Pages

Senin, 22 April 2013

Siapakah Sosok Abu Muhammad al Maqsdisi ?



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار


Siapakah sosok Abu Muhammad al-Maqdisy yang salah satu bukunya baru-baru ini diterjemahkan dan diterbitkan dengan judul ”Salafi Pengkhianat Salafus Shalih“.
 
Artikel dibawah ini bisa menjadi sedikit jawaban dari siapa sosok Abu Muhammad al-Maqdisy.


Oleh: Abu Ahmad as-Salafi

Muqaddimah

Daulah Su’udiyyah atau negeri Saudi Arabia adalah salah satu daulah di jazirah Arabiyyah yang dikenal sebagai pembela dakwah Salafiyyah yang gigih sejak berdirinya hingga saat ini. Usaha yang agung dari dauluah Su’udiyyah di dalam mendakwahkan Islam yang haq menyejukkan mata dan membesarkan hati setiap muslim yang cinta kepada Islam yang haq, tetapi sebaliknya membuat geram dan panas orang-orang yang hatinya diselubungi oleh kebatilan dan kebid’ahan!

Di antara orang-orang yang sangat dengki kepada perjuangan daulah Su’udiyyah adalah seseorang yang menyebut dirinya Abu Muhammad al-Maqdisi di dalam bukunya yang berjudul Kawasyif Jaliyyah fi Kufri Daulah Su’udiyyah –Edisi Indonesia: Saudi di Mata Seorang al-Qaidah.

Dengan izin Allah telah sampai kepada kami kitab bantahan terhadap kitab Kawasyif di atas yang berjudul Tabdid Kawasyifil Anid fi Takfirihi Lidaulati Tauhid oleh Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays dengan kata pengantar Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Abdul Muhsin al-Ubaikan dan Syaikh Abdullah al-Ubailan.

Untuk menunaikan kewajiban kami dalam nasehat kepada kaum muslimin dan membela dakwah yang haq maka dengan permohonan pertolongan kepada Allah akan kami paparkan kesalahan-kesalahan kitab Kawasyif Jaliyyah di atas dengan mengacu kepada kitab Tabdid Kawasyif dengan harapan bisa memberikan rambu-rambu syar’i terhadap para pembaca kitab ini secara khusus dan kaum muslimin secara umum.


Penulis dan Penerbit

Buku ini ditulis oleh Abu Muhammad al-Maqdisi, nama lengkapnya adalah Isham[1] bin Muhammad bin Thohir al-Burqowi. Lahir pada tahun 1378 H / 1959 M di desa Burqoh daerah Nablus, Palestina. Dia tumbuh di Kuwait, dia berguru pada awalnya kepada Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin[2] tokoh utama kelompok Sururiyyah[3] hingga dia dikeluarkan dari kelompok Muhammad Surur karena fatwanya yang menyelisihi kelompok tersebut.

Kemudian dia berguru kepada para pemuda sisa-sisa kelompok Juhaiman yang tinggal di Kuwait, dan mengarang beberapa kitab seperti Kawasyif Jaliyah, Millata Ibrahim, Murji’atu Ashr, dan yang lainnya. Kemudian dia dikeluarkan dari kelompok tersebut karena ketergesaannya dalam takfir, maka dia menyerang balik kelompok tersebut dengan menulis sebuah risalah kecil yang mensifati mereka sebagai “Thaghut-Thaghut Kecil’. Sesudah itu dia bergabung dengan beberapa perorangan yang ghuluw dalam takfir yang mereka tidak sholat di masjid-masjid kaum muslimin dan sholat Jum’at di padang pasir. (Lihat Tabdid Kawasyif [hal.24-45]).

Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Abu Sulaiman dan diterbitkan oleh Penerbit Jazera Solo, cetakan pertama September 2005.


Melecehkan dan Mengkafirkan Para Ulama

Buku Kawasyif Jaliyah ini penuh dengan pelecehan dan takfir terhadap para ulama Sunnah, penulis berkata dalam hal.303 dari bukunya ini:
”Perhatikanlah bagaimana para syaikh ada di setiap tempat. Inilah Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, pegawai negara, dan mereka yang membela-bela dan melindungi negara ini. Kemudin apa yang kalian inginkan, sesungguhnya itu adalah Islam dan tauhid(!) Mereka telah menyesatkan umat ini, mereka telah mentalbis di hadapan mereka agamanya dan mereka memfitnahnya atas nama ilmu, tauhid dan Islam”.

Di dalam hal.312 dari bukunya ini dia mengatakan bahwa para ulama seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin sesat dan menyesatkan.

Tidak hanya berhenti di situ, bahkan dia kafirkan para ulama Sunnah dan dia katakan mereka telah keluar dari Islam secara keseluruhan di dalam kitabnya yang berjudul Zalla Himarul Ilmi Fi Thin sebagaimana dalam situs sesatnya Minbaru Tauhid wal Jihad.

Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays berkata: ”Jika ini sikapnya terhadap para ulama sunnah di zamannya maka dia adalah mubtadi yang sesat tidak ada kemuliaan sama sekali baginya” (Tabdid Kawasyif [hal.14]).

Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuni berkata: ”Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah”. (Aqidah Salaf Ashabul Hadits [hal.14]).


Membela Ahlul Bid’ah

Penulis membela mati-matian kelompok Juhaiman yang mengadakan pemberontakan di Masjidil Haram tahun 1400 H [4], dia berkata dalam hal.265: ”Tidak diragukan lagi bahwa bukanlah tergolong bughat. Baik secara bahasa atau syar’i atau istilah, mereka tidak termasuk bughat”

Penulis juga membela Abdurrohim ath-Thohan dan Aidh al-Qorni di dalam footnote hal.291 dari bukunya.


Kedustaan-Kedustaannya

1.         Di dalam hal.116 dan 158, al-Maqdisi menuduh Raja Abdul Aziz sebagai boneka dan antek Inggris, hal ini adalah kedustaan yang nyata, karena ini adalah klaim tanpa bukti dan dalil yang didustakan juga oleh kitab-kitab tarikh (sejarah).

2.        Al-Maqdisi berkata dalam footnote hal.161 dari bukunya ini: “Buku-buku pelajaran SD. Sebagian kurikulum telah selesai disatukan dan mereka sekarang sedang bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan sisanya dengan bertahap sejalan dengan siasat kamuflasenya. Dan orang yang mau merujuk kepada kurikulum-kurikulum yang telah disatukan pasti dia mendapatkan sekulerisme dan zionisme tampak di segala sisinya”

Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays berkata: ”Aku telah mempelajari kebanyakan mata pelajaran syar’i di seluruh jenjang pendidikan SD, SMP dan SMU tatkala aku menjadi pelajar, di dalamnya terdapat pelajaran Al-Qur’an secara hafalan dan tilawah, pelajaran Tauhid sejak awal tahun pelajaran hingga kelas 3 SMU dengan spesialisasinya, tidaklah keluar murid melainkan telah mengenal tiga macam tauhid dan hal-hal yang menyelisihinya, demikian juga terdapat pelajaran fiqih dan hadits, di dalamnya juga terdapat peringatan dari pemikiran-pemikiran yang merusak seperti sekulerisme dan zionisme. Aku memohon kepada Allah agar melanggengkan nikmat ini dan menambahnya dan agar membalas pemerintah kami dan para ulama kami dengan kebaikan” (Tabdid Kawasyif [hal.191-192]).


Syubhat Takfir al-Maqdisi dan Jawabannya

1.        Al-Maqdisi mengkafirkan Saudi Arabia karena bergabung dengan PBB sebagaimana dia paparkan secara panjang lebar di dalam hal.85-115.

Jawaban :

Pertama: Saudi Arabia menyetujui atuaran-aturan PBB yang sesuai dengan syari’at Islam dan menolak aturan-aturan PBB yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Saudi Arabia menolak persamaan gender laki-laki dan wanita, menolak point ke-16 dari piagam HAM tentang bolehnya perkawinan antar agama, menolak point ke-10 piagam HAM yang memberikan kebebasan berpindah agama. (Lihat Hasyiyah Kitabatil Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah wal Munadhdhamat Duwaliyyah [hal.181], Mauqiful Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah Minal Qadhaya Aalamiyyah Fi Haiatil Umam Muttahidah [hal.98] dan Tabdid Kawasyif  [hal.95-96]).

Kedua: Saudi bergabung dengan PBB untuk suatu kemaslahatan yaitu menjaga dirinya dari rongrongan orang-orang kafir, sebagaimana Rasulullah mengadakan perjanjian Hudaibiyyah dengan orang-orang kafir Quraisy untuk kemaslahatan kaum muslimin.


2.        Al-Maqdisi mengkafirkan Saudi Arabia karena membuat peraturan-peraturan tentang percetakan, penerbitan, pengawasan perbankan, kepabeanan, dan yang lainnya sebagaimana dia paparkan di dalam hal.28-32 dari bukunya ini.

Jawaban :

Semua peraturan-peraturan ini tunduk kepada undang-undang dasar Saudi, yaitu berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Kalau ada kekeliruan maka itu adalah kekurangan dan kesalahan pembuatnya dan pelaksananya yang bisa diperbaiki dan diluruskan.


3.        Al-Maqdisi mengkafirkan Saudi Arabia karena tuduhan wala (loyal) kepada Amerika, karena Saudi telah melakukan kerjasama perdagangan dan militer dengan Amerika serta mendatangkan tentara-tentara Amerika ke Saudi sebagaimana dia paparkan dalam hal.115-138 dari bukunya ini.

Jawaban :

Tentang kerjasama perdagangan dengan orang-orang kafir tidak ada satupun dalil syar’i yang melarang bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berjual beli dengan orang-orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal baju besi beliau masih tergadai di tempat orang Yahudi untuk membeli makanan keluarganya. (Lihat Shahih Bukhari [3/1068]).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bolehnya mu’amalah dengan orang kafir pada sesuatu yang belum terbukti keharamannya” (Fathul Bari [5/141]).

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam berkata, “Hadits ini menunjukkan tentang bolehnya mu’amalah dan jual beli dengan orang-orang kafir, dan bahwasanya hal ini tidak termasuk muwalah (loyalitas) kepada mereka” (Taudhihul Ahkam [4/75]).

Demikian juga kerjasama militer dengan orang-orang kafir bukankah bentuk wala’ kepada mereka bahkan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar, beliau mengupah seorang kafir dari bani Dil sebagai penunjuk jalan, dan mengantar keduanya sampai ke Madinah. (Lihat Shahih Bukhari [2/790]).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bekerjasama dengan kabilah Khuza’ah yang musyrik dalam Fathu Makkah. (Lihat Musnad Ahmad [1/179]).

Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: ”Sesungguhnya meminta bantuan orang musyrik yang bisa dipercaya dalam jihad adalah dibolehkan jika diperlukan, karena mata-mata beliau di al-Khuza’i waktu itu masih kafir” (Zadul Ma’ad [3/301]).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah meminta bantuan Shofwan bin Umayyah pada waktu perang Hunaian dalam keadaan Shofwan waktu itu masih kafir. (riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Irwaul Ghalil [5/344], lihat Shaddu Udwanil Mulhidin [hal.49]).


Tentang masuknya tentara Amerika ke Saudi pada waktu perang Teluk kemarin maka dikatakan oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad hafizhohullah:
“Para ulama Saudi Arabia ketika membolehkan datangnya kekuatan asing ke Saudi Arabia karena darurat, hal ini seperti kasus seorang muslim yang meminta pertolongan kepada non muslim untuk membebaskan dirinya dari para perampok yang hendak masuk ke rumahnya untuk melakukan tindakan kriminal di rumahnya dan pada keluarganya, apakah kita katakan kepada orang yang terancam dengan para perampok ini: ‘Kamu tidak boleh meminta pertolongan kepada orang-orang kafir untuk menyelamatkan diri dari perampokan?!” (Lihat Madariku Nazhar fi Siyasah [hal.12]).

Sebagai tambahan keterangan bahwa pasukan Amerika yang datang ke Saudi pada waktu perang Teluk tahun 1411 H telah keluar dari Saudi pada tahun 1424 H yaitu setelah jatuhnya rezim Saddam Husein di Iraq. Hal ini menunjukkan bahwa maksud pemerintah Saudi dalam mendatangkan pasukan Amerika ini adalah untuk suatu keperluan dan jika sudah tidak diperlukan maka ditarik lagi ke Amerika.


4.        Al-Maqdisi mengkafirkan Saudi karena Saudi mengizinkan bank-bank ribawi beroperasi di Saudi dan melindungi bank-bank yang melakukan praktek-praktek riba tersebut sebagaimana dia paparkan di dalam hal.213-222 dari bukunya ini.

Jawaban :

Tidak diragukan lagi bahwa riba dalah haram dan termasuk dosa besar, Allah Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengammbil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah : 275).

Akan tetapi sekedar melakukan riba tidaklah menjadikan pelakunya kafir keluar dari Islam dengan kesepakatan ulama ahli Sunnah, tidak seperti pendapat al-Maqdisi yang mengatakan bahwa memberi izin praktek ribawi adalah kekafiran terhadap Allah.

Demikian juga keberadaan riba di suatu negeri tidaklah menjadikan dalih tentang bolehnya memberontak kepada pemimpin, telah datang suatu pertanyaan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang berbunyi: “Apakah adanya sebagian kemaksiatan dari dosa besar di negeri ini seperti bank-bank ribawi menjadikan bolehnya memberontak kepada pemimpin dan melepas ketaatan dari mereka?”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Adanya kemaksiatan-kemaksiatan tidaklah membolehkan pemberontakan, adanya kemaksiatan dari rakyat dan pemerintah tidaklah membolehkan pemberontakan kepada waliyatul amr, akan tetapi wajib memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Wajib atas waliyyul amr agar berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menghilangkan kemungkaran, hendaknya bertakwa kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam menghilangkan kemungkaran dengan cara-cara yang syar’i, dan wajib atas para ulama agar memberikan nasehat, dan wajib atas setiap warga negara agar bertakwa kepada Allah, istiqomah, menjauhi kemungkaran, dan saling berwasiat dalam meninggalkan kemungkaran, dan wasiat adalah dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf sebagaimana firman Allah Jalla Jalaa Luh,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang mungkar” (QS. At-Taubah : 71)

Adapun mencabut ketaatan atau memberontak kepada waliyyul amr dengan sebab-sebab kemaksiatan, riba dan yang lainnya, maka ini termasuk agama Khowarij dari perbuatan orang-orang Khowarij” (Dari kaset Ahdaf Hamalat I’lamiyyah dengan perantara Tabdid Kawasyif  [hal.159]).


5.        Al-Maqdisi mengkafirkan Saudi karena -katanya- Saudi memerangi dan memenjarakan para pemuda yang pulang dari jihad di Afghanistan dengan sebab mereka mengatakan “Rabb kamu adalah Allah”, dan karena mereka berjihad sebagaimana dia paparkan dalam halaman 282 dari bukunya.

Jawaban :

Sesungguhnya mayoritas para pemuda Saudi yang pergi berjihad ke Afghanistan dan pulang ke Saudi tidaklah di penjara dan tidak diapa-apakan.

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Sesungguhnya yang dipenjara adalah yang berusaha merusak dan melakukan peledakan, atau mendoktrin para pemuda dengan pemikiran-pemikiran yang menyeleweng” (Ta’liq Tabdid Kawsyif [hal.160]).

Demikian juga para ulama Sunnah seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh al-Utsaimin selalu menyeru dan menghasung jihad di Afghanistan pada periode pertama (ketika masih bersih dari hizbiyyah), seandainya benar pemerintah Saudi memenjarakan para pemuda dengan sebab mereka berjihad tentu yang paling pertama masuk penjara adalah Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, dan murid-murid keduanya.

Pemerintah Saudi begitu gigih mendukung jihad Afghanistan periode pertama sebagaimana dinyatakan oleh Amir Sulthan bin Abdul Aziz di hadapan para duta negara anggota PBB tanggal 17/1/1406H sebagaimana dalam Majalah Al-Faishol edisi 106 Robi’ul Akhir 1406H hal. 20 (Dengan perantara Tabdid Kawasyif [hal.161-162]).

Kontradiksi

Al-Maqdisi mengkafirkan pemerintah Saudi karena bergabung dengan PBB (lihat hal.85-115 dari bukunya ini) tetapi dia tidak mengkafirkan pemerintah Thaliban yang ingin bergabung dengan PBB, dia berkata di dalam tulisannya yang berjudul Hijrah Li Afghanistan dalam situsnya di internet. (Lihat Tabdid Kawasyif [hal.91]).


Penutup

Inilah sedikit yang bisa kami paparkan dari kesalahan-kesalahan kitab Kawasyif Jaliyyah oleh al-Maqdisi, untuk mengetahui studi kritis yang lebih detail tentang kitab ini bisa merujuk kepada kitab Tabdid Kawasyifil Anid fi Takfirihi Lidaulati Tauhid oleh Syaikh Abdul Azis Rays ar-Rays setebal 269 halaman. Semoga Allah selalu menjadikan kita sebagai orang yang mendengarkan nasehat dan mengambil yang baik darinya. Aamiin

(Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 1, Tahun ke-7 1428/2008. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami. Alamat: Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim).



Catatan Kaki
[1]. Dalam edisi terjemah tertulis Ashim ini adalah kekeliruan penerjemah
[2]. Syaikh Shalih al-Fauzan berkata: “Orang ini -Muhammad Surur- hendak menyesatkan para pemuda Islam dengan perkataannya ini, memalingkan mereka dari kitab-kitab aqidah yang shahihah dan dari kitab-kitab salaf, dan dia arahkan para pemuda Islam kepada pemikiran-pemikiran baru, dan kitab-kitab baru yang mengandung syubhat-syubhat” (Ajwibah Mufidah ‘an As’ilatil Manahijil Jadidag [hal.55-56]).
[3]. Lihat Fitnah Sururiyah di majalah Al-Furqon edisi tahun 4 rubrik manhaj
[4]. Pemberontak kelompok Juhaiman ini mengakibatkan korban yang banyak sekali dari jama’ah haji

0 komentar:

Posting Komentar