Pages

Rabu, 14 Agustus 2013

Ijazah Hadits Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani



إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار



Syaikh al-Albani rahimahullah memiliki ijazah hadits dari al-‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbagh rahimahullah yang kepadanya beliau mempelajari ilmu hadits dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadits darinya. Syaikh al-Albani rahimahullah menjelaskan tentang ijazah beliau ini pada kitab Mukhtasar al-‘Uluw (hal.72) dan Tahdzir as-Sajid (hal.63). Syaikh al-Albani memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjatul Baytar rahimahullah (dimana isnad dari Syaikh terhubung ke Imam Ahmad rahimahumullah). Keterangan tersebut ada dalam kitab Hayah al-Albany (biografi Al-Albany) karangan Muhammad asy-Syaibani hafizhohullah. Ijazah ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar ahli dalam hadits dan dapat dipercaya untuk membawakan hadits secara teliti. Ijazah serupa juga dimiliki murid Syaikh al-Albani, yaitu Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhohullah. Jadi, adalah tidak benar jika dikatakan bahwa Syaikh al-Albani hanya belajar dari buku tanpa ada wewenang dan tanpa ijazah.

Dalam pembahasan ini, saya pikir tidak mengapa untuk memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan dan pekerjaan Syaikh al-Albani rahimahullah agar kita lebih yakin perihal kedudukan beliau dalam bidang ilmu hadits, semisal penghormatan dari ulama-ulama lain yang ditujukan kepada beliau. Mungkin satu atau dua penjelasan pendek belumlah mencukupi, meski begitu, saya berharap informasi ini cukup menarik dan dapat memberi semangat kepada para pembaca.

Syaikh al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 M di Asykodera, ibukota pertama Albania. Guru beliau yang pertama adalah ayahnya, al-Hajj Nuh an-Najjati, yang telah menyelesaikan belajar Syari’ah di Istanbul dan kembali ke Albania sebagai seorang ulama Hanafiyah. Di bawah bimbingan ayahnya, Syaikh al-Albani belajar al-Qur’an, tajwid, bahasa Arab dan juga fiqh Hanafiyah. Beliau rahimahullah belajar fiqh hanafiyah lebih lanjut dan bahasa Arab dari Syaikh Sa’id al-Burhan.

Beliau mengikuti pelajaran dari Imam Abdul Fattah dan Syaikh Taufiq Al-Barzah rahimahumullah. Syaikh al-Albani bertemu dengan ulama hadits zaman ini, yaitu Syaikh Ahmad Syakir, dan beliau ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits.

Beliau rahimahullah juga bertemu dengan ulama hadits India, Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya an-Nasa’i, seperti halnya karya al-Mizzi yang monumental, Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan beliau bahwa Syaikh al-Albani adalah ulama hadits terbesar saat ini.

Sebagai pengakuan terhadap keilmuannya mengenai hadits, pada tahun 1955, Syaikh al-Albani ditugaskan di Fakultas Syariah Universitas Damaskus untuk menganalisa dan meneliti secara terperinci mengenai hadits-hadits jual beli dan yang berhubungan dengan transaksi bisnis lain. Syaikh Al-Albani memulai pekerjaannya secara resmi pada bidang hadits dengan men-transkrip karya monumental al-Hafidz al-Iraqi, yaitu al-Mughni‘an Hamlil-Ashfar -sebuah studi tentang beragam hadits- dan riwayat-riwayat pada karya terkenal al-Ghazali yaitu Ihya’ Ulumudin. Pekerjaan ini sendiri mencakup lebih dari 5000 hadits.

Syaikh selalu mengunjungi perpustakaan Dhahiriyyah di Damaskus, sehingga kemudian beliau diberi kunci perpustakaan, karena beliau sering berada di sana dan belajar dalam waktu yang lama. Suatu hari, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh al-Albani. Kejadian ini menjadikan beliau mencurahkan seluruh perhatiannya untuk membuat katalog seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Karenanya, beliau mendapatkan banyak ilmu dari 1000 manuskrip hadits, sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih kepada Syaikh Nashiruddin al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.

Syaikh al-Albani rahimahullah kadang-kadang terlihat keadaannya yang amat miskin selama hidupnya. Beliau mengatakan sering mengambil sobekan-sobekan kertas dari jalan -biasanya berupa kartu undangan pernikahan-, yang kemudian digunakan untuk menulis haditsnya. Seringkali, dia membeli potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan dan membawanya ke rumah untuk dipakai. 

Beliau senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, terutama yang berasal dari India dan Pakistan, mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami rahimahullah dari Maroko dan ‘UbaiduLlah Rahman rahimahullah, pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih.

Keahliannya dalam bidang hadits diakui oleh banyak ulama yang berkompeten, baik masa lalu maupun sekarang, diantaranya Dr. Amin al-Mishri (Kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh al-Albani), Dr. Syubhi ash-Shalah  (mantan Kepala bidang Ilmu Hadits di Universitas Damaskus), Dr. Ahmad Al-Asal (Kepala Studi Islam di Universitas Riyadh), al-‘Allamah Badi’uddien Syah as-Sindi (seorang ulama hadits dari Pakistan), Syaikh Muhammad Thayyib Awkij (mantan Kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki), belum lagi pengakuan dari Syaikh Ibn Baaz, Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya.

Setelah sejumlah hasil karyanya dicetak, selama tiga tahun Syaikh terpilih untuk mengajar hadits di Universitas Islam Madinah, sejak tahun 1381 H sampai 1383 H. Dimana beliau juga bertugas sebagai anggota dewan pengurus universitas. Setelah itu beliau kembali ke tempat studi pertamanya dan mengkhidmatkan dirinya pada perpustakaan adh-Dhahiriyyah). Kecintaan beliau pada Universitas Islam Madinah dibuktikan dengan mewariskan seluruh koleksi perpustakaan pribadinya ke Universitas.

Beliau mengajar dua kali sepekan di Damaskus, yang dihadiri oleh banyak mahasiswa dan dosen universitas. Di sini, Syaikh menyelesaikan pengajarannya pada karya klasik dan modern, yaitu:
Fath al-Majid, karya Syaikh Abdur Rahman bin Hushain Alu Syaikh
Raudhah an-Nadiyyah, karya Syaikh Siddiq Hasan Khan
Minhaj al-Islamiyah, karya Syaikh Muhammad As’ad
Ushul al-Fiqh, karya Imam al-Khallal
Mustholah at-Tarikh, karya Syaikh Asad Rustum
Al-Halal wa al-Haram, karya Syaikh Yusuf Qardhawi
Fiqh as-Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq
Ba’its al-Hadits, karya Syaikh Ahmad Syakir
At-Taghib wa at-Tarhib, karya al-Hafidz al-Mundziri
Riyadh ash-Shalihin, karya Imam an-Nawawi
Al-Imam fi Ahadits al-Ahkam, karya Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied

Setelah menganalisa hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits India yaitu Muhammad Musthofa A’dhami (Kepala Ilmu Hadits di Makkah) memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisanya dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid, lengkap dengan ta’liq (catatan, -red) dari keduanya. Ini adalah tazkiyah dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.
Pada edisi dari himpunan hadits terkenal yaitu Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islami meminta Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”.
Hasil karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang hadits dan ilmu perangkatnya (seperti ilmu Mustholah Hadits, Jarh wa Ta’dil, Rijalul Hadits, edit.) berjumlah sekitar 112 buku. Tujuh belas diantaranya sebanyak 45 jilid. Beliau meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh karangan.
Telah terekam suatu kejadian (dan kejadian ini terdapat pada dua kaset), bahwa seorang laki-laki telah mengunjungi Syaikh al-Albani di rumahnya di Yordania dan menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Nabi! Bagaimana reaksi kita ketika berada pada situasi ini? Syaikh al-Albani meminta lelaki itu duduk dan mendiskusikan pernyataannya tersebut dalam waktu yang lama (seperti yang saya katakan, ada pada dua kaset) sehingga pada akhirnya, si tamu tersebut bertaubat dari klaimnya itu dan semua yang hadir, termasuk Syaikhpun turut menangis. Pada kenyataannya, sudah betapa sering terdengar Syaikh al-Albani menangis ketika berbicara mengenai Allah, Rasul-Nya, dan muamalah antar Muslim.
Pada kejadian yang lain, beliau dikunjungi tiga orang yang kesemuanya menuduh Syaikh al-Albani kafir. Ketika waktu sholat tiba, mereka menolak untuk bermakmum kepada Syaikh, karena tidak mungkin bagi seorang kafir menjadi imam sholat. Syaikh menerima hal ini, dan mengatakan bahwa menurut pandangannya, ketiga orang ini adalah Muslim, sehingga salah satu dari mereka berhak menjadi imam sholat. Tak lama kemudian, mereka bertiga berdebat lama sekali mengenai perbedaan di antara mereka sendiri, dan ketika waktu sholat berikutnya telah tiba, ketiga laki-laki ini mendesak untuk ikut sholat di belakang Syaikh al-Albani.
Selama hidupnya, Syaikh al-Albani rahimahullah telah meneliti dan men-ta’liq lebih dari 30.000 silsilah perawi hadits (isnaad) pada hadits-hadits yang tidak terhitung jumlahnya, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, -pent).

0 komentar:

Posting Komentar