan
kesepakatan ulama ahli Sunnah, tidak seperti pendapat al-Maqdisi yang mengatakan
bahwa memberi izin praktek ribawi adalah kekafiran terhadap Allah.
Demikian juga
keberadaan riba di suatu negeri tidaklah menjadikan dalih tentang bolehnya
memberontak kepada pemimpin, telah datang suatu pertanyaan kepada Syaikh Abdul
Aziz bin Baz yang berbunyi: “Apakah adanya sebagian kemaksiatan dari dosa
besar di negeri ini seperti bank-bank ribawi menjadikan bolehnya memberontak
kepada pemimpin dan melepas ketaatan dari mereka?”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Adanya kemaksiatan-kemaksiatan
tidaklah membolehkan pemberontakan, adanya kemaksiatan dari rakyat dan
pemerintah tidaklah membolehkan pemberontakan kepada waliyatul amr, akan tetapi
wajib memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Wajib
atas waliyyul amr agar berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menghilangkan
kemungkaran, hendaknya bertakwa kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam
menghilangkan kemungkaran dengan cara-cara yang syar’i, dan wajib atas para
ulama agar memberikan nasehat, dan wajib atas setiap warga negara agar bertakwa
kepada Allah, istiqomah, menjauhi kemungkaran, dan saling berwasiat dalam
meninggalkan kemungkaran, dan wasiat adalah dengan memerintahkan kepada yang
ma’ruf sebagaimana firman Allah Jalla Jalaa Luh,
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ
إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang mungkar” (QS. At-Taubah : 71)
Adapun mencabut
ketaatan atau memberontak kepada waliyyul amr dengan sebab-sebab kemaksiatan,
riba dan yang lainnya, maka ini termasuk agama Khowarij dari perbuatan
orang-orang Khowarij” (Dari kaset Ahdaf Hamalat I’lamiyyah dengan
perantara Tabdid Kawasyif [hal.159]).
5.
Al-Maqdisi mengkafirkan
Saudi karena -katanya- Saudi memerangi dan memenjarakan para pemuda yang pulang
dari jihad di Afghanistan dengan sebab mereka mengatakan “Rabb kamu adalah
Allah”, dan karena mereka berjihad sebagaimana dia paparkan dalam halaman
282 dari bukunya.
Jawaban :
Sesungguhnya mayoritas para pemuda Saudi yang pergi berjihad ke Afghanistan
dan pulang ke Saudi tidaklah di penjara dan tidak diapa-apakan.
Syaikh Shalih al-Fauzan
berkata, “Sesungguhnya yang dipenjara adalah yang berusaha merusak dan
melakukan peledakan, atau mendoktrin para pemuda dengan pemikiran-pemikiran
yang menyeleweng” (Ta’liq Tabdid Kawsyif [hal.160]).
Demikian juga para
ulama Sunnah seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh al-Utsaimin selalu menyeru dan
menghasung jihad di Afghanistan pada periode pertama (ketika masih bersih dari
hizbiyyah), seandainya benar pemerintah Saudi memenjarakan para pemuda dengan
sebab mereka berjihad tentu yang paling pertama masuk penjara adalah Syaikh Bin
Baz, Syaikh Utsaimin, dan murid-murid keduanya.
Pemerintah Saudi begitu
gigih mendukung jihad Afghanistan periode pertama sebagaimana dinyatakan oleh
Amir Sulthan bin Abdul Aziz di hadapan para duta negara anggota PBB tanggal
17/1/1406H sebagaimana dalam Majalah Al-Faishol edisi 106 Robi’ul Akhir 1406H
hal. 20 (Dengan perantara Tabdid Kawasyif [hal.161-162]).
Kontradiksi
Al-Maqdisi mengkafirkan
pemerintah Saudi karena bergabung dengan PBB (lihat hal.85-115 dari bukunya
ini) tetapi dia tidak mengkafirkan pemerintah Thaliban yang ingin bergabung
dengan PBB, dia berkata di dalam tulisannya yang berjudul Hijrah Li
Afghanistan dalam situsnya di internet. (Lihat Tabdid Kawasyif [hal.91]).
Penutup
Inilah sedikit yang
bisa kami paparkan dari kesalahan-kesalahan kitab Kawasyif Jaliyyah oleh
al-Maqdisi, untuk mengetahui studi kritis yang lebih detail tentang kitab ini
bisa merujuk kepada kitab Tabdid Kawasyifil Anid fi Takfirihi Lidaulati
Tauhid oleh Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays setebal 269 halaman. Semoga
Allah selalu menjadikan kita sebagai orang yang mendengarkan nasehat dan
mengambil yang baik darinya. Aamiin
(Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 1, Tahun ke-7 1428/2008. Diterbitkan
Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami. Alamat: Ma’had Al-Furqon, Srowo
Sidayu Gresik Jatim).
Catatan Kaki
[1]. Dalam edisi terjemah tertulis Ashim ini adalah kekeliruan penerjemah
[2]. Syaikh Shalih al-Fauzan berkata: “Orang ini -Muhammad Surur- hendak
menyesatkan para pemuda Islam dengan perkataannya ini, memalingkan mereka dari
kitab-kitab aqidah yang shahihah dan dari kitab-kitab salaf, dan dia arahkan
para pemuda Islam kepada pemikiran-pemikiran baru, dan kitab-kitab baru yang
mengandung syubhat-syubhat” (Ajwibah Mufidah ‘an As’ilatil Manahijil
Jadidag [hal.55-56]).
[3]. Lihat Fitnah Sururiyah di majalah Al-Furqon edisi tahun 4
rubrik manhaj
[4]. Pemberontak kelompok Juhaiman ini mengakibatkan korban yang banyak
sekali dari jama’ah haji
0 komentar:
Posting Komentar