إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي
محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
وكل ضلالة فنار
Inilah di antara
perkataan tokoh-tokoh mereka. as-Sulami, al-Hajuwiri, al-Manufi al-Husai,
meriwayatkan bahwa Abu Yazid al-Busthami yang disebut sebagai al-Junaid al-Baghdadi
-seperti yang mereka riwayatkan-:
"Abu Yazid al-Bustami
di kalangan kami adalah seperti Malaikat Jibril di kalangan malaikat". (Kasyfu al-Mahjubi
[hal.313]).
Ia (Abu Yazid
al-Bustami) berkata, "Surga itu tidak pernah terlintas di hati
orang-orang yang mempunyai cinta, karena mereka terhalang daripadanya karena
cinta mereka”.
(Thabaqatu
ash-Shufiyyah karya as-Sulami [hal. 19], Kasyfu Al-Mahjubi karya
al-Hajuwiri [hal.318], Jamharatu al-Auliyai karya al-Manufi al-Husaini
[jilid II, hal.139], an-Nur fi Kalimati Abi Thaifur karya as-Sahlaji [hal.169]).
Dari Ibnu al-Arif meriwayatkan
dari Abu Yazid al-Busthami bahwa ia melecehkan pahala dan tidak peduli dengan
siksa. Abu Yazid al-Busthami bermunajat kepada Allah Ta'ala (dengan berkata),
"Aku tidak
menginginkan-Mu karena pahala, namun aku menginginkan-Mu karena siksa".
(Mahasinu
Al-Majalisu karya Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad ash-Sufi ash-Shanhaji bin
al-Arif. Dan Syarhu Ash-Shufiyyah karya Mahmud Al-Ghurab [hal.180]).
Abu Yazid al-Busthami
berkata, "Barangsiapa kenal Allah, maka surga menjadi pahala dan petaka
baginya." (An-Nuru fi Kalimati Abu Thaifur karya As-Sahlaji
[hal.147]).
Abu Yazid al-Busthami
berkata, "Aku ingin Hari Kiamat terjadi agar aku bisa memasang kemahku
di pintu Jahannam.” Seseorang berkata kepada Abu Yazid Al-Busthami, "Kenapa
begitu wahai Abu Yazid?" Abu Yazid al-Busthami menjawab, "Karena
aku tahu bahwa jika Jahannam melihatku, ia pasti padam.” (An-Nuru fi
Kalimati Abu Thaifur karya As-Sahlaji [hal.147]).
Orang-orang sufi
meriwayatkan dari Ibrahim bin Adham bahwa ia melecehkan kenikmatan surga dengan
do'anya, "Ya Allah, Engkau tahu bahwa surga itu tidak sebanding dengan
sayap nyamuk bagiku." (Jamharatu Al-Auliyai karya Abu al-Faidh
al-Manufi al-Husaini [jilid II, hal.130]).
Orang-orang sufi
meriwayatkan dari asy-Syibli yang dikatakan oleh al-Junaid, "Setiap
kaum mempunyai mahkota dan mahkota kaum ini (sufi) adalah asy-Syibli."
(Nafahatu al-Unsi karya Al-Jami [hal.180])
Di antara penghinaan asy-Syibli
terhadap neraka dan apinya, ia berkata dalam majelis ilmunya, "Sesungguhnya
Allah mempunyai hamba-hamba, jika mereka meludah di atas Jahannam, maka
Jahannam pasti padam." (Al-Luma' karya ath-Thusi [hal.491])
Asy-Syibli berkata, "Jika
terlintas di benakku bahwa neraka dan apinya membakar sehelai rambutku, maka
aku musyrik." (Al-Luma' karya ath-Thusi [hal.490])
Di antara bentuk lain penghinaan
Asy-Syibli terhadap ancaman bagi penghuni neraka (dan penghinaan terhadap ayat
Al-Qur'an), dikisahkan bahwa pada suatu ketika ia mendengar seseorang membaca
ayat:
قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ
"Allah berfirman,
'Tinggallah kalian dengan hina di dalamnya dan janganlah kalian berbicara
dengan Aku." (QS. Al-Mukminin : 108)
Ia berkata, "Ah,
seandainya aku menjadi salah seorang di antara mereka." (Al-Luma'
karya ath-Thusi [hal.490])
An-Nafzi Ar-Randi dan
Abu Thalib Al-Makki meriwayatkan dari Abu Hazim Al-Madani yang berkata:
"Aku malu kepada
Tuhanku jika aku menyembah-Nya karena takut siksa. Kalau begitu, aku seperti
orang jahat yang jika tidak takut, maka ia tidak akan beramal. Aku juga malu
kepada-Nya jika aku menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya, karena jika aku
menyembah-Nya karena mengharap pahala-Nya maka dengan cara seperti itu aku
seperti buruh yang jahat yang jika tidak diberi gaji maka ia tidak mau bekerja,
namun aku menyembah-Nya karena cinta kepada-Nya." (Ghautsu
Al-Mawahibi Al-Aliyyati karya An-Nafzi Ar-Randi [jilid I, hal.242], juga Qutu
Al-Qulubi karya Abu Thalib Al-Makki [jilid II, hal.56]).
Muhammad bin Sa'id
Az-Zanji pernah ditanya, ‘siapa sebenarnya yang dinamakan orang hina itu?’
Ia menjawab, “Yaitu orang yang menyembah Allah karena takut dan
berharap." (Nafahatu Al-Unsi [hal.38])
(Semua perkataan di
atas dikutip dari kitab Dirasat fi At-Tasawuf, Dr. Ihsan Ilahi Dhahir,
Edisi Indonesia Darah Hitam Tasawuf, penerbit Darul Falah, Jakarta)
Maka, perhatikan ini
Wahai Para Sufi, siapakah orang yang dikatakan hina oleh kalian ...
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku adalah orang
yang paling tahu di antara kalian tentang Allah, karena itu aku adalah orang
yang paling takut di antara kalian kepada-Nya." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Di antara tokoh Sufi,
ada yang bernama Ibnu Arabi, nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad ibn Ali
Muhyiddin Al-Hatimi At-Thai Al-Andalusi, dikenal dengan Ibnu Arabi (bukan Ibnul
Arabi yang ahli tafsir).
Ibnu Arabi dianggap
sebagai tokoh tasawuf falsafi, lahir di Murcia Spanyol, 17 ramadhan 560 H/28
Juli 1165 M, dan mati di Damaskus, Rabi’ul Tsani 638 H/Oktober 1240 M. Inti
ajarannya didasarkan atas teori wihdatul wujud (satunya wujud, semua wujud di
alam ini adalah cerminan Allah) yang menghasilkan wihdatul adyan (satunya
agama, tauhid maupun syirik).
Di antara ajaran Ibnu
Arabi adalah:
o
Hamba adalah Tuhan
(tercantum dalam kitab Ibnu Arabi, Fushush Al-Hikam [hal.92-93])
o
Neraka adalah surga itu
sendiri (Fushush Al-Hikam [93-94])
o
Perbuatan hamba adalah
perbuatan Allah itu sendiri (Fushush Al-Hikam [hal.143])
o
Fir’aun adalah mu’min
dan terbebas dari siksa neraka (Fushush Al-Hikam [hal.181])
o
Wanita adalah Tuhan (Fushush
Al-Hikam [hal.216])
o
Fir’aun adalah Tuhan
Musa (Fushush Al-Hikam [hal.209])
o
Semua ini adalah Allah,
tidak ada nabi/rasul atau malaikat. Allah adalah manusia besar (Fushush
Al-Hikam [hal.48])
o
Allah membutuhkan
pertolongan makhluk (Fushush Al-Hikam [hal.58-59])
Oleh karena sebegitu
drastisnya penyimpangan yang ditampilkan Ibnu Arabi, maka 37 ulama telah
mengkafirkannya atau memurtadkannya. Di antara yang mengkafirkan Ibnu Arabi itu
adalah ulama-ulama besar yang dikenal sampai kini :
o
Imam Ibnu Daqieq al-‘Ied
rahimahullah (702 H)
o
Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah
(728 H)
o
Imam Ibnu Qayyim
Al-Jauziah rahimahullah (751 H)
o
Imam al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah
(744 H)
o
Imam al-‘Iraqi rahimahullah
(826 H)
o
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
rahimahullah (852 H)
o
Imam al-Jurjani rahimahullah
(814 H)
o
Imam Izzuddin bin Abdis
Salam rahimahullah (660 H)
o
Imam an-Nawawi rahimahullah
(676 H)
o
Imam adz-Dzahabi rahimahullah
(748 H)
o
Imam al-Bulqini rahimahullah
(805 H)
o
dan lain-lain
(Lihat Tasawuf
Belitan Iblis terbitan Darul Falah, Jakarta, 2001 [hal.72-73])
Allah Ta'ala yang
memerintahkan agar orang-orang yang beriman takut kepada-Nya. Allah Ta'ala
berfirman:
وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
"dan hanya
kepada-Ku-lah kamu harus takut." (QS. Al-Baqarah :
40)
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ
مُشْفِقُونَ
"Allah mengetahui
segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka,
dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan
mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya." (QS. Al-Anbiyaa' : 28)
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ
جَنَّتَانِ
"Dan bagi orang
yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga." (QS. Ar-Rahman : 46)
Allah Ta'ala yang
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, agar berdo'a dengan rasa takut dan
harap. Allah Ta'ala berfirman:
وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ
رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan" (QS. Al-A'raaf : 56)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling mengenal Allah dan paling
takut kepada-Nya, lalu mengapa orang-orang sufi mengatakan tidak takut kepada
Allah?
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku adalah orang
yang paling tahu di antara kalian tentang Allah, karena itu aku adalah orang yang
paling takut di antara kalian kepada-Nya." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Perhatikan itu dan
pikirkan, semoga terbuka hatimu untuk melihat kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar